Mohon tunggu...
Ali Hasan Siswanto
Ali Hasan Siswanto Mohon Tunggu... -

Pengamat politik dan penikmat Moralogi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamat Jalan Sahabat

21 Mei 2017   16:58 Diperbarui: 21 Mei 2017   18:01 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemaren sore, saya dikejutkan oleh berita meninggalnya amirullah (dikenal: Sambar Amir Pramaha), dosen syariah UINSA.  Saya biasa memanggil cak amir. Beliau sosok pengayom kepada adik-adiknya, dan juga mengarahkan ke jalan yang baik. 

Beliau dikenal sebagai sosok berani membela kepentingan mahasiswa yang terinjak-injak oleh kekuasaan. Tidak jarang beliau turun ke jalan melakukan demonstrasi bersama mahasiswa untuk menyuarakan idealismenya. Beliau juga dikenal sebagai sosok pembela kepentingan bersama apalagi menyangkut ideologi.

Keberanian dan senangnya membela idealisme dan kepentingan kaum tertindas mengantarkan beliau pada kondisi punishment kampus. Akhirnya beliau menjadi dosen diperbantukan di kampus Unmuh Malang selama satu tahun. Bayangkan dari kampus UIN yang berbasis NU dibuang ke kampus Unmuh berbasis Muhammadiyah. Tentunya beban psikologis dan beban mental menjadi utama bagi beliau (mengingat beliau berkeluh kesah pada waktu awal diperbantukannya). Namun, cak amir adalah sosok organisatoris yang mampu berbaur dengan siapapun tanpa harus melihat latar belakang keberagamaannya. Hal ini terbukti, setelah 2 bulan berjalan setiap minggu ke malang untuk menunaikan tugas mengajarnya, beliau diterima dengan lapang dada dan diberi ruang untuk mengekplorasikan seluruh ide-idenya (ini diceritakan sewaktu saya bertemu beliau di dalam kampus). Namun cak amir lebih memilih untuk tetap berada di UINSA, sekalipun setelah satu tahun beliau belum ditarik secara resmi oleh kampus. Pada taraf ini, cak amir menjadi korban keganasan sektoral dan kepentingan politik tai kucing mengutip bahasa soe hoe gie. Hal ini menjadi beban bagi beliau dan disaat itulah, kesehatan dan pola hidupnya tidak terkontrol, sehingga berbagai penyakit menghampiri tubuhnya. Sampai akhirnya saya mendengar kabar meninggalnya beliau di sore kemaren 20 mei 17. Tanpa terasa kabar itu menusuk pada jiwaku hingga tak terasa air mata menetes bersama kepergian beliau. 

Ada tiga hal yang dapat diambil sebagai ibrah pada sosok beliau. Pertama; keberaniannya untuk menyampaikan kebenaran yang diyakini. Arate dalam bahasa aristoteles yang berarti keberanian. Disaat semua tiarap takut pada kekuasaan dan bungkam menyuarakan kebenaran, cak amir berteriak lantang menyuarakan kebenaran tanpa rasa takut apapun. Beliau adalah salah satu orang yang langka untuk ditemukan di dalam kampus ini. Jargon yang suka dilontarkan oleh beliau adalah "aku adalah ide", dimanapun dan kapanpun beliau selalu menyuarakan ide-ide gagasan solutif terhadap berbagai problematika kehidupan ini. Oleh karena itu, meninggalnya beliau seakan mengindikasikan matinya kebenaran dan kebersamaan. Kedua; kebersamaan menjadi tonggak perjuangannya. Cak amir adalah sosok yang selalu membela kepentingan bersama sekalipun setiap jalan terjadi penghianatan pada beliau. Namun beliau tidak merasa dendam. Seperti kata beliau, perjuangan harus didasari oleh kepentingan bersama, sukses bersama, suka bersama, duka bersama dan berjalan dengan ritme yang sama. Begitulah petuah yang disematkan pada saya sewaktu saya meminta wejangan kepada beliau. Ketiga; sosok organisatoris yang mampu mengkoneksikan antara satu dengan lainnya. Sosok organisatoris harus memiliki ide-ide progresif dan mampu mengakomodir segala kepentingan untuk menjadi kekuatan luar biasa. Cak amir adalah sosok progressif dan mampu mengakomodir semuanya. 

Akhirnya... Selamat jalan kakakku, tenanglah di alam sana, semua perjuanganmu bersama kita, seluruh petuah bijakmu menjadi dasar pergerakan ini..

Selamat jalan kakakku, semoga Allah mengampuni segala khilaf dan menerima seluruh amal baikmu. Tataplah wajah Tuhanmu dengan kebajikan dan kebenaran yang selama ini engkau taburkan bagi semua. 

Selamat jalan kakakku, Allah sangat menyayangimu. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun