Patriarki dalam suatu karya sastra tidak jarang ditemui. Penggambaran gender dalam beberapa karya sastra lama memperlihatkan perbedaan yang jelas.Â
Perempuan sering digambarkan dengan sifat lemah, tertindas, hanya dapat dimanfaatkan, dilecehkan, dan segala hal yang memposisikan perempuan sebagai kaum yang tidak dapat berdiri sendiri. Berbeda dengan laki-laki yang menjadi pemimpin, pelindung, dan orang yang dianggap penting.Â
Seperti yang dikemukakan oleh Sugihastuti & Suharto dalam buku Kritik Sastra Feminis: Teori dan Aplikasinya yang diterbitkan pada tahun 2002 bahwa tokoh perempuan sering digambarkan secara negatif dalam karya sastra, yang menjadi sorotan adalah penggambaran tokoh perempuan yang tertinggal dari tokoh laki-laki, beberapa contoh diantaranya dalam hal latar sosial pendidikan, pekerjaan, peran dalam masyarakat, dan derajat mereka sebagai bagian integral dan susunan masyarakat.
Peran suatu karya sastra cukup berpengaruh bagi kehidupan. Dengan suatu karya, realitas-realitas sosial dapat dilihat oleh berbagai kalangan. Selain sebagai sarana hiburan karya sastra juga memiliki berbagai fungsi, salah satunya fungsi informatif. Pesan yang disampaikan melalui karya sastra mengantarkan berbagai peristiwa penting yang ingin diperlihatkan kepada dunia secara luas.Â
Tidak jarang penggambaran situasi dalam karya sastra merupakan realitas yang ditunjukkan guna pemahaman keadaan bagi mereka yang tidak mengalaminya secara langsung. Secara tidak langsung karya sastra dapat mempengaruhi pikiran orang yang menikmatinya dan mengubah pandangan seseorang akan suatu hal.Â
Karya sastra juga dapat membuka pikiran kritis pembaca terhadap suatu isu yang ditampilkan. Hal kecil yang tidak pernah terpikirkan lalu ditampilkan di sebuah karya sastra dengan suasanya yang dramatis inilah yang dapat membuat pembaca menjadi kritis dan terhanyut ke dalamnya.
Dari permasalahan mengenai penggambaran perbedaan gender, citra, dan stereotip perempuan dalam suatu karya sastra ini, muncul lah kritik sastra feminis. Yang dimaksud kritik satra feminis adalah reading as a woman atau membaca sebagai perempuan, jadi pembaca menempatkan dirinya sebagai seorang perempuan dan mencoba untuk membongkar seluruh perspektif yang menempatkan perempuan sebagai kaum nomor dua.Â
Pembaca harus paham betul mengenai perbedaan kesetaraan gender. Oleh karena itu, dalam hal ini pembaca sering kali menempatkan dirinya sebagai seorang feminis guna memahami peran perempuan yang digambarkan di dalam cerita.
Saat ini sudah banyak karya sastra yang mengangkat isu feminisme. Tujuan awal dari karya-karya itu adalah untuk menyebarluaskan informasi mengenai gerakan tersebut secara tersirat, karena tidak semua masyarakat dapat menerima suatu pandangan yang menyangkut kaum perempuan.Â
Secara tidak langsung masyarakat terbiasa dengan stereotip perempuan yang derajatnya nomor dua setelah laki-laki. Namun, dengan sebuah karya sastra yang menampilkan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat dan merendahkan derajat perempuan membuat pikiran pembaca terbuka.
Dewasa ini karya sastra tidak hanya menampilkan karakter tokoh perempuan yang seakan dinomor duakan dan selalu bergantung pada laki-laki, melainkan berkembang menjadi karakter yang dapat berdiri sendiri. Sudah banyak karya sastra yang memiliki karakter tokoh perempuan sebagai pribadi yang tangguh dan mandiri. Perkembangan ini didorong oleh pemikiran-pemikiran baru yang perlahan menghapuskan pemikiran patriarki.