Mohon tunggu...
Rikat Ali Ikwan
Rikat Ali Ikwan Mohon Tunggu... -

cogito ergo sum - aku ngeblog maka aku ada

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Sepakbola Minus Persatuan

31 Januari 2012   18:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:13 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia. PSSI. Tokoh-tokoh sepakbola sadar pentingnya persatuan ketika membentuk organisasi sepakbola tertinggi di Tanah Air pada 1930. Kata "Persatuan" diletakkan paling depan, sebelum kata "Sepakbola".

Padahal, bisa saja waktu diberi nama, misalnya, Perhimpunan Sepakbola Indonesia, Asosiasi Sepakbola Indonesia dan sebagainya. Mengapa Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia? Filosofinya jelas bahwa persatuan di atas segala-galanya. Baru setelah ada persatuan, sepakbola bisa maju.

Kini, yang terjadi adalah sebaliknya: Sepakbola minus persatuan. Sepakbola marak, tapi persatuan tidak ada. Perpecahan akut terjadi di sepakbola Indonesia. PSSI bukan lagi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia, tapi Perpecahan Sepakbola Seluruh Indonesia.

Sepakbola Indonesia saat ini memang marak. Ada Indonesia Super League (ISL) yang diiukuti 18 klub. Di bawahnya ada Divisi Utama versi PT LI yang terbagi pada dua wilayah.

Juga ada Indonesia Premier League (IPL) yang diikuti 12 klub. Di bawahnya ada Divisi Utama versi PT LPIS yang terbagi dalam pada tiga wilayah.

Di bawahnya lagi masih ada liga amatir yang terbagi dalam tiga divisi: Divisi I, Divisi II, dan Divisi III. Puluhan, mungkin ratusan, klub ikut meramaikan liga amatir ini, dari Divisi III hingga Divisi I.

Namun sayang, banyaknya aktivitas sepakbola itu tidak dilandasi persatuan yang kaut. Sepakbola Indonesia menjadi hambar, menyebalkan, dan tidak berprestasi.

Pada saat yang sama, masyarakat kebingungan, mana sebenarnya pihak yang paling bersalah dalam situasi ini. Batas antara protagonis dan antagonis begitu tipis dalam lakon huru-hara sepakbola Indonesia saat ini.

Kalau sekenario film, ini benar-benar canggih. "Penonton" dibawa tidak paham mana protagonis dan mana antagonis. "Penonton" juga tidak bisa menebak akhir dari cerita konflik ini.

Tapi, "penonton", dalam hal ini masyarakat pecinta sepakbola Indonesia sebenarnya bisa masuk dan menjdi aktor penting untuk membuat ending konflik sepakbola, sekaligus menjadi pemenang yang sesungguhnya. Pecinta sepakbola bisa menjadi aktor yang mempersatukan sepakbola Indonesia. Caranya?

Master Mind
Pusaran konflik sepakbola Indonesia saat ini sebenarnya hanya ada di dua titik: AP dan NB. Ya, AP dan NB, dua pengusaha superkaya Indonesia. Dua-duanya cinta sepakbola, dua-duanya tergila-gila terhadap sepakbola. Dua-duanya juga punya obsesi memajukan sepakbola Indonesia.

NB sudah lama berkiprah dan berkuasa di otoritas sepakbola Indonesia: PSSI. Namun, kehilangan peran di PSSI sejak tahun lalu barangkali menjadi hal yang tidak biasa baginya.

Di sisi lain, AP merasa memiliki konsep yang lebih baik. Berpuluh-puluh tahun prestasi PSSI terus saja stagnan. Ia geregetan ketika Nurdin Halid yang memiliki back up partai politik besar terus saja berambisi mengangkangi PSSI.

AP ingin agar sepakbola lebih maju, tapi rezim Nurdin Halid bersama NB dilihat sebagai penghalang besar. "Perang" di sepakbola Indonesia pun tak terelakkan.

Ternyata, kongres PSSI di Solo 9 Juli 2011 yang memilih Djohar Arifin sebagai ketua umum bukan akhir dari "perang" itu. Ini hanya awal dari "perang" yang lebih besar dan lebih luas. PSSI dilawan KPSI, IPL kontra ISL, Divisi Utama LPIS kontra Divisi Utama LI.

Bukan hanya itu. Ada juga Persija vs Persija, Arema vs Arema, PSMS vs PSMS, dan sejumlah "klub kembar" lainnya.

Dalam semua "perang" itu, publik sadar ada AP dan NB. Publik yakin mereka berdua lah master mind-nya, merekalah dalangnya.

Sayang sekali, orang yang sama-sama memiliki kemampuan finansial super besar dan  sama-sama memiliki obsesi besar memajukan sepakbola Indonesia harus terlibat dalam "perang" besar di jagad sepakbola Tanah Air.

Bagaiman menyelesaikan masalah ini? Harus ada kekuatan lebih besar yang turun tangan. Menteri Pemuda dan Olehraga saja tidak cukup. Sudah saatnya Presiden Republik Indonesia turun tangan.

Sudah sampai taraf itukah? Ya. Di Indonesia, sepakbola sudah menjadi "hajat hidup orang banyak". Lebih dari itu, ini juga menyangkut persatuan dan kesatuan bangsa. Prestasi sepakbola juga menjadi pride bangsa di percaturan dunia.

Apa yang bisa dilakukan presiden adalah mempertemukan AP dan NB. Pertemuan SBY-AP-NB mungkin bisa mencairkan konflik sepakbola yang sudah sangat merisaukan ini. Di sinilah pecinta sepakbola bisa berperan. Bentuknya, meminta Kepala Negara Republik Indonesia menjadi pendamai AP dan NB. Kalau ini bisa terlaksana dan membuahkan hasil positif, 75 persen masalah sepakbola Indonesia selesai.

KLB
Salah satu isu panas yang sekarang bergulir di sepakbola Indonesia adalah Krongres Luar Biasa atau KLB. KPSI sebagai motor gerakan ini menilai sejumlah keputusan PSSI melanggar statuta sehingga perlu ada KLB untuk menggulingkan Djohar Arifin dan kabinetnya.

Benarkah ada pelanggaran statuta? Ini akan menyangkut interpretasi terhadap statuta itu sendiri. Bisa jadi, tafsir antara satu orang dengan orang lain berbeda.

Yang pasti, penggalangan menuju KLB bukanlah pekerjaan murah. Dibutuhkan dana besar menuju ke sana. Dan, pasti ada bandar besar di balik ini semua.

Publik tahu bahwa salah satu problem mendasar dari sepakbola Indonesia adalah integritas. Banyak pengurus klub (dan pengda PSSI) yang terbiasa mencari duit instan dari sepakbola.  Mulai dari pengucuran APBD untuk klub tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas hingga rekayasa keuangan lainnya.

Bagi pengurus klub sepakbola (dan pengda PSSI), isu KLB itu seksi karena menjanjikan gelontoran amplop tebal berisi dolar. Mereka tahu cara “memanfaatkan” kekuatan besar dua orang super kaya yang tengah mempertaruhkan gengsi dan harga diri. Tapi, entah sadar atau tidak, ini akan menghancurkan sepakbola Indonesia.

Pendongkelan ketua umum PSSI di tengah jalan hanya akan menciptakan preseden yang teramat buruk bagi sepakbola Indonesia ke depan. Siapa pun yang memiliki sumberdaya keuangan yang besar bisa "membeli" 2/3 suara dan menjatuhkan ketua umum di tengah jalan. Kalau ini terjadi, maka PSSI akan terus bergejolak.

KLB untuk mendongkel ketua umum PSSI bukanlah solusi, tapi masalah. Kinerja pengrus PSSI memeng harus terus dikritisi, tapi levelnya bukan KLB untuk tujuan pendongkelan, tapi kritik yang tajam dan koreksi yang efektif. Biarlah pergantian ketua umum terjadi secara reguler, terukur, dan baku empat tahunan.

Lagi-lagi, gerakan KLB akan padam jika dua master mind konflik bisa dipertemukan dan bisa menyepakati solusi menyeluruh.

Solusi Persatuan
Solusi persatuan diperlukan tentu saja karena ada ketidakbersatuan. Yang paling utama tentu menyatukan sistem liga Indonesia. Ada ISL vs IPL, ada DU - LI vs DU - LPIS.

Solusinya, buatlah liga yang sama sekali baru hasil penggabungan dua sistem liga yang ada. Namanya bisa dipilih sesuai kesepakatan. Bisa kembali dengan nama Liga Indonesia atau LigaPro.

Petama-tama, biarkan kedua liga itu (IPL dan ISL) menyelesaikan kompetisinya. Di akhir kompetisi, sembilan klub teratas dari ISL dan sembilan klub teratas dari IPL digabung menjadi, misalnya, di Seri A LigaPro. Sisanya ditambah 6 klub promosi dari (lima grup) Divisi Utama masuk Seri B LigaPro.

Sedangkan Divisi Utama yang ada lima grup (tiga di bawah IPL dan dua di bawah ISL) tetap dipertahankan. Atau, kalau mungkin disederhanakan menjadi empat grup saja, karena jumlah klubnya sudah berkurang 6 yang promosi ke Seri B Liga Pro.

Untuk operator, bisa saja PSSI memilih PT LPIS menjadi operator/promotor Seri A LigaPro dan PT LI menjadi opertor/promotor Seri B LigaPro.

Dalam konteks ini, harus diingat, hak memutar kompetisi sebenarnya tetap ada di PSSI, namun penyelenggaraanya bisa diserahkan pihak ketiga sebagai operator/promotor liga. PSSI sendiri bertindak sebagai regulator sekaligus pemegang otoritas.

Begitu juga dengan Divisi Utama. PSSI bisa menunjuk atau membuka tender bagi calon operator/promotor yang berminat. Bisa PT LPIS atau PT LI atau PT lainnya.

Lalu, bagaimana menyelesaikan problem "klub kembar"? Sebaiknya PSSI tetap mengakomodir keduanya. Opsi pertama, bisa merger. Atau kalau tidak bisa, opsi kedua, dua klub kembar itu tetap eksis, tapi masing-masing  harus menyematkan nama pembeda. Misalnya, Arema Indonesia. Keduanya tidak boleh lagi memakai nama Arema Indonesia, tapi, misalnya Arema Malang dan Arema FC. Ini solusi paling masuk akal.

Tapi, di atas segala-galanya, semua itu tidak akan terjadi jika hasrat bersatu itu tidak ada.Ingat, “persatuan” adalah kata pertama dalam Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia. Dan, itu kuncinya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun