Mohon tunggu...
ALI KUSNO
ALI KUSNO Mohon Tunggu... Administrasi - Pengkaji Bahasa dan Sastra Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur

Pecinta Bahasa 082154195383

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Semua tentang "Kita"

8 Februari 2017   14:26 Diperbarui: 8 Februari 2017   22:50 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kita? Kamu saja kali. Lah, saya sih, enggak.”

Begitulah selorohan seseorang saat menampik lawan bicara yang mengatasnamakan ‘kita’, sedangkan dirinya tidak merasa atau tidak mau dilibatkan. Kata ‘kita’ dan ‘kami’ sebagai bentuk kata ganti sering hadir dalam komunikasi sehari-hari. Kedua kata itu sederhana, namun ada saja yang salah dalam menggunakan. Lebih sering tertukar penggunaannya atau bisa jadi sengaja dipertukarkan. Kesalahan terjadi karena tidak paham. Bisa juga kesalahan terjadi karena kesengajaan alias penyimpangan. Kesalahan itu tentu menimbulkan perbedaan penafsiran.

Anda sering menonton acara televisi? Pasti. Ada persoalan penggunaan ‘kita’ yang menggelitik dalam salah satu iklan produk kosmetik. Dalam iklan itu terdapat dialog antara anak gadis, sebut saja Si Cantik, dengan kedua orangtuanya. Si Cantik hendak dijodohkan. Pada bagian akhir iklan, Si Cantik berkata kepada kedua orangtuanya, “Oke Aku akan menikah, tapi setelah aku lulus S2. Seperti dia, aku juga harus terpelajar. Punya karier bagus. (Sambil melihat ayahnya) Baru..., kita berdua akan menjadi jodoh yang pas. Jadi sama, kan?”

Kata ‘kita,’ yang diucapkan Si Cantik, maksud sebenarnya merujuk pada ‘dia dan calon suaminya.’ Apabila melihat konteks iklan tersebut, dapat dimaknai yang akan menikah justru Si Cantik dan ayahnya. Pemirsa pun gagal paham. Seharusnya kata yang digunakan ‘kami’. Jadi kalimatnya menjadi, “Baru..., kami berdua akan menjadi jodoh yang pas. Jadi sama, kan?”

Kesalahan penggunaan kata ‘kita’ banyak kita temukan dalam penggunaan bahasa para politisi. Seperti komentar ketua tim sukses salah satu kandidat Calon Gubernur DKI Jakarta 2017. Dia menyampaikan ke media, "Apa yang terjadi dalam situasi politik hari ini, ya kita tetap dukung. Kita bukan barisan di dalam parpol, tapi kita relawannya.”

Penggunaan kata ‘kita’ dalam pernyataan tersebut dapat ditafsirkan beragam oleh pemirsa maupun pembaca. Penggunaan kata ‘kita’ tersebut dapat diartikan bahwa wartawan, pemirsa, pembaca ikut dilibatkan. Semua dipersepsikan mendukung calon tersebut. Kenyataannya kan tidak. Atau justru hanya sebagian kecil yang mendukung. Bagi pendukung calon tersebut, pernyataan itu tentu tidak menjadi masalah. Sedangkan bagi yang tidak mendukung, mungkin akan berkata, “Kita? Kalian saja kali?” Oleh karena itu, kata yang digunakan seharusnya kata ‘kami.’

Artis-artis dalam berbagai acara televisi juga sering salah menempatkan penggunaan ‘kita’ dan ‘kami.’ Kesalahan serupa pun pernah kita lakukan dalam komunikasi sehari-hari. Perbedaan penggunaan kata ‘kita’ dan ‘kami’ perlu diluruskan. Berdasarkan KBBI Daring, kata ‘kami’ diartikan sebagai (kata benda) yang berbicara bersama dengan orang lain (tidak termasuk yang diajak berbicara); yang menulis atas nama kelompok, tidak termasuk pembaca. Dengan digunakannya kata ‘kami,’ lawan bicara ataupun pembaca, tidak termasuk atau tidak dilibatkan.

Kata ‘kita’ memiliki makna sebaliknya. Berdasarkan KBBI Daring, kata ‘kita’ diartikan sebagai persona pertama jamak, yang berbicara bersama dengan orang lain termasuk yang diajak bicara. Dengan digunakannya kata ‘kita’, lawan bicara ataupun pembaca termasuk atau dilibatkan.

Dengan demikian, kata ‘kita’ dan ‘kami’ sama-sama pronomina persona pertama jamak. Keduanya bentuk jamak dari kata saya, aku dan sejenisnya. Perbedaannya, apabila ‘saya’ melibatkan pendengar maupun pembaca, dapat menggunakan ‘kita,’ sedangkan kata ‘saya’ tidak melibatkan lawan bicara maupun pembaca, dapat menggunakan ‘kami.’

Penggunaan Pronomina secara Retoris

Perihal penggunaan pronomina disinggung Jason Jones dan Shan Wareing, dalam artikelnya Bahasa dan Politik. Menurut mereka, cara seorang pembicara politik menyebut diri sendiri bisa digunakan untuk mengedepankan atau menyembunyikan agen dan pertanggungjawaban atas tindakan tertentu. Politisi memiliki kecenderungan akan lantang menggunakan ‘saya’ untuk menyebut capaian yang positif. Sedangkan untuk masalah yang kontroversial, dia akan menggunakan ‘kami’ untuk membiaskan pelaku. Sepertinya, pendapat tersebut memang benar adanya. Sepakat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun