Hari ini, Selasa, 13 Desember 2016, akan digelar sidang perdana sidang kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Bagi saya, mengikuti dan mencermati kasus ini tidaklah menarik. Tapi suangat menarik. Jauh lebih menarik dari ‘sinetron’ Kopi Sianida. Yang entah berapa episode itu dan sepertinya masih akan ditambah jam tayangnya.
Kali ini publik akan disuguhkan judul ‘sinetron’ baru. Sebelumnya, saya minta maaf menggunakan pilihan kata ‘sinetron’ ini. Bukan menganggap ini hanya sandiwara. Ini hanya gaya bahasa kawan, biar menarik. Itu saja. Tanpa ada niat apa-apa. Sumpah. Begitu sensitifnya ‘sinetron’ ini, sampai saya tidak berani memberi judul. Masing-masing berhak memberi judul. Sesuai bekal ilmunya. Sesuai pandangan politiknya. Sesuai ketajaman lensanya. Sesuai kejernihan pikirannya. Sesuai temperatur hatinya.
Apa yang menjadikan ratingnya akan melejit?
Selain isu yang begitu panas, juga akan ada ‘artis-artis’ baru yang luar biasa. Kalau dalam ‘sinetron’ Kopi Sianida, berderet ahli forensik yang dihadirkan. Ada ahli digital forensik, ada ahli kedokteran forensik, ada ahli patologi forensik, ada ahli toksikologi forensik, ada psikologi forensik, dan ntah ahli apalagi.
Siapa pun linguis-linguis  yang dihadirkan, pastilah orang-orang yang sudah terpilih. Semoga dalam bekal ilmunya. Semoga netral pandangan politiknya. Semoga terjamin resolusi ketajaman lensanya. Semoga terjaga kejernihan pikirannya. Semoga temperatur hatinya sesejuk puncak Gunung Tangkuban Perahu. Nyesss. Ah....
Kehadiran linguis-linguis dalam persidangan itu, menjadi berkah bagi pelajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Selama ini pelajaran bahasa Indonesia dianggap sebelah mata oleh siswa. Cenderung diabaikan. Termasuk saya, dulu. Sebagian kita menganggap apalah belajar bahasa Indonesia, toh tanpa belajar kita bisa. Tanpa belajar kita dapat bertutur kata. Tanpa belajar kita dapat menangkap makna.
Kini, kita dibukakan mata. Bahasa Indonesia itu sangatlah berguna. Masalah yang menyita energi bangsa hari ini, tidak lain persoalan bahasa Indonesia. Persoalan berkata dan menangkap makna.
Ujung dari persidangan ini nantinya sangat dipengaruhi adu ketajaman analisis masing-masing linguis. Namun, bukan persoalan siapa yang menang, siapa yang kalah. Kebenaran yang harus diterima semua pihak, itulah yang utama.
Mari mengambil berkah dari kasus ini. Nonton bareng rekaman sidang ini ketika pelajaran bahasa Indonesia tentu dapat menjadi metode pembelajaran yang mendidik dan menarik.
Semoga kita dapat mencetak generasi-generasi yang dapat bertutur apa adanya tanpa ada yang tersinggung apalagi tersakiti. Semoga kita dapat mencetak generasi-generasi yang dapat mencerna dan memahami tuturan orang lain dengan kejernihan berpikir, bukan memaknai yang dikotori rasa benci.
Berbanggalah jadi guru bahasa Indonesia. Cintai bahasa Indonesia. Jayalah linguistik forensik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H