Ironi dan Guyonan Politik Megawati
Berbeda dengan gaya bahasa waktu berpidato, dalam suasana non-formal Megawati lebih sering menggunakan gaya bahasa ironi atau lebih dikenal dengan sindiran. Menurut Keraf, ironi merupakan suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya. Layaknya bahasa ping pong.
Ironi sering kali menimbulkan perdebatan dan juga gagal paham. Tidak lain karena persepsi orang yang berbeda-beda. Bergantung konteks yang dibangun sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman masing-masing. Ironi dikatakan berhasil apabila para pendengar menyadari maksud tersembunyi di balik rangkaian kata-katanya. Rasanya itu sulit.
Terkait guyonan politik Megawati terhadap Ahok, kesamaan persepsi dibutuhkan. Sindiran Megawati kepada Ahok, seperti perihal "Karikatur banteng moncong putih pakai anting", dengan sindiran, "Yang jantan dong!" Perihal keheranan akan kedatangan Ahok... "Saya heran juga, kok dia datang. Soalnya, kan, ada sampingannya, yang biasanya selalu bilang.. Ya, adalah." Perihal  penolakan, Megawati tetap tak memberi kesempatan bagi Ahok untuk ikut menyumbang duit. "Kalau saya sebut yang 'satu itu', nanti di-bully lagi. Yang itu sumbangan saja."
Sepertinya Ahok masih gagal paham atau pura-pura gagal paham memaknai bahasa ironi Megawati itu. Meski mengaku punya hubungan dekat dengan Megawati, melebihi batas-batas urusan partai politik. Chemistry Ahok dan Megawaati sepertinya memudar. Rasanya Ahok perlu menunjukkan kejantanannya, menemui Megawati. Berbicara berdua, sambil makan bakso (lagi).
[caption caption="megapolitan.kompas.com"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H