Dalam beberapa hal sebagai seorang guru sering mengeneralisasi kemampuan murid hanya karena murid tersebut lebih tinggi peringkatnya murid dianggap mau dan mampu akan semua hal. Apakah betul kita sebagai guru lebih tahu apa yang diinginkan murid?  teori konvergensi didasarkan atas dua teori utama yang pertama, teori tabularasa, teori ini  beranggapan bahwa kodrat anak diibaratkan kertas kosong yang dapat diisi dan dutulisi oleh pendidik dengan pengetahuan dan wawasan yang diinginkan oleh pendidik. Yang kedua adalah, teori negatif,  yang beranggapan bahwa kodrat anak ibarat kertas yang sudah diisi penuh dengan berbagai macam coretan dan tulisan. Dua teori yang juga dikenal sebagai "aliran daya pendidikan" ini tidak serta merta membuat Ki Hadjar Dewantara menganggapnya mutlak sebagai suatu kebenaran tetapi K Hadajar Dewantara memberikan pandangan baru dengan menggabungkan atau mengintegrasikan dua teori tersebut menjadi suatu pendekatan yang disebut dengan teori Konvergensi.Â
Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa, "Kodrat manusia sebagai suatu kertas yang sudah diisi dengan tulisan-tulisan yang samar dan belum jelas arti dan maksudnya" maka Tugas pendidikan adalah membantu manusia atau individu untuk dapat menebalkan dan memperjelas arti dan maksud tulisan samar yanga da di kertas tersebut dengan tuntunan terbaik. Teori konvergensi merupakan pendekatan yang digunakan oleh Ki Hadjar Dewantara dalam menjelaskan tentang kertas dalam menjelaskan tentang tulisan samar dengan membagi budi pekerti (watak manusia) menjadi dua bagian yaitu bagian biologis dan bagian intelligible. Rasa takut, rasa malu, rasa kecewa, rasa iri, rasa egoisme, rasa berani dan segala perasaan jiwa manusia adalah bagian bilologis yang tidak dapat berubah dan menetap pada individu sejak anak-anak hingga dewasa. Sementara kecakapan dan keterampilan pikiran, kemampuan menyerap pengetahuan adalah bagian dari `intelligible`, dapat berubah  karena pengaruh keadaan adan alingkungan, termasuk salah satunya pengaruh pendidikan.
Sebagai contoh murid memakan maknan yang mengandung bahan-bahan kurang sehat dan sudah menjadi suatu kebiasaan karena ketidak tahuan murid akan dampak perilaku tersebut, padahal dapat mengakibatkan terganggunya sistem pencernaan. Setelah di berikan pengetahuan dan wawasan tentang makanan sehat dan zat adiktif oleh guru, murid kemudian sadar dan merasa perilakunya selama ini dapat membahayakan kesehatan dirinya sehingga mereka dapat lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi.
Kita dapat melihat dari contoh tersebut bahwa intelligible murid berubah dari ketidak tahuan tentang pengetahuan menjadi tahu dan sadar . Sehingga murid dapat memikirkan dan merasakan dan mempertimbangkan perilaku yang dilakukannya. Contoh yang lain anak usia pra sekolah memilki kegiatan pengembangan belajar mandiri, berpisah sementara dengan orang tua atau pengasuh, serta belajar bersosialisasi. Sebagian mungkin banyak yang mengalami kesulitan, sehingga merasa takut dan malu. Pada awal kegiatan di TK murid masih murid masih diantyar dan ditunggu oleh orang tua, namun setelah berjalnnya waktu murid tersebut menjadi murid yang pemberani, rasa takut dan pemalu menajdi tidak tampak atau semakin pudar karena sudah mendapatkan kecerdasan pikiran. Sehingga murid tersbut mulai pandai menimbang serta dapat memikirkan sesuatu serta dapat memperkuat kemauannya untuk tidak malu dan tidak takut.Â
Hal inilah yang meyamarkan rasa takut dan  malu yang dimiliki oleh murid tersebut  karena rasa takut dan malu itu hanya tersamar saja oleh pikirannya. Terkadang murid tersebut diserang oleh rasa takut dan malu,  kondisi demikian terjadi saat pikirannya tidak bergerak, tidak dapat mempertimbangkan  dan memikirkan sesuatu untuk memperkuat kemauannya. Ketika pikirannya `tidak bergerak` maka akan memunculkan rasa aseli yang dimilikinya yaitu menjadi penakut dan pemalu sesuai dengan watak bilologisnya yang tidak dapat berubah yang `tidak dapat berubah` contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi bagian intelligible dan bagian biologis murid.Â
Sebagai pendidik kita janganlah berputus asa karena menganggap watak-watak yang biologis, hidup perasaan itu tidak dapat di lenyapkan sama sekali, tetapi kecerdasan intelligible, hidup angan-angan dapat menutupi, tabiat perasaan, perasaan yang kurang baik. Namun perlu diingat bahwa dengan kita sebagai pendidik dapat membantu murid untuk menguasai diri secara tetap dan kuat, sehingga murid akan dapat melenyapkan atau mengalahkan tabiat-tabiat biologis yang kurang baik itu.Â
Melalui proses pendidikan kecerdasan budi pekertai murid bertumbuh dan berkembang sehingga dapat mengendalikan tabiat asli  dan watak biologis akan semakin terasamar dan menabalkan watak-watak baik murid yang akan memunculkan kebribadian dan berbudi pekerti baik.Â
Mari kita renungkan bersama, apakah kita sudah memahami kodrat anak dan menempatkan anak sebagai subyek kesadaran dalam mebguatkan kodratnya?Â
Referensi:
Ki Hadjar Dewantara - Ki Hadjar Dewantara (Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka). Cetakan ke 5: 2013.
Penerbit: Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa bekerja sama dengan Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa 2013.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H