Mohon tunggu...
Ali Maksum
Ali Maksum Mohon Tunggu... Guru - Education is the most powerful weapon.

Guru, Aktifis dan Pemerhati pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tidak Mau Berubah? Akan Punah

26 Januari 2022   05:00 Diperbarui: 26 Januari 2022   05:08 921
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dunia saat ini mengalami perubahan yang sangat cepat bahkan ada yang berpendapat bahwa perubaan di masa lalu yang membutuhkan puluhan tahun untuk bertransformasi kini dapat dilakukan hanya dalam waktu beberapa bulan saja. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan teknologi informasi yang membuat semua orang mengakses informasi dari manapun dan tentang apapun. Dulu ketika kita ingin menguasai skill tertentu kita harus mencari orang lain yang mempunyai skill yang kita inginkan dan belajar kepadanya atau stidaknya ikut less paruh waktu. 

Namun kini ada fenomena fenomena DIY (Do It Yourself) semua keterampilan yang kita inginkan sudah tersedia di internet meluangkan waktu untuk belajar dan akhirnya mempunyai keterampilan baru. Perspektif lama mengatakan bahwa orang tua mempunyai pengalaman lebih banyak dan untuk itu anak-anak muda harus belajar dari pengalaman mereka. 

Namun kini persepektif itu telah berubah bukan masalah berapa lama kita hidup di dunia namun seberapa banyak kita belajar dari hal baru tidak peduli berapa umur kita. Jika anak muda banyak belajar hal baru maka sudah saatnya generasi tua belajar dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Hal ini tidak terkait dengan masalah hormat menghormati, etika itu masih ada namun terkait ilmu menjadi hal lain.

Di masa lalu anak muda harus menempuh Pendidikan yang tinggi agar mendapatkan hidup laik gaji yang tinggi dan akhirnya mendapatkan status sosial yang baik di tengah masyarakat. Kini perspektif itupun berubah lagi semua orang bisa `menggali emasnya` sendiri lewat internet, seperti menjadi youtuber, blogger, gamers dan lain-lain, yang tidak menuntut pendidikan tertentu namun hanya mereka yang `mau belajar` kesempatan tersebut terbuka lebar.

 Akibatnya kini banyak anak-anak muda yang belum genap umur 30 tahun sudah mempunyai penghasilan milyaran yang kita tidak mungkin berfikir hal itu terjadi di masa lalu. Dari perubahan-perubahan tersebut persepktif dunia kerja menjadi berubah akibat persaingan banyaknya orang-orang terampil dan mereka yang telah menempuh Pendidikan tinggi. 

Dunia kerja saat ini lebih membutuhkan orang yang terampil dan mempunyai semangt kerja tinggi serta pembelajar namun dengan gaji yang masuk akal di bandingkan mereka yang berpendidikan tinggi dengan sederet titel yang panjang namun minim keterampilan praktis.

Perusahaan raksasa seperti Apple dan Google mengambil karyawan yang bisa mengerjakan tugas yang diperlukan, tanpa memandang apakah orang bersangkutan memiliki gelar sarjana atau tidak. Sebagaimana diberitakan Kompas, "Tak Perlu Jadi Sarjana untuk Kerja di Apple dan Google" pada tanggal 12 April 2019, Tm Cook, seorang CEO Apple mengatakan bahwa perusahaannya didirikan oleh mahasiswa yang drop out (Steve Job) dan mereka tidak berfikir untuk menuntut gelar sarjana untuk dimiliki jika ingin bergabung. 

Cukup dengan keterampilan dan sertifikat pendukung. Akibat perubahan ini sepertinya juga akan berdampak pada jenis pekerjaan yang akan muncul dan yang akan musnah. Pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya belum pernah di fikirkan kini sudah mulai bermunculan. 

Dulu Ketika kita masih anak-anak sering ditanya oleh para guru apa yang menjadi cita-cita kita kelak dan kita akan mengatakan profesi yang menjadi impian banyak orang yaitu dokter, polisi tantara kalau mundur kebelakang lagi akan tercatut kata, insinyur. Namun apa yang terjadi saat ini ketika anak-anak ditanya apa yang menjadi cita-cita mereka? Yang tergambar justru profesi-profesi baru seperti youtuber, gamer, flogger, softwer developer, video maker, digital marketing, penulis, dan profesi lain yang tidak pernah difikirkan generasi tua.

Perubahan Menuju Efisiensi

Jika kita rasakan dunia yang semakin cepat berubah ini lambat laun menuju proses efisiensi dan praktis. Lahirnya layanan ojek online, layanan makanan online dan jual beli online membuat manusia lebih efisien dalam berbelanja serta melakukan segala hal. Bayangkan saja dalam satu genggaman alat yang bernama smartphone di dalamnya sudah ada bank, berbagai macam toko, catatan penjualan bagi pebisnis, televisi, medsos dan segudang layanan yang cukup dalam satu alat dan hal itu praktis dan efisien. 

Akhir tahun lalu presiden Jokowi mengemukakan bahwa beberapa layanan pemerintahan yang dikerjakan ASN mungkin akan di ganti oleh robot, tentunya bukan robot humanoid namun semacam alat yang melayani manusia seperti mesin (non humanoid). 

Mereka yang selama ini merasa aman dengan profesi ASN dengan berbagai tunjangan dan fasilitas negara tentunya mulai gerah karena sudah merasa duduk di zona nyaman akibat tidak responsif terhadap perubahan. 

Layanan robot yang telah dinikmati oleh manusia sekarang ini adalah dalam bidang perbankan yaitu mesin kasir ATM, orang cukup datang ke ATM dan memasukkan uang  ke mesin dan mesin akan menghitungnya dan beres. 

Tidak perlu ke kasir, tanda tangan apalagi antri dan itu memakan banyak waktu. Bahkan kasir adalah profesi yang disinyalir punah pertama kali karena rencananya beberapa tahun kedepan semua bank memberlakukan ATM kasir ini. Jadi bayangkan jika kita masuk ke bank,  hanya bertemu dengan security dan mungkin customer service.

Cerita lain adalah berubahnya alat pembayaran yang telah berevolusi. Pada awalnya kita kenal dengan alat pembayaran berupa uang, terus melalui transfer bank,  lalu menggunakan kartu debet, kemudian ada buy now pay later, menyusul kemudian ada alat pembayaran non bank dan sekarang muncul istilah crypto. 

Sebelumnya orang-orang mungkin menganngap bahwa pembayaran cash adalah raja namun  itu tidak berlaku lagi kalau kita masuk tol, no cash, bahkan di beberapa tempat di kota besar parkir tidak lagi menggunakan cash.

Dari perubahan-perubahan yang terjadi tersebut maka  timbul pertanyaan, dimanakah posisi kita? Apakah mengikuti perubahan yang ada dengan belajar kembali-hal-hal baru ataukah justru kita `mapan` dengan kondisi lama yang tidak mau berubah karena merasa senior? 

Sudah saatnya mereka yang mapan dan generasi-genrasi senior yang merasa susah belajar kembali mewariskan dan memberikan tanggung jawab kepada generasi muda dengan konsep baru dan sistem  yang lebih kontemporer. Jika kita tidak mau berubah maka perubahan yang akan mengubah kita yaitu menuju punah.

Useless Generation

Biaya tenaga kerja yang makin tinggi membuat perusahaan memikirkan kembali bagaimana bisnis bertahan dengan lebih esisien. Pilihan yang dipilih adalah memilih kerja robot non humanoid yang dalam praktiknya malah justru menurunkan biaya sampai 60%. Jika ini terus berlanjut maka banyak generasi kita tidak akan terpakai dalam dunia industri, sudah merasa sekolah tinggi namun tenaga mereka tidak digunakan (useless). 

Menurut Renald Kasali, kemungkinan di masa depan akan terjadi ledakan non degree  maksudnya adalah seperti yang disinggung sebelumnya bahwa berbagai pekerjaan nantinya tidak akan ditanya lulusan apa, dari kampus mana dan IPK berapa namun pertanyaan tersebut akan berubah menjadi apakah kita punya keterampilan khusus di bidang tertentu? Jika hal ini terjadi maka persaingan ketat akan terlihat antara mereka yang lulus universitas dan mereka yang hanya berlatih mandiri. 

Mereka yang otodidak dan mempunyai keterampilan handal tidak dipandang lagi lulusan apa, nilai berapa dsb, selagi dia bisa mengerjakan hal yang dibutuhkan lalu diterima bekerja. Justru mereka yang melamar pekerjaan dengan sederet prestasi dan nilai yang memukau membuat perusahaan menjadi takut apakah mereka mampu membayarnya.

Dari fenomena di atas maka  akan timbul ketakutan bagi mereka yang sekolah tinggi dan penyandang gelar karena mereka makin sulit mencari pekerjaan yang sesuai ditambah banyak orang akan menajdi takut mempekerjakan mereka yang akhirnya akan timbul banyak pengannguran dari mereka yang sarjana, akhirnya timbullah useless generation. Tidak butuh menunggu waktu lama fenomena uselsess generation ini sudah mulai muncul tanda-tandanya. 

Jika kita melihat youtube ada tukang bengkel yang tidak lulusan Teknik dari universitas mampu membuat helicopter. Nasriadi yang sehari-harinya bekerja di bengkel , seorang lulusan SMP,  telah menghabiskan 30 juta untuk merakit helicopter yang hanya membutuhkan waktu 8 bulan. 

Dia merakitnya dari berbagai bahan bekas dan dari mesin mobil Suzuky Cary. Nasriadi tidak membutuhkan sekolah tinggi bertahun-tahun namun hanya berguru kepada youtube alias belajar otodidak. 

Sedangkan orang-orang yang sudah sekolah tinggi tidak berani melakukan hal yang sama dan hanya di atas kertas. Fenomena tersebut Kembali menurut Renald Kasali di sebut Battle Field  generasi yang tidak berani masuk ke medan pertempuran nyata setelah menempuh Pendidikan.

Inilah sebuah cerita dan gejala yang akan terjadi dimasa depan, suka atau tidak suka, mau ataupun tidak semuanya akan terjadi dan tinggal kita genrasi tua maupun muda apakah akan mengikuti perubahan-perubahan tersebut ataukah hanya menonton dan kita akan punah dengan adanya perubahan. Tanyakan kepada diri kita dan mulailah bersiap.        

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun