Perjalanan pendidikan di Indonesia sudah cukup panjang dan dalam perjalanannya masih berusaha menemukan cara yang tepat untuk menuju sesuatu yang lebih baik. Lalu bagaimana sebenarnya pendidikan di Indonesia dipandang dari sudut Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hadjar Dewantara mengenai cita-cita dan sistem pendidikan nasional.
Pendidikan di zaman kolonial Belanda yang menggunakan sistem Perintah dan sanksi merupakan sistem pengajaran kolonial yang tanpa sadar menjadi warisan cara guru mendidik murid. Bahkan mungkin saat ini hal itu masih saja berlangsung. Misalnya masih ditemukan kasus kekerasan pada murid di sekolah. Murid mendapatkan hukuman atau sanksi berat ketika mereka belum atau tidak menjalankan perintah dari guru. Contoh yang lain adalah sistem penilaian atau penghargaan yang terlalu berorientasi pada kecakapan kognitif. Misalnya kecakapan murid diukur dari kegiatan ujian sumatif yang menguji kecakapan kognitif semata. Akibatnya murid berusaha keras untuk melatih kisi-kisi soal ujian hingga mendapatkan nilai dan penghargaan dari sekolah. Fokus yang berorintasi kognitif ini menyebabkan perkembangan sosial emosional murid menjadi terabaikan. Di sisi lain jika murid belum mampu memenuhi ujian-ujian sumatif yang sangat berat tidak jarang murid-murid kita mendapatkan penghakiman bahwa mereka ini dianggap gagal dalam belajar.
Sistem pendidikan di zaman kolonial Belanda didasarkan pada diskriminasi yaitu adanya perbedaan perlakuan terhadap anak-anak pribumi untuk mendapatkan pendidikan yang sifatnya masih materialistik, individualistik dan intelektualistik yang bertentangan dengan kebudayaan bangsa timur. Sebagai perlawaanan sistem yang diskriminitaif ini Ki Hadjar Dewantara menggagas sistem pendidikan yang humanis dan transformatif yang dapat memelihara kedamaian dunia. Ki Hadjar Hewantara memperkenalkan sistem among yaitu yang dikenal dengan slogannya Ing Ngarso Sung Tulada, Ing Ngadyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani . Ing Ngarso Sung Tulodo artinya sebagai seorang guru sudah seharusnya menjadi seorang pelayan, ia harus memberikan contoh yang baik. Ing Ngadyo Mangun Karso artinya sebagai seorang guru harus bisa membangkitkan semangat murid-muridnya bukan melemahkan semangatnya dan Tut Wuri Handayani berarti seorang guru haruslah memberikan dorongan dan menjadikan murid-muridnya mandiri dan orang-orang merdeka yang tumbuh kembang secara maksimal. Inilah esensi dari merdeka belajar.
Meskipun slogan dan simbol ini diingat oleh banyak guru seperti istilah Tut Wuri handayani, namun masih banyak yang tidak memahami ruh dan maknanya yaitu untuk kemerdekaan murid yang menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir dan batinnya yang kemudian menjadi bagian jiwa-jiwa kita menjadi seorang pendidik. Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan yang sesuai dengan bangsa kita adalah pendidikan yang humanis, kerakyatan dan kebangsaan.Â
Pemikiran dari Ki Hadjar Dewantara tersebut adalah pemikiran yang melampaui zamannya dimana beliau hidup dan masih relevan hingga saat ini. Terbukti atas kepribadian bangsa Indonesia yaitu yang mengandung harkat diri dan kemanusiaan yang menjadi landasan praktik sampai sekarang. Tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara-negara lain. Maka kita sebagai seorang pendidik harus dapat menghayati pemikiran Ki Hadjar Dewantara  mengenai pendidikan yang humanis  yang terbukti masih relevan bahkan sampai hari ini dan akan mampu mengantarkan murid mengisi zamannya kelak.
Ki Hadjar Dewantara menganggap bahwa sistem pendidikan di zaman belanda hanyalah pendidikan pikiran atau rasio yang mengandalkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan saja tanpa adanya pendidikan sosial emosional dan tanpa adanya pendidikan olah rasa. Selain pendidikan kecerdasan atau keterampilan berfikir pendidikan kultural yaitu pendidikan yang berdasarkan garis bangsa dan budaya misalnya dengan menghargai proses belajar murid, merayakan setiap pencapaian pembelajarannya dan mengajar sesuai dengan kompetensinya yang juga dibutuhkan oleh murid. Pendidikan kulutral ini akan melengkapi dan mempertajam dan memperkaya pendidikan kecerdasan murid. Sifat pendidikan yang intektualistis, materialistis, kolonialis dan minimnya pengatush kebudayaan yang kita alami pada zaman belanda jangan sampai terulang lagi.Â
Kita sebagai seorang pendidik perlu menjaganya dengan menyambungkan naluri, tradisi dan kontinyuitas dengan masa lampau. Model pendidikan dan  pengajaran pengetahuan atau kecerdasan ala barat mungkin dapat kita gunakan dengan syarat pendidikan nasional kebudayaan kita berikan kepada murid demi terwuwudnya keluhuran manusia nusa dan bangsa serta menjadi bagian dari kesatuan perikemanusiaan. Untuk mencapai semua dasar yang kita cita-citakan oleh Ki Hdjar Dewantara yaitu kemerdekaan setiap murid yang mampu mengatur dirinya sendiri agar murid-murid berperasaan, berpikiran dan bekerja merdeka dalam ketertiban bersama demi mewujudkan cita-cita pendidikan nasional.  pendidikan nasional yang berdasarkan pada garis besar kebudayaan bangsanya untuk perikehidupan mengangkat derat rakyat dan negerinya serta setara bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain demi kemuliaan umat manusia di dunia. Maka pendidikan yang memerdekaan muridlah yang menjadi pegangan kita sebagai pendidik untuk dapat mewujudkannya.
Di dalam mendidik jika hanya mengandalkan naluri tidaklah cukup, kita juga melengkapinya dengan ilmu pendidikan yang selaras dengan zaman. Tuntunan yang baik kepada murid didasarkan pada panduan (teori atau pengetahuan) tentang "tuntunan yang baik" sehingga pendidikan dapat memberikan hak-hak kepada murid untuk berkesempatan untuk mempelajari ilmu pengetahuan sesuai dengan keinginan dan bakatnya agar sebagai pendidik kita dapat memberikan daya upaya yang terbaik dalam mendidika murid. Kita membutuhkan semacam pagar atau pelindung yaitu dukungan dari rakyat atau masyarakat untk bersama-sama menjaga atau menolak semua bahaya yang mengancam kekuatan-kekuatan dan potensi yang sedang tumbuh di dalam diri murid kita. Mari kita renungkan bersama, apakah kita sudah mempraktikkan pembelajaran yang sesuai dengan cita-cita sistem pendidikan nasional yang di gagas oleh Ki Hadjar Dewantara? langkah apa yang dapat kita lakukan untuk bersama-sama mewujudkannya?Â
Refrensi:
Ki Hadjar Dewantara - Ki Hadjar Dewantara (Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka). Cetakan ke 5: 2013.Â