PENDAHULUAN
 Dalam proses islamisasi di Indonesia, islam mampu menjelma dengan realitas yang ada. Seperti penyebaran islam yang dilakukan oleh para Walisongo yang dimana dalam prosesnya tidak langsung mengajarkan islam ala Arab atau Timur Tengah, tetapi melihat situasi dan keadaan sekitar.Â
Selain itu dalam penyebaran islam tak lepas dari konstruksi sebuah bangunan dalam kebudayaan yang kini menjadi peninggalan bersejarah seperti masjid, makam, madrasah, pesantren, keraton/istana, dan pusat kota.
 Masjid merupakan bangunan yang dianggap suci bagi orang-orang muslim yang digunakan untuk beribadah dan kegiatan keagamaan lain. Bangunan masjid dengan bentuk arsitektur yang unik dan memiliki sejarah didalamnya akan menjadi salah satu objek wisata religi didaerahnya.Â
Arsitektur dalam islam merupakan suatu seni keindahan dari sebuah bangunan yang tercangkup dalam Islamic Culture untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani.Â
Jasmani yang tidak lain adalah untuk menampung kegiatan manusia. Sedangkan rohani, karena islam berpengaruh amat mendalam terhadap kehidupan kejiwaan manusia.
 Salah satu masjid yang menjadi pusat penyebaran islam pada masa Walisongo adalah Masjid Agung Sunan Ampel Surabaya. Di dalam kawasan Masjid Ampel terdapat makam, gapura dan dua buah masjid yang saling berhadapan yang menjadi keunikan dari Masjid Ampel.Â
Keunikan tersebut masih berlanjut pada segi arsitektur yang dimana mengalami akulturasi antara Islam dan Hindu-Jawa. Selain itu terdapat gapura dan atap masjid berbentuk tajuk yang menjadi ciri khas dari masjid kuno.
 Akulturasi terjadi apabila beberapa kebudayaan saling berhubungan secara intensif dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama, kemudian masing-masing kebudayaan saling menyesuaikan diri tanpa menghilangkan kebudayaan aslinya.Â
Hal ini yang terjadi terhadap Majid Ampel yang dimana memiliki ciri arsitektur akulturasi Jawa-Arab. Hasil akulturasi tersebut menghasilkan seni arsitektur yang indah dan menarik.
 Salah satunya seperti gapura yang terdapat di Masjid Ampel Surabaya - terdapat lima gapura yang masing-masing memiliki nama dan filosofi yang dimana terkait dalam kehidupan, keagamaan, hingga kematian.Â
Gapura tersebut antara lain yakni: Gapura munggah, gapura paneksen, gapura poso, gapura ngamal, dan gapura madep. Masing-masing gapura menempati wilayah Masjid Ampel Surabaya dan memiliki keunikannya tersendiri. Keunikan tersebut tertuang dalam seni arsitektur yang terlihat, tak ketinggalan dalam segi makna yang menaungi di dalamnya.
PEMBAHASAN
 Masjid Ampel Surabaya dibangun oleh salah satu walisongo yakni Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada tahun 1450 M. Penampilan masjid yang dewasa ini adalah hasil dari beberapa renovasi dari masa kolonial hingga abad ke-20.Â
Tipe bangunan masjid lama masih mengacu pada Demakan dan berdesain bujur sangkar yang didalamnya terdapat saka guru dari kayu jati yang menyangga atap berbentuk tajug bersusun dua. Di dalam bangunan induk terdapat menara yang atabnya berbentuk kerucut dan di sekeliling bangunan induk terdapat serambi.Â
Langgam demakan di masjid lama juga di perpadukan dengan langgam indische empire yang tertuang pada unsur dinding tebal dan pintu melengkung di bagian atasnya. Bangunan perluasan terletak sebelah utara dan masjid baru terletak disebelah barat laut masjid lama.Â
Pada tahun 1990an pernah dilakukan renovasi besar-besaran yang bertujuan untuk melakukan penataan seluruh komplek masjid dan penambahan bangunan. Saat perluasan masjid ditampilan perpaduan antara langgam setempat seperti atap dengan unsur berlanggam modern dan pan islamic.
Terdapat lima buah gapura yang terdapat di Majid Ampel, yang masing-masing tersebar wilayah Masjid Ampel Surabaya. Masyarakat sering memaknai lima gapura tersebut sebagai lima rukun islam, namun dahulu gapura masjid ampel terdapat tujuh buah.Â
Sedangkan gapura berjumlah tujuh dimaknai dengan langit terdapat tujuh lapis, surga terdapat tujuh tingkat dan neraka tujuh tingkat. Kelima gapura di Masjid Ampel dikenal oleh masyarakat dengan nama gapura munggah, gapura poso, gapura ngamal, gapura madep, dan gapura paneksen.
Gapura munggah terdapat aksara jawa dibagian kanan dan kiri tulisan "ampel suci", aksara terbut baru ketahuan tahun 2016 karena sebelumnya tertutup cat tembok.Â
Pada tahun 2018 aksara tersebut baru bisa diketahui, yakni bertuliskan Adhanawalewa wawadha aranga asasawapa yang memiliki arti siapa saja yang melewati gapura ini akan selamat.
Gapura paneksen terdapat empat buah ornamen yang seperti seperti tanaman yang memiliki banyak kuncup tumbuh yang bermakna kesuburan. Maksud dari kesuburan disini adalah kesuburan dari tanaman dan seorang wanita yang memiliki banyak anak.Â
Ornamen selanjutnya terdapat di dua buah tiang gapura yang berbentuk lambang surya kerajaan Wilwaktika. Lambang surya Wilwaktika dengan 8 sinar yang berupa bunga bermahkota delapan yang terlihat seperti perisai.Â
Ornamen terakhir yang terdapat pada tengah gapura yang berbentuk seperti matahari. Lambang tersebut bermakna bahwa setelah seorang muslim melewati gapura pakesta akan kuat secara fisik maupun rohani yang terpancar kearah delapan arah mata angin.
Gapura poso memiliki ornamen yang berupa teratai terdapat pada penopang gapura dan memiliki mana yang berkaitan dengan islam. Ornamen pada bunga teratai ini memiliki delapan kelopak dan didalamnya terdapat bunga teratai lagi dengan jumlah kelopak yang sama, yang apabila dijumlah berarti 16 buah kelopak.Â
Makna angka 16 yang tergambarkan pada bunga teratai memiliki makna jumlah keseluruhan huruf hijaiyah pada kalimat syahadat, selain itu juga merujuk kembali pada jumlah tiang Masjid Ampel saat pertama kali dibangun. Sedangkan angka delapan memiliki makna total huruf hijaiyah pada lafadz Allah dan Muhammad (alif, lam, lam, ha' dan mim, kha, mim, dal).Â
Karena kelopak bunga teratai berjumlah empat dan ada dua buah, maka dibagi dua yang hasilnya empat. Empat disini memiliki makna basmalah (bismillahirrohmanirahimi).Â
Pada bagian puncak gapuro poso yang berbentuk keranda dan dibawahnya terdapat seperti tempat tidur kecil berbentuk persegi panjang, bermakna kematian.Â
Selain itu juga memiliki hubungan makna yang berkaitan dengan dua tiang gapura yang menopang. Kedua tiang tersebut memiliki makna amal ibadah selama hidup didunia.
Gapura ngamal terdapat ornamen atau simbol-simbol yang terlihat seperti bunga sama seprti dengan gapura yang lain, letak dari ornamen pun juga identik yaitu dua penopang gapura, bagian tengah dan bagian atap yang berbetuk seperti peti mati.Â
Gapura ngamal dimaknai sebagai gapura zakat, ngamal berasal dari kata bahasa Jawa yang artinya beramal. Ornamen pada gapura ngamal berbentuk tumbuhan dan bergaris organis, ornamen ini memiliki makna kesuburan yang bisa dilihat pada banyak buah dan sulur.Â
Pada tiang gapura terdapat simbol tanaman cengkeh dan berbentuk buah. Simbol ini memiliki arti tanaman yang memiliki banyak kelebihan/keuntungan.Â
Gapura madep ini merupakan gapura pertama sebelum memasuki ke area pemakaman Sunan Ampel dan Nyai Condrowati, gapura ini berwarna putih. Kata madep berasal dari bahasa jawa yang memiliki arti menghadap, maksud arti dari gapura madep ini menyimbolkan ibadah sholat yang harus menghadap ke kiblat tepatnya ke Ka'bah.Â
Ornamen-ornamen pada gapura ini hanya terletak pada tiga titik yaitu pada dua pondasi dan puncak gapura, pada bagian tengahnya tidak terdapat ornamen seperti gapura yang lain.Â
Gapura madep memiliki ornamen berbentuk tanaman bunga yang sedang bermekaran dan memiliki lambang bunga pada tiang penyangga gapura sama seperti gapura lain, yang berbentuk bunga bertumpuk dua mahkota dengan jumlah delapan kelopak bunga pada tiap bunganya.Â
Simbol pertama pada bagian atas gapura melambangkan kemenangan, kejayaan. Kemantapan hati menghadap kiblat dapat mengharumkan layaknya tanaman yang sedang berbunga banyak.Â
Simbol kedua yang terletak pada tiang gapura yang berlambang bunga bertumpuk dua berkelopak 16 dimaknai sebagai keturunan Brawijaya pada delapan kelopak yang di dalam dan keturunan Rajasa pada delapan kelopak yang diluar.
KESIMPULAN
Masjid Ampel Surabaya merupakan pusat penyebaran islam pada masa Walisongo yang didirikan oleh Raden Rahmat atau Sunan Ampel. Selain itu Masjid Ampel adalah hasil akulturasi antara Jawa-Arab yang memiliki arsitektur yang unik. Di komplek Masjid Ampel terdapat lima gapura, yang setiap gapura tersebut memiliki makna berbeda-beda. Kelima gapura tersebut antara lain: gapura munggah yang memiliki makna 'siapa saja yang melewati gapura ini akan selamat' dalam aksara Jawa, gapura paneksen yang bermakna 'seorang muslim yang melewati gapura paneksen akan kuat secara fisik maupun rohani yang terpancar kearah delapan mata angin, gapura poso bermakna perihal amal ibadah dan alam kubur, gapura ngamal memiliki makna kesuburan, keuntungan/kelebihan, gapura madep bermakna ibadah shalat yang harus menghadap kiblat. Setiap gapura tersebut menempati wilayah Masjid Ampel Surabaya.
Referensi
Ashadi. ( 2 Juli 2013). DAKWAH WALI SONGO PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN PERUBAHAN BENTUK ARSITEKTUR MESJID DI JAWA (STUDI KASUS: MESJID AGUNG DEMAK). Jurnal Arsitektur NALARs Volume 12 .
Stanza, M. (t.thn.). STUDI DESKRIPTIF TENTANG MAKNA SIMBOL PADA BANGUNAN MASJID AGUNG SUNAN AMPEL SURABAYA. Kata Kunci: Masjid Ampel, Arsitektur, Simbol.
Mashuri. (2010). Proses Berasitektur Dalam Telaah Antropologi: Revolusi Gaya Arsitektur dalam Evolusi Kebudayaan. Jurnal Ruang, Volume 2.
Yani, Muchammad. (2018). Menelusur Keunikan Arsitektur Masjid Peninggalan Sunan Ampel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H