Mohon tunggu...
Ali Maksum
Ali Maksum Mohon Tunggu... Guru - Education is the most powerful weapon.

Guru, Aktifis dan Pemerhati pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Freedom Writers: Kisah Nyata Guru Penggerak

28 Juli 2022   17:45 Diperbarui: 31 Juli 2022   17:09 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://ferigramesa.blogspot.com/

Dia baru mencoba di sekolah baru, belum mempunyai pengalaman banyak tentang mengajar dan parahnya ditempatkan di "kelas bodoh". Berbeda dengan kelas sebelah yang merupakan kelas pilihan dan berisi anak-anak cerdas dan unggul (Honors Students) yang mana rata-rata mempunyai DNA pintar dan disiplin. 

Hari pertama dia mengajar, dia sangat antusias, menunggu anak-anak masuk kelas dengan pakaian rapi dan siap memperkenalkan diri di kelas. 

Namun Ibu guru ini belum tahu bahwa anak didiknya adalah kumpulan anak-anak yang sering terlibat kekerasan antar geng, pembunuhan bahkan kekerasan tersebut mereka bawa ke sekolah.   

Awal-awal mengajar dia menghadapi banyak kesulitan. Selain dibilang "bodoh" dan tidak disiplin, mereka sering melakukan pemberomtakan, pelecehan, temperamental dan selalu membuat kerusuhan. 

Anak-anak SMA ini sering membekali diri mereka ketika sekolah dengan pistol , obat-batan terlarang apalagi diluar sekolah mereka saling mengancam dan membunuh satu sama lain.

Inilah kelas buangan, bagi guru yang kaku dan cenderung kurang kreatif anak-anak yang nakal seperti ini tidak boleh di sekolahkan bersama distiguished scholars. Namun  bagi guru inspirastif ini dia tidak kekurangan akal dan tidak putus asa. Dia mulai membuat menggali ide dan kekreatifan sendiri yang mana dia tidak hanya mengajarkan Hard Skill namun juga mengajarkan pengetahuan hidup. 

Dia mulai merenung, mengamati keadaan siswa-siswi di SMA tersebut dan terciptalah sebuah ide. Ide tersebut dia mulai dengan sebuah permainan sederhana yang dia sebut dengan Line Games. Cara permainan yang dia ciptakan cukup mudah yaitu dengan menarik garis merah dilantai  dan membagi mereka dalam dua barisan kiri dan kanan. 

Mereka hanya menjawab kata "ya" pertanda setuju dan maju mendekati garis melalui berbagai pertanyaan-pertanyaan yang akan dia ajukan. 

Pertanyaan-pertanyaan dimulai dengan pertanyaan ringan seperti musik kesayangan hingga pertanyaan berat seperti keanggotaan geng, narkoba dan apakah pernah di penjara atau bahkan pernah kehilangan teman karena kekerasan antar geng. 

Kekacauan di dalam kelas yang sebagian besar kulit hitam  ini yang menjadi salah satu penyebabnya adalah kuranganya perlakuan keadilan terhadap warga kulit hitam oleh kulit putih, meskipun juga ras dari berbagai bangsa lain juga ikut di dalamnya.  

Dari permainan Line Games yang sederhana ini sang guru sedikit demi sedikit telah menanam benih kesadaran kepada para siswanya yang ternyata mereka mempunyai nasib yang sama. 

Sama-sama mempunyai banyak masalah, hidup yang kurang teratur, terlibat kekerasan, saling curiga antar kelompok dan masa depan yang suram. Lambat laun seiring waktu keadaan kelas makin membaik dan relaks terhadap guru. 

Mereka saling memperbaiki hubungan satu sama lain. Setelah berdamai guru inspitaif ini membagikan buku Anne Frank dan diary agar mereka dapat menuliskan serta menumpahkan apa yang mereka rasakan, apapaun itu. 

Suatu hari satu demi satu mereka menceritakan isi Diary dan membacanya. Semua mulai mendengarkan dan menangis serta berpelukan.  

Sang guru inspiratif ini mengajak kesebuah museum Holocaust dengan tujuan bahwa kebencian ras ini juga pernah terjadi dalam sejarah manusia, mereka menonton film kekejaman nazi, mendengar cerita korban nazi yang masih hidup dan disaat itulah menjadi titik kesadaran bersama untuk berjalan kedepan agar lebih baik.   

livejournal.com
livejournal.com

Dari Diary yang mereka tulis sang guru menyatukannya dalam sebuah buku yang di beri judul Freedom Writers. Sebenarnya siapakah nama guru ini? dialah Erin Gruwell. Kisah yang fenomenal ini diabadikan dalam sebuah film yang yang di beri judul sama dengan buku karya mereka, Freedom Writers yang dibintangi oleh Hilary Swank. 

Apa yang terjadi setelahnya? kebanyakan dari penulis bebas ini menjadi yang pertama dalam keluarganya yang lulus sekolah menengah atas bahkan melanjutkan ke perguruan tinggi mengikuti para siswa kesayangannya Ms. G (biasa mereka memanggil)  meninggalkan sekolah Wilson untuk mengajar di Universitas California, Long Beach. 

Diary mereka sebagai karya bersama "Freedom Writers" dipublikasikan pada tahun 1999. Bahkan hubungan emosional antara guru dan siswa ini berlanjut dengan mendirikan sebuah yayasan Freedom Writers yang bertujuan untuk mengulang kesuksesan kelas-kelas mereka sebelumnya untuk di sebarkan keseluruh negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun