Mohon tunggu...
ALI KUSNO
ALI KUSNO Mohon Tunggu... Administrasi - Pengkaji Bahasa dan Sastra Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur

Pecinta Bahasa 082154195383

Selanjutnya

Tutup

Politik

Surat Terbuka, Jangan Bilang Mereka Gila

23 November 2018   14:48 Diperbarui: 23 November 2018   16:13 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surat Terbuka 

Yth. Tim Kampanye Pasangan

Calon Presiden dan Wakil Presiden

Bapak Ibu para politisi yang saya hormati. Jujur beberapa hari ini saya ikut terusik dengan perdebatan adanya ketetapan KPU yang menyatakan penderita disabilitas gangguan jiwa mempunyai hak suara dalam Pemilu 2019. 

Perkenalkan, saya Ali Kusno umur 35 tahun tinggal di Samarinda. Alhamdulilah saya menulis ini dalam kondisi sehat jiwa raga. Saya menulis ini mewakili perasaan orang-orang yang beberapa hari ini kalian gunjingkan sebagai 'orang gila'. Saya menulis ini sebagai bentuk penyuaraan penyandang disabilitas gangguan jiwa di Indonesia. Saya menulis ini menyuarakan kegelisahan keluarga-keluarga mereka yang enggan bersuara.

Bapak Ibu para politisi yang sibuk mencari sensasi. Bapak saya sudah sejak tahun 2003 menderita gangguan kejiwaan. Masuk rumah sakit jiwa sudah tidak terhitung. Saya sering menemani di rumah sakit jiwa kalau Bapak sedang dirawat. Alhamdulillah, saat ini Bapak saya dalam kondisi sehat. Bersosialisasi dengan masyarakat. Sesekali ke sawah. Sholat jamaah di masjid. Bapak saya juga sangat suka menonton berita di televisi. Termasuk menonton tingkah polah kalian. Bapak saya tentu menonton di televisi bagaimana kalian berargumen tentang hak pilih bagi penderita disabilitas gangguan jiwa. Perlu kalian tahu, dulu waktu Bapak sebelum sakit suka bicara politik seperti kalian.

Bapak Ibu yang super waras. Perkenankan saya menyampaikan beberapa unek-unek. Pertama, Saya mau menyentil penggunaan diksi 'gila' yang beberapa hari ini naik daun berseliweran di televisi, koran, media massa daring, juga di media sosial. Asal mulanya tentu dari kalian para politisi yang kemudian dimuat media massa dan disebarluaskan para pemuja di media sosial dengan menyebarkan beragam video dan foto para penderita ODGJ untuk kalian jadikan bahan 'candaan' politik. Tidak usah menunduk, sudahlah ngaku saja.

Kalian harus tahu, penyebutan dengan diksi itu sangatlah menyakitkan. Menyakitkan bagi penderita, menyakitkan pula bagi keluarga. Kalian yang dengan begitu enteng menyebut 'orang gila'. 

Perlu kalian tahu, tidak semua penderita gangguan kejiwaan itu permanen. Seperti yang kalian bayangkan, maaf, berjalan tidak menggunakan baju ke sana ke mari. Kami haram menyebut mereka 'gila'. Kami menyebut mereka ODGJ, Orang Dengan Gangguan Jiwa. Banyak mereka yang sudah sembuh dan berjuang untuk kesembuhan. Jadi, bapak ibu politisi, media massa, dan netizen, bijaklah memilih kata.  

Kedua, tim pemenangan salah satu pasangan capres cawapres, yang merasa dirinya waras, mempersoalkan hak suara bagi penyandang ODGJ. Menurut kalian, orang yang mengalami gangguan jiwa bisa asal-asalan mencoblos dan tidak mengetahui siapa yang mereka pilih. Menurut kalian, jika ODGJ diberi hak pilih, hasil Pemilu bisa diragukan kualitasnya. 

Menurut kalian, bila ODGJ memilih bisa terjadi pelanggaran azas Pemilu jujur dan adil. Menurut kalian, orang dengan gangguan kejiwaan tidak seharusnya diberikan hak pilih. Menurut kalian, pemberian hak pilih kepada ODGJ akan memberi peluang terjadinya manipulasi. Kotor sekali pikiran kalian. Beranggapan hak suara ODGJ akan diarahkan atau diwakili untuk memilih partai atau paslon tertentu karena tidak sadar apa yang mereka lakukan.

 Aduhai Bapak Ibu yang merasa waras.

Bukankah kalian tahu, Undang-undang Pemilu tidak melarang penderita ODGJ masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Hak pilih diatur sebagai hak konstitusional warga negara dalam UU Pemilu. Perdebatan itu rasanya terlambat. KPU hanya menjalankan dan mematuhi putusan yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Kontitusi (MK). Prinsipnya penderita disabilitas tetap dilayani, apapun jenisnya, termasuk disabilitas gangguan jiwa.

KPU pun sudah mengatur, penggunaan hak pilih disesuaian dengan hari H pemungutan suara berdasarkan rekomendasi dokter yang merawat. Jika pada hari H yang bersangkutan dalam kondisi 'waras', mereka akan mendapatkan hak pilihnya. Begitu pula sebaliknya. KPU kan sudah menjelaskan, pendataan melihat sikon. Bila saat pendataan yang bersangkutan sedang 'kambuh', tentu tidak mungkin ditanya sendiri. Bisa bertanya kepada keluarga/dokter/tenaga medis yang merawatnya.

Bapak Ibu yang waras. KPU kan sudah menjelaskan, disabilitas gangguan jiwa harus ada penjamin oleh pihak yang punya otoritas (dokter) bahwa yang bersangkutan pada hari H sedang waras dan karenanya yang bersangkutan cakap melakukan tindakan hukum untuk memilih.

Kalau kalian tidak setuju dengan aturan itu, kan kalian tahu harus bagaimana? Kalian kan tahu undang-undang itu siapa yang buat. Kalau kalian takut ada pengiringan suara, kan ada saksi-saksi kalian. Kalian harusnya tahu harus bagaimana. Katanya waras?

Bapak Ibu yang merasa waras. Sebenarnya, perdebatan ini lebih merupakan representasi masyarakat kita yang sampai sekarang menganggap sebelah mata terhadap saudara-saudara kita yang mengidap ODGJ. Penderita ODGJ dianggap sampah bagi masyarakat. Bahkan keberadaan mereka dianggap aib bagi keluarga dan lingkungan. Kalau mereka diberi pilihan, mereka juga tidak mau kok sakit seperti itu.

Beragam pikiran negatif itulah yang harusnya kita ubah. Mari jadikan Pemilu 2019 menjadi momentum yang pas untuk menyetarakan saudara-saudara kita yang mengidap ODGJ. Rangkul mereka. Sapa mereka. Ajak mereka bicara. Gitu.

Kalian harus sadar. Kalimat-kalimat kalian yang melecehkan ODGJ sangatlah menyakitkan. Tapi, alhamdulillah mereka tidak perlu berdemo berjilid-jilid. Mereka sudah biasa disakiti. Sakit mereka itu sudah sangat menyakitkan. Kalian tidak akan sanggup. Cukup mereka yang merasakan.

Begitu menderitanya mereka tidak bisa tidur nyenyak seperti kalian. Begitu menderitanya mereka berjuang melawan pikiran-pikiran negatif yang datang. Nah, ini kalian yang waras malah mengundang-undang pikiran negatif tiap hari. Kalian tidak perlu menunggu keluarga kalian atau kalian sendiri sakit seperti mereka, baru bisa berempati, kan?

Bapak Ibu yang merasa waras. Kalian perlu banyak mendengar aspirasi Komunitas-komunitas Peduli Skizofrenia yang ada di Indonesia. Bagaimana perjuangan mereka untuk sembuh. Bagaimana perjuangan mereka untuk bisa dianggap oleh keluarga. Bisa tetap berkarya dengan segala keterbatasannya. Bagaimana perjuangan anggota keluarga mendukung kesembuhan.

Bapak Ibu yang memang waras. Sudahi perdebatan yang tidak berguna ini. Kami lebih membutuhkan program-program kalian untuk memperjuangkan para penderita ODGJ. Program bagaimana mereka dapat pengobatan gratis. Program memperbanyak fasilitas kesehatan dan pengobatan yang mudah dijangkau. Kalau perlu di setiap kecamatan ada dokter yang siap menangani mereka. Program pemberdayaan dan pelatihan bagi mereka yang sudah sembuh untuk berkarya. Program sosialisasi agar keluarga dan masyarakat lebih peduli. Program meluruskan persepsi negatif yang selalu disematkan bagi ODGJ. Program bagi orang-orang yang waras seperti kalian agar tidak ikut-ikutan sakit seperti saudara kami yang ODGJ.

Bapak Ibu yang waras. Saya yakin pas hari H pencoblosan, Bapak saya bisa memilih presiden yang 'waras' yang benar-benar mementingkan kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia.

Bapak Ibu yang masih waras. Belajarlah berempati. Janganlah ingin berdiri dengan menginjak yang lain. Raihlah simpati dengan akal sehat. Janganlah karena gila kekuasaan, kalian menanggalkan kemanusiaan dan kewarasan kalian. Itu.

Salam,

Ali Kusno

Tembusan

Komisi Pemilihan Umum

Badan Pengawas Pemilu

Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia

Sumber:  1 2

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun