Kasus mengenai kekerasan seksual di Indonesia tidak hentinya terjadi. Setiap saat bertambah kasus baru yang menimpa perempuan. Saat ini dapat dikatakan bahwa Indonesia darurat kekerasan seksual. Berdasarkan data dari Komnas Perempuan, pada tahun 2019 tercatat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan.
 Jumlah kasus ini meningkat 6% dari jumlah kasus yang tercatat pada tahun 2018. Belum lagi kasus yang tidak tercatat karena korban enggan melaporkan.
Kekerasan seksual masih menjadi suatu hal yang tabu untuk dibicarakan. Pemikiran beberapa masyarakat yang menjadikan kekerasan seksual seolah hanya sebatas masalah moralitas dan sering kali memposisikan korban berada di pihak yang salah membuat korban kekerasan seksual bungkam.Â
Tidak jarang korban kekerasan seksual malah disalahkan karena dianggap memancing terjadinya hal tersebut. Pemikiran dari masyarakat ini yang seharusnya diubah.
Korban kekerasan seksual seharusnya mendapat keadilan dan dukungan dari berbagai pihak. Efek traumatis yang dialami korban tidak dapat hilang dengan mudah.Â
Pengucilan dari masyarakat malah akan membuat korban merasa bersalah atas dirinya. Padahal mereka hanyalah korban dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.Â
Bahkan aparat penegak hukum sering kali menyudutkan korban dengan mempermasalahkan mengenai pakaian, perilaku, dan berbagai pertanyaan yang malah membuat korban berada dalam posisi yang salah.
Jika berbicara mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan, hal ini sudah menjadi rahasia umum bahwa selama ini perempuan selalu berada dalam posisi tidak aman.Â
Perempuan selalu dibayang-bayangi kecemasan dalam beraktivitas. Setiap langkah perempuan seakan harus berhati-hati dan selalu waspada karena bukan hanya takut menjadi korban, melainkan anggapan masyarakat yang cenderung mengucilkan korban kekerasan seksual.
Pada kenyataannya kekerasan seksual tidak hanya mengenai perbuatan fisik semata. Perlakuan buruk secara verbal yang membuat korban merasa tidak nyaman dan terganggu juga dapat dikategorikan sebagai kekerasan seksual.Â
Sering kali seseorang melontarkan kata-kata penyerangan yang berbau seksual kepada orang lain. Hal ini dapat membuat orang lain yang menjadi korban itu merasa takut dan tidak nyaman.
RUU PKS ini membawa harapan besar untuk melindungi korban kekerasan seksual dan meminimalisir terjadinya kejadian serupa di masa yang akan datang.Â
Dalam RUU PKS ini terdapat pembahasan mengenai hak-hak korban berupa penanganan, perlindungan, dan pemulihan. Korban yang mengalami kekerasan seksual mendapatkan hak untuk didampingi secara psikis, hukum, ekonomi, dan sosial sampai kasus yang menimpanya tuntas.Â
Korban juga mendapatkan perlindungan atas dirinya agar merasa aman dan tidak takut untuk membuka suara mengenai apa yang telah menimpanya. Selain itu, korban juga memiliki hak pemulihan baik dari segi fisik maupun psikologis untuk menyembuhkan efek traumatis yang telah dialami.
Oleh karena itu, RUU PKS ini sangat penting. Hal tersebut diharapkan dapat membuat korban merasa aman untuk membuka suara atas sesuatu yang telah menimpanya.Â
Dengan adanya RUU PKS ini hak korban kekerasan seksual dapat diperjuangkan tanpa perlu adanya rasa takut dan stigma buruk dari masyarakat.Â
Diharapkan juga agar korban mendapatkan pemulihan dari trauma yang ia alami. Dengan adanya RUU PKS ini pun dapat menghapuskan perlakuan buruk yang sering kali dilakukan oleh aparat kepada korban. Karena korban sudah sewajarnya diperlakukan dengan baik dan mendapatkan perhatian khusus, bukan malah disudutkan seolah-olah mereka salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H