Mohon tunggu...
Alifya Putri Pratiwi
Alifya Putri Pratiwi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Pagi dan Secangkir Kopi

10 Februari 2020   17:59 Diperbarui: 10 Februari 2020   17:58 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini indah, udara segar, angin mati, tenang, hanya kicauan burung yang terdengar merdu bersahutan. Matahari belum muncul, meski siang mulai beranjak naik. Nampaknya sang matahari malu-malu, atau sang awan yang menghalanginya untuk menampakkan diri. 

Sisa-sisa tetes embun tadi malam di dedaunan berkilau indah seperti perak terkena cahaya. Rerumputan basah, terasa segar hijau daun. 

Hari sepi. Atau aku saja yang sunyi? Orang-orang enggan beranjak. Hingga haripun terasa lesap. 

Hei, Kau. Mimpi apa tadi malam? Lalu kau menjawab, aku tak mimpi apa-apa, hanya saja, aku ingin bertemu denganmu. 

Senyum mengembang, menyadari angan lucuku. 

Angin masih saja mati. Tenang, hanya suara kicau burung yang bersahutan. Aku disini, menikmati pagi, menghirup O2 segar sebanyak kumau, berteman secangkir kopi hitam dan setangkup roti sandwich isi coklat. 

Bukankah itu lebih dari sekedar nikmat? 

(10/02/20) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun