Terlihat ada seorang anak yang menukuk lututnya di pojok ruangan. Bahunya terlihat bergetar. Sudah hampir 15 menit ia berada di posisi tersebut. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu “Tok.. tok.. tok..” Tidak ada sahutan dari dalam kamar. Kemudian terdengar lagi ketukan dari pintu dan panggilan untuk sang anak. “Tok.. tok.. Kala kamu di dalam nak? Boleh tante masuk?” Hening. Belum ada sahutan dari dalam kamar.
Tante sarah menghela nafas, kemudia ia berbalik arah dari kamar tersebut. Tapi sebelum itu, terdengar bunyi kunci diputar. Niskala, anak yang ada di dalam kamar tersebut membuka pintu dengan perlahan. Tante Sarah langsung berbalik ke arah kamar itu lagi. Ia melihat sang keponakan yang terlihat sangat berantakan. Mata itu, terlihat sayu dan lelah. Tante Sarah yang melihat itu langsung memeluk sang keponakan dengan erat sambil meneteskan air mata.
Anak tersebut bernama Niskala Alemana, berumur 12 tahun. Ia tinggal bersama tantenya yang bernama Sarah Andina, dan om nya yang bernama Ardi Zahril.
Kemana orangtua Kala? Sejak Kala di dalam kandungan ayahnya pergi meninggalkan dia dan ibunya, entah tau kemana. Sedangkan ibunya meninggal setelah melahirkan dia. Ia hanya hidup bersama tante dan om-nya.
Sore menjelang petang, Kala hanya diam di dalam kamarnya setelah berpelukan dengan sang tante. Rasanya lebih baik dari sebelum sang tante memeluknya.
Tante Sarah berjalan menghampiri Kala sambil membawa coklat panas. Ia tersenyum lembut ke arah Kala. Senyum yang membuat hati Kala tenang. “Ini untuk anak cantiknya tante,” harum coklat panas kesukaan Kala tercium. Kala menerima dengan senyum kecil. Kala menyeruput coklat panas dengan diam, tante kala terus memperhatikan apa yang Kala lakukan.
Tante Sarah mengelus rambut panjang Kala dengan sayang. “Boleh Kala cerita ke tante apa yang buat Kala sedih?” Tanya tante Kala membuka percakapan.
Kala menaruh cangkir coklat panas di samping meja. “Boleh Kala bertanya soal ayah, tante?” tanya balik Kala. Tante Sarah terdiam. “Boleh,” jawab tante Sarah sambil tersenyum setelah berdiam beberapa saat.
“Kenapa ayah pergi tante? Apa karena Kala tante, ayah pergi dari ibu? Apa karena Kala ada di dunia ini tante? Kenapa Ibu juga tinggalin Kala sendiri di sini tante? Aku butuh sosok mereka, tante!” Cecar beruntun pertanya dari Kala ke pada sang tante dengan derai air mata.
Tante Sarah tidak bisa memendung tangisnya di hadapan Kala, saat mendengar pertanyaan-pertanyaan
dari sang keponakan sembari melihat ada banyak luka di mata Kala. “Kala disini tidak sendiri sayang. Ada tante Sarah dan Om Ardi yang bisa menggantikan posisi ayah dan ibumu nak.” jawab sang tante.
“Ayahmu meninggalkan ibumu dan kamu karena ia lebih memilih wanita lain dari pada ibumu, tetapi itu sudah keputusannya Kala. Ibumu juga yang memilih untuk pergi dari hadapan ayahmu sayang. Ayahmu lelaki yang kasar, ia tidak pantas untuk menjadi pendamping ibumu nak, apalagi menjadi ayahmu,” Jelas sang tante kepada Kala.
Kala terdiam mendengar itu. “Kamu adalah anak yang jauh lebih beruntung dari anak-anak lain Kala. Kamu masih punya tante dan om, yang selalu sayang sama kamu Kala, dan kami sudah menganggap kamu seperti anak kami sendiri. Kamu masih punya tempat tinggal, sekolah, dan lainnya sayang. Belum tentu orang lain di luar sana sama seperti kamu nak.” lanjut tante Sarah dengan nada yang lembut dan menenangkan.
Mendengar hal itu Kala termenung mendengar nya. Tante Sarah yang melihat itu, memeluk sang keponakan dengan sayang. Om Ardi mendengar percakapan dua orang didalam sana dengan mata yang berkaca-kaca.
Ponakannya sudah besar. Ia ikut bergabung bersama istri dan keponakan yang sedang berpelukan itu. Setelah sudah lebih tenang, mereka melerai pelukan tersebut dan saling menatap dengan tersenyum.
“Kala amat sangat berterimakasih dengan om dan tante yang selalu sayang dengan Kala. Kala bersyukur masih ada kalian di hidup Kala. Terlepas Kesalah Ayah, aku ngga akan benci dengan beliau. Aku akan tetap sayang dengan ayah, seperti aku menyayangi ibu dan kalian berdua,” ujar Kala sambil tersenyum manis. Tante dan om tersenyum haru atas apa yang Kala ucapakan.
“Besok ikut om dan tante ya ke suatu tempat,” ucap om Ardi “Kemana om?” tanya Kala
Panti Asuha Bakti Cahaya. Tempat ini yang mereka kunjungi. Setelah turun dari mobil, Kala melihat anak-anak seusianya sedang bermain di teras panti asuhan tersebut. Tak hanya anak yang usianya sama dengannya, ada anak yang lebih muda darinya maupun lebih tua dari umurmya, anak bayi pun ada disini. Om dan tante mengajak Kala masuk ke panti asuhan. Terdengar tangisan anak bayi di arah ruangan sebelah.
Kala melihat dari jendela banyak sekali bayi-bayi. Ada yang sedang main, menangis, dan berlari kesana-kemari. Kala bertanya “Kemana orangtua mereka tante?” tanya Kala kepada sang tante. Tante Sarah tersenyum mendengar pertanya sang ponakan.
“Mereka tidak punya orang tua Kala, ibu pengasuh itu orang tua mereka, keluarga mereka adalah orang-orang di panti asuhan ini Kala,” jawab tante Sarah sambil melihat bayi-bayi diruangan tersebut. Kala termenung mendengar jawaban sang tante.
Om Ardi yang melihat Kala terdiam itu mulai angkat bicara “Mereka di sini tidak ada sanak saudara Kala, hidup sebatang kara dari mereka lahir di dunia. Ada yang setelah lahir di titipkan di panti asuhan ini, ada yang terbuang oleh orangtuanya, dan masih banyak lagi,” Sahut Om Ardi.
Air mata Kala meluruh, ia tidak menyangka ternyata masih banyak anak di dunia ini yang nasibnya lebih kurang baik darinya. Yang seharusnya anak di usia mereka mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtua, tapi mereka malah di telantarkan begiti saja. Anak yang belum mengerti apapun di dunia ini, malah harus menanggung beban yang besar. Orangtua yang menjadi peran utama untuk anaknya, malah membuang mereka begitu saja tanpa rasa belas kasih.
Kala bersyukur masih ada tante dan om-nya yang bisa menggantikan peran orang tua untuknya. Ia berterima kasih kepada tuhan, masih bisa diberikan orang yang tulus menyayangi ia dan memberi ia kasih sayang. Kala amat bersyukur.
Tuhan memberikan kita hidup di dunia ini dengan penuh kejutan, memberikan takdir yang tidak bisa kita pilih sendiri, tapi kita bisa mengubah takdir tersebut dengan hati yang damai dalam mengahadapi keadaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H