Sore kemarin sambil leha-leha setelah selesai kegiatan kantor, membaca media sosial sambil lalu menonton berita di televisi. Saat jeda iklan, mata yang biasanya tidak peduli iklan, terpana melihat salah satu iklan produk bihun. Karena penasaran, cari-cari di Youtube. Dapat. Selain gambarnya menarik, kalimat yang dituturkan pengisi suara cukup unik menggelitik.
Cewek: Hem... aromanya, senik...mat itu.
Cowok: Senikmat itu?
(lihat tatapan matanya ke mana saat mengatakan ‘itu’?)
Cewek: Mihunku, kaya... rasa. Lembut.... ehm... senimat itu.
Buruan cobain..., Bihunku, senimat itu.
Iklan itu, jujur mengingatkan kenangan lama skripsi saya. Asosiasi Pornografi pada Iklan di Televisi, tahun 2004 lalu. Tidak bermaksud untuk menghakimi iklan itu berasosiasi pornografi atau tidak. Cuma ingin membuka ruang diskusi di benak pembaca tulisan ini.
Kalau boleh, sedikit berteori. Ada istilah pornografi, ada istilah asosiasi pornografi. Definisi pornografi dalam KBBI adalah penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu birahi. Ada indikasi yang diakibatkan pornografi berupa bangkitnya nafsu birahi seseorang. Bangkitnya nafsu tersebut sebagai akibat dari melihat atau mendengar gambaran tingkah laku yang erotis melalui berbagai media baik lukisan maupun tulisan.
Sedangkan dalam pasal 1 ayat 1, Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008, dijelaskan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Pengertian pornografi itu ditekankan pada berbagai bentuk tampilan pada media komunikasi dan pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual. Penggambaran tersebut melanggar ketika tampil di muka umum dan bertentangan dengan norma kesusilaan yang berlaku di masyarakat.
Beda pornografi beda pula asosiasi pornografi. Pengertian asosiasi menurut KBBI merupakan tautan dalam ingatan pada orang atau barang lain; pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra. Timbulnya asosiasi seseorang terkait dengan tautan ingatan pada orang atau barang setelah melihat atau mendengar sesuatu. Seseorang yang dapat berasosiasi terhadap sesuatu berarti telah memiliki pengalaman atau mengetahui tentang orang atau barang tersebut, misalnya saja orang dapat mengasosiasikan pisang sebagai alat kelamin laki-laki karena sudah mengetahui objek tersebut.
Dalam kajian lingustik, makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan keadaan di luar bahasa, misalnya kata melati berasosiasi dengan kata suci atau kesucian (Chaer, 2002). Dalam hal ini untuk mengetahui makna kata yang berasosiasi harus mengaitkannya dengan hal di luar bahasa. Menurut Chaer (2002) makna asosiasi berhubungan dengan nilai-nilai moral dan pandangan hidup yang berlaku di masyarakat bahasa yang berhubungan juga dengan nilai rasa bahasa. Khusus tentang timbulnya makna asosiasi pornografi tentunya dikaitkan dengan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat. Dasar pertimbangannya adalah nilai kesusilaan dan pandangan hidup masyarakat yang akan mempengaruhi nilai rasa sebuah bahasa.
Dengan demikian, dapat ditarik benang hitam (biar tidak selalu merah) bahwa asosiasi pornografi merupakan pertautan dalam diri seseorang setelah melihat atau mendengar suatu objek sehingga mengarahkan pada ingatan tentang hal-hal yang dapat membangkitkan birahi seksual seseorang dan tentunya bertentangan dengan norma kesusilaan dalam masyarakat.
Kembali ke iklan tadi, penafsiran seseorang terhadap bahasa iklan tentunya berbeda-beda. Asosiasi yang dibentuk pun berbeda. Kalau melihat iklan mihun itu pun, asosiasi yang dibentuk berbeda-beda. Perbedaan dalam mengasosiasikan tuturan, Hem... aromanya, senik...mat itu; Senikmat itu? Mihunku, kaya... rasa. Lembut.... ehm... senikmat itu; Buruan cobain..., Bihunku, senimat itu.
Beberapa pertanyaan akan muncul, ketika si cewek berkata, bihunku, mengacu bihun yang mana? Bisa merujuk pada bihun yang dipegangnya, bisa juga berasosiasi pada ‘bihun’ yang lain. Begitu pula rujukan tuturan ‘senikmat itu.’ ‘Itu’ yang mana? ‘Itu’ apa? Apabila dikaitkan konteksnya, didukung cara menuturkan (paralinguistik si cowok) dapat membangun asosiasi pornografi berupa ‘itu’nya si cewek. Yah, semoga pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak muncul dalam benak pemirsa.
Memang sebagian biro iklan dan pengiklan sengaja mengunakan citraan seksual dan seksualitas. Untuk apa? Ya tentunya untuk dapat menyita perhatian pemirsa. Seksual dan seksualitas selalu menjadi objek yang menarik bagi setiap pemirsa. Pemirsa yang sudah dewasa tentunya. Harapannya, iklan dapat menarik. ‘Iya, semenarik itu.’ Ketika iklannya dapat menarik perhatian, produknya pun dapat laku keras. ‘Sekeras itu.’
Semua dikembalikan kepada pemirsa. Mau dimaknai apa iklan itu. Mau diasosiasikan apa iklan itu. Kalau memang justru sebagian besar benak pemirsa setelah menonton iklan itu tumbuh asosiasi pornografi, selayaknya LSF meninjau ulang iklan itu. Iya..., iklan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H