Mohon tunggu...
Ali AzharSyihabuddin
Ali AzharSyihabuddin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa biasa

Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam di UIN Bandung, suka baca dan beli buku, pernah kelaparan gara-gara beli buku di akhir bulan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebelum Maghrib

7 Agustus 2024   20:27 Diperbarui: 8 Agustus 2024   07:02 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tiga hari berlalu semenjak Udin hilang. Ali masih terus merasa bersalah atas kehilangan Udin, begitu juga Bagus. Sesaat sebelum Udin hilang Ali dan Bagus masih bermain bersama. Mereka bermain bola bersama, hanya mereka bertiga, di lapangan hingga menjelang maghrib.

Sewaktu mereka bermain Ali dan bagus berecana menjahili Udin. Mereka berfikir untuk menendang bola milik udin, yang mereka mainkan bersama, ke bukit yang berada di dekat lapangan. Bukit itu tidak terlalu tinggi, ada jalan setapak tempat orang mendaki bukit itu. Di atas bukit ada satu pohon beringin tua dan besar. Di sekeliling pohon beringin tidak ada pohon lain.

Ali memberikan bola ke Bagus dan Bagus menendang bola itu sekuat mungkin. Bola itu tepat jatuh di dekat pohon beringin. Angin maghrib yang dingin mulai berhembus, dengan segenap ketakutan dan keberaninan yang dipaksakan Udin berlari sekencang mungkin untuk mengambil bolanya. Udin mengabaikan peringatan orang tua di kampung untuk tidak berkeliaran disaat menjelang maghrib, terlebih lagi mendekati Pohon Beringin keramat itu. Ali dan Bagus langsung lari meninggalkan Udin, begitulah memang rencana mereka. Semenjak saat itu mereka tidak pernah melihat Udin lagi.

Ali dan Bagus tahu Udin hilang karena ulah mereka. Gara-gara merekalah Udin mendekati Pohon Beringin Tua di atas bukit pada jam menjelang Maghrib. Dengan terpaksa Ali dan Bagus merencanakan untuk mencari Udin.

“Bagaimanapun kita harus membawa Udin pulang, mungkin mustahil tapi kita tidak punya pilihan selain menyelamatkannya. Kalau tidak kita akan diselimuti rasa bersalah seumur hidup kita dan aku tidak mau seperti itu,” jelas Ali

Bagus mengangguk pelan.

Mereka memulai perjalanaan saat menjelang maghrib dan berencana bertemu di dekat bukit. Ali tiba lebih dulu di tempat yang sudah ditentukan, lima menit kemudian Bagus menyusul sambil terengah-engah. Bagus bilang dia hampir ketahuan oleh orang tuanya, tapi tidak perlu khawatir karena dia telah membuat boneka di atas kasurnya untuk mengelabui orang tuanya.

Mereka mulai mendaki melewati jalan setapak yang ada disekitar bukit. Hari sudah mulai gelap, Ali dan Bagus menyalakan senter yang mereka bawa. Hawa menyeramkan mulai menerkam kulit mereka sehingga membuat bulu kuduk mereka merinding. Semakin tinggi mereka mendaki udara semakin dingin, perubahan suhu sangat terasa dengan cepat, padahal baru mendaki beberapa meter rasa dingin sudah semakin tajam. Kesunyian menghantui kepala mereka. Ali berada di depan Bagus, mereka berjalan selangkah demi selangkah. Bukit itu hanya ditumbuhi rumput ilalang yang panjang, sehingga mereka bisa melihat kampung mereka dari atas bukit. Sesaat mereka terpesona dengan pemandangan kampung mereka dari atas bukit.

Dengan penuh kesabaran mereka tiba di atas bukit tepat di sebelah Pohon Beringin besar dan tua itu. Hawa mengerikan semakin kejam menyelimuti mereka. Dengan segenap keberanian mereka mulai berkeliling di sekitar pohon. Namun, mereka baru menyadari kalau di balik bukit itu ada hutan belantara yang lebat.  

TOLOOOONG!!

Ali dan Bagus kaget. Mereka tahu itu suara Udin, ya, tidak salah lagi Udin meminta tolong. Belum lagi berbicara, kabut tebal langsung menyelimuti mereka, sangking tebalnya kabut itu sampai menghalangi pandangan mereka. Akibat nya mereka terpisah, Ali berteriak memanggil nama Bagus dan sebaliknya, mereka saling mencari mendekati suara masing-masing. Akhirnya mereka bertemu kembali, mereka saling berpelukan dan menangis ketakutan. Seketika kabut itu hilang dari pandangan mereka. Namun, mereka sudah tidak di atas bukit lagi, tapi mereka berada di tempat lain. Mereka berada di tengah hutan dan teriakan Udin masih terdengar.

***

Orang tua Bagus mulai panik saat tidak menemukan Bagus di rumah. Mereka mencari di dalam dan sekitar rumah, lalu bergegas ke rumah Ali setelah ayah Bagus menduga Bagus mungkin di sana. Di rumah Ali, mereka menemukan kamar Ali kosong dan jendela terbuka. Setelah menduga anak-anak pergi ke pohon beringin di atas bukit, mereka langsung menuju ke sana dengan membawa senter dan senapan angin untuk berjaga-jaga.

***

Ali dan Bagus kaget melihat sekeliling mereka. Mereka berada di tengah hutan antah-berantah. Mereka hanya dikelilingi pohon besar dan kegelapan yang menakutkan. Suara pertolongan Udin masih terdengar, bunyinya dari balik sebuah poho besar. Ali menyalakan senter lagi dan bersama Bagus menuju Sumber suara Udin.

Saat melihat di balik pohon ternyata ada sebuah gua besar. Hawa mengerikan mengalir ke tubuh mereka. Bagus berfirasat buruk. Sesaat mereka saling bertatap-tatapan dan akhirnya menagguk. Mereka sepakat untuk masuk ke gua tempat suara Udin berasal.

AAAAAHHHHHH!!!

Mereka berteriak kompak. Ternyata, baru saja sekumpulan kalelawar kecil dengan mata merah menyala melewati kepala mereka. Senter terjatuh namun masih menyala. Ali mengambil senter dan melanjutkan jalan mereka.

Semakin dalam mereka masuk suara pertolongan Udin semakin kencang dan jelas. Bagus dan Ali semakin yakin itu Udin. Mereka sampai di ujung gua. Di sana sangat gelap, saat senter di arahkan pada sebuah celah bebatuan mereka melihat udin sedang menangis meminta tolong. Dengan sigap Ali dan Bagus mendekati Udin sambal memanggil namanya. Udin masih hidup, masih dengan baju yang ia gunakan terakhir kali dan masih dengan Bola miliknya.

Mereka saling berpelukan. Udin menangis makin kencang.

“Makasih ya, kalian udah mau jemput aku. Aku takut, dari kemarin aku sendirian di sini”

“Ga usah bilang makasih Din, kami yang salah. Harusnya kami ga jail” kata Ali.

“Tapi gimana caranya kau nyampe sini Din?” tanya Bagus memecah rasa haru.

Hening sejenak.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk kabur dari gua itu. Mereka bertiga berlalri menuju luar gua dan terus berlari sampai tempat awal Ali dan Bagus muncul. Tapi mereka bertiga bingung bagaimana caranya mereka kembali ke kampung mereka.

***

Ayah Bagus dan Ayah Ali telah sampai di Pohon Beringin, di puncak bukit. Ayah Udin juga ikut serta karena dia penasaran apakah anaknya benar-benar hilang di hutan di balik bukit angker ini. Sesat mereka mengagumi keindahan pemandangan malam hari dari atas bukit lalu melanjutkan pencarian ke sekitar pohon beringin. Mereka tidak menemukan apapun. Mereka berteriak memanggil ketiga nama anak yang hilang itu.

***

Di tengah kebingungan muncul babi hutan besar dengan mata merah dari semak-semak. Babi itu mengejar mereka bertiga. Di tengah pelarian mereka mendengar seseorang memanggil nama mereka bertiga tetapi samar. Mereka manjat ke salah satu pohon untuk menghindari kejaran babi hutan yang besar itu.

Bagus seketika sadar kalau suara tadi adalah suara ayahnya.  Bagus merasa barangkali mereka terhubung dengan kampung mereka. Akhirnya Bagus punya ide.

“Ayah!!! Bilang Tolong!!” Bagus berteriak sekuatnya.

Babi itu masih menghantam pohon tempat mereka manjat.

Bagus bertanya apa yang dilakukan Bagus. Alih-alih menjelaskan Bagus malah menyuruh kedua temannya juga melakukan hal yang sama. Akhirnya mereka bertiga melaukannya.

***

Awalnya Ayah Bagus merasa dia salah dengar, tapi setelah didengar lebih seksama lagi akhirnya ayah bagus sadar kalau itu teriakan anaknya. Awlnya suara itu samar dan sulit dimengerti, setelah beberapa saat akhirnya ayah Bagus memahami teriakan tersebut. Sedikit merasa bingung tapi tidak ada salahnya mencoba, pikirnya. Akhirnya ayah Bagus mulai berteriak begitu pula ayah Ali dan ayah Udin juga diajaknya untuk berteriak Tolong.

***

Di atas pohon yang hampir tumbang, Ali, Bagus dan Udin berdoa akan keselamatan mereka. Seketika mereka mendengar suara ayah mereka dan sebuah kabut tebal datang menghampiri mereka. Kabut itu menyelimuti mereka bertiga. Dan dalam hitungan detik mereka langsung berada di bukit keramat yang ada di kampung mereka.

***

Sebuah teriakan terdengar samar oleh ayah Ali, ayah Bagus dan ayah Udin. Mereka menyadari hal yang sama. Tiba-tiba suara hantaman keras datang dari atas pohon beringin. Setelah disenter ternyata ketiga anak yang hilang: Ali, Bagus dan Udin. Ketiga ayah mereka langsung mengucap syukur diikuti dengan memanggil masing-masing nama anak mereka.

Setelah diturunkan dari pohon mereka semua saling berpelukan, tangisan haru pecah di bawah pohon beringin itu. Saat ditanya apa yang terjadi ketiga anak itu hanya diam dan lagipula mereka sepertinya kebingungan menjelaskan apa yang mereka alami. Akhirnya mereka dibawa pulang dengan selamat.

Seminggu kemudian, warga sepakat untuk menebang pohon beringin tersebut. Setelah mendengar cerita ketiga anak itu warga akhirnya tahu kalau Pohon Beringin itu ialah gerbang ke tempat para jin berada. Bagi orang tua yang kehilangan anaknya puluhan tahun lalu akhirnya pasrah dan ikhlas. Mereka yakin anak mereka telah tiada di dunia para Jin. Ali, Bagus dan Udin bermain seperti biasanya. Namun, mereka tidak akan pernah melupakan kejadian tersebut sampai kapanpun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun