Pada akhir Juli 2022 dunia pendidikan dikejutkan dengan berita di SMAN 1, Banguntampan, Kabupaten Bantul tentang salah satu siswa yang pengenakan jilbab di sekolah.Â
Salah satu siswa diindikasi dipaksa oleh salah satu guru BK untuk mengenakan Jilbab di sekolah. Bahkan buntut dari hal tersebut  Gubernur Daerah Istimewa Yogjakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono x, me nonaktifkan sementara kepala sekolah dan 3 Guru SMAN 1 sampai persoalan tersebut jelas. Demikian di tulis oleh Kompas pada 5/8/2022. Bahkan lebih jauh lagi jika hal tersebut terbukti ada pemaksaaan maka kepala sekolah akan di berhentikan secara tidak hormat.Â
Setelah Gubernur mendengar berita ini, Sri Sultan terlihat kecewa. Hal tersebut terlihat dari ungkapan dan tanggapannya terkait hal ini, "Pakai Jilbab boleh tapi jangan di paksa, Malah yang dikorbankan malah anaknya di suruh pindah, ini gimana?, yang salah oknumnya. Oknumnya tindak" Â
Namun bagaimana sebenarnya peraturan tentang seragam sekolah? peraturan tersebut sebenarnya telah diatur dalam kemendikbud nomor 45 tahun 2014 tentang seragam sekolah bagi peserta didik pendidikan dasar dan menengah.Â
Dalam pasal 1 butir 4 berbunyi pakaian seragam khas muslimah adalah pakaian yang dikenakan oleh peserta didik muslimah karena keyakinan pribadinya sesuai dengan jenis, model, dan warna yang telah ditentukan dalam proses belajar mengajar untuk semua jenis pakaian seragam sekolah.Â
Untuk jenis warna dan bahan dijelaskan lebih lanjut dalam pasala 3 butir ketiga huruf c yaitu  SMA/SMALB/SMK/SMKB: kemeja putih, celana atau rok warna abu-abu.Â
Dari penjelasan tersebut dapat sudah jelas bahwa jilbab sebenarnya tidak masuk dalam item sergam yang dapat di gunakan sebagai dasar untuk memaksa para peserta didik untuk mengenakannya. Namun mereka yang ingin mengenakannya juga tidak boleh dilarang sesuai dengan peraturan di atas tentang pakaian muslimah.
Praktik Agamisasi yang mulai mewabah.Â
Fenomena yang muncul di Yogyakarta merupakan salah satu dari sekian gejala yang muncul bahkan mulai mewabah di sekolah negeri. Motifnya mungkin dapat di mengerti yaitu mendekatkan siswa agar lebih agamis dan berkarakter mulia, namun apakah dengan jalan dipaksa? padahal dalam agama tidak ada pemaksaan meskipun seagama. Â
Jika siswa dipaksa dalam menjalankan agama maka yang timbul bukannya dari hati nurani namun hanya sebatas peraturan dan hanya bernuansa image sementara secara formalitas.Â
Berbicara masalah citra atau image selain jilbab kebijakan sekolah negeri kadang kita temukan selain dalam hal berpakaian juga terdapat seperti memutar ayat suci agama tertentu setiap pagi dengan sound system juga tidak tersedianya guru agama tertentu yang minoritas sehingga anak-anak tidak ada pilihan selain bergabung dengan mata pelajaran agama lain.Â