Satpol PP bukan sebagai bodyguard yang keras dan garang untuk menjaga kepentingan-kepentingan para penguasa daerah, tetapi sebagai fasilitator yang menemani masyarakat secara santun dalam mewujudka ketertiban, ketentraman, dan keamanan. Pemerintah Daerah harus menata ulang perekrutan, pendidika, dan pelatihan bagi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), agar alat kelengkapan daerah ini benar-benar hadir untuk kepentingan daerah ini benar-benar hadir untuk kepentngan rakyat sebagaimana amanat Reformasi, bukan hanya sebagai alat kekuasaan semata. Satpol PP diharapkan tidak lagi seram, garang, selalu marah-marah, jika berhadapan dengan rakyat. Sebaliknya, mereka justru melayani dengan hati nurani, penuh kesantunan, kesopanan dan memanusiakan.
(Dikutip dari “Panduan Hak Asasi Manusia Bagi Satuan Polisi Pamong Praja”)
Setidaknya, demikian salah satu alasan mengapa buku “Panduan Hak Asasi Manusia Bagi Satuan Polisi Pamong Praja” disusun. Begitu pun sejumlah narasumber dan partisipan yang hadir dalam acara “Lokakarya Buku Panduan HAM Bagi Satpol PP”, pada Sabtu (3/11/12) di Ruang Gotrasawala Fahmina. Buku yang diterbitkan Yayasan Fahmina ini, menurut Mufti Makarim A, salah satu penulis buku “Panduan Hak Asasi Manusia Bagi Satuan Polisi Pamong Praja”, menunjukan bahwa apa yang dinamakan Satpol PP dan bagaimana kinerjanya, sebenarnya citranya tidak sebegitu buruk seperti diberitakan media, namun itu juga akan muncul dari komitmen Satpol PP, Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat. Meski ini bukan sesuatu yang mudah karena melihat bagaimana tayangan media mencitrakan mengenai Satpol PP, namun ada upaya membangun pendekatan sebuah suatu budaya pencitraan. Kita tidak melihat bahwa ini bagus atau buruk namun Satpol PP mempunyai sejarah panjang, dan landasan hukum yang kuat. Satu sisi juga ada hal-hal yang memang dilaksanakan oleh aparat. “Pertama-tama kami ingin menunjukan pandangan terhadap Satpol PP. Kita bisa melihat dan mengukur apa yang semestinya dilakukan oleh Satpol PP, bagaimana tolak ukur yang fair. Satpol PP ada 3 lapis (layer) dalam buku ini, dan ini bisa dijadikan tolok ukur Pol PP. Lapis pertama soal perundang-undangan. Intrumen yang secara spesifik ada undang-undang daerah UUD, serta prinsip-prinsip HAM yang sudah ratifikasi,” papar Mufty mengawali presentasinya. Pada prinsipnya, lanjut Mufty, Satpol PP merupakan aparat pemerintah yang terikat dengan pemenuham HAM oleh negara terhadap Warga Negara Indonesia (WNI). Satpol PP juga merupakan individu/manusia, yang juga mempunai HAM yang harus di penuhi juga. Selain itu, pengaturan HAM berupaya memastikan bahwa tidak terjadi pelanggaran HAM terhadap Satpol PP itu sendiri. “HAM, kalau kita menegakan HAM dengan baik, itu bukan hanya mengoyak-oyak sering kita dengar namun bisa juga kita aplikasikan dalam pemerintahan. Serta secara santun dalam mewujudkan ketertiban, ketentraman, dan keamanan, Pemda harus menata ulang perekrutan, pendidikan, dan pelatihan bagi Satpol PP, agar kelengkapan daerah ini benar-benar hadir untuk kepentingan rakyat, bukan hanya sebagai alat kekuasaan semata,” jelasnya. [caption id="attachment_218376" align="aligncenter" width="300" caption="Mufti Makarim tengah menjelaskan tentang isi buku Panduan Hak Asasi Manusia untuk Satuan Polisi Pamong Praja"]
Sementara di tengah diskusi seputar Satpol PP, salah satu perwakilan Satpol PP pun akhirnya turut mengungkapkan pengalamannya. Salah satunya Untung Sumargono. "Saya PNS 25 tahun, 7 tahun di Satpol PP. Saya juga kadang bawa anggota untuk melakukan operasi saya selalu memberikan masukan sama anggota. Pertama soal keselamatan dalam perjalanan, saat di lpangan anda berhadapan dengan warga anda sendiri jangan sampai melukai bahkan menyinggung hatinya, kadang kami juga dapat masukan dan teguran dari masyarakat. Sebelum melakukan operasi kita memberikan sosialisasi kepada masyarakat," ungkapnya.
Untung menambahkan, beberapa hal yang tidak boleh digunakan untuk berdagang bahwa trotoar itu bukan untuk berdagang, parkir juga tidak bisa. Kemudian kalau operasi Miras itu tidak boleh dijual warung-warung yang umum. Mungkin itu langkah-langkah yang Satpol PP di kabupaten. Terus soal demo saat mau merusak maka kami dalam rangka pengaman dan pelarangan bangunan, soal prostistusi kami jika melakukan operasi jika ada maka kami akan bawa ke tempat panti silih asih di palimanan yang diberi ketrampilan saat di sana kuran lebih selama 3 bulan, soal tindakan kejahatan setelah jam 11 malam tidak boleh ada perkumpulan motor-motor yang lebih dari 2 jika ada maka akan kami datangi dan diperiksa surat-surat atau barangkali ada pesta narkoba.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H