Mohon tunggu...
Alifuru
Alifuru Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Orang Inpex di Staff Ahli Menteri ESDM “Sudirman Said”

25 Februari 2016   15:07 Diperbarui: 25 Februari 2016   15:42 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenapa Menteri ESDM dan jajarannya sangat ngotot untuk membangun kilang gas di Blok Masela sesuai dengan keinginan Inpex Jepang dan Shell Belanda?

Sebelum memulai pelunusuran lebih lanjut terhadap 2 perusahaan (Inpex Jepang dan Shell Belanda) yang memegang kontrak Blok Masela di Maluku tersebut, bagaimana sebetulnya kiprah kedua perusahaan tersebut di negeri ini. Ternyata, keberadaan Inpex dan Shell ini sudah puluhan tahun di negeri ini. Bahkan untuk Shell Belanda, sejak zaman kolonialisme sudah beroperasi di negeri ini. Soal bagaimana sejarah kedua perusahaan yang saat ini memiliki kontrak di Blok Masela ini, silahkan baca “Inpex-Shell, Lahir, Tumbuh, dan Menjadi Besar di Indonesia” 

Sedikit memberi latar belakang terhadap proses yang terjadi dibalik rencana pengolahan Blok Masela yang memiliki cadangan cukup besar hingga dapat diolah hingga 70 tahun kedapan ini, sesungguhnya Inpex Jepang sebagai investor terbesar (65%) pernah menyampaikan POD I pada 2010 lalu, cadangan terbukti Blok Masela hanya 6,05 triliun kaki kubik (tcf) dan kapasitas FLNG 2,5 juta ton per tahun selama 30 tahun. Adapun produksi gas hanya 400 mmscfd, dan kondensat 8.100 barel per hari (bph). Blok ini diperkirakan akan berproduksi pada 2019.

Namun, Inpex merevisi proposal tersebut dengan mengajukan cadangan terbukti sebesar 10,73 juta kaki kubik (tcf). Otomatis, kapasitas FLNG meningkat menjadi 7,4 juta ton per tahun selama 24 tahun. Produksi gas juga meningkat menjadi 1.200 mmscfd dan kondensat 24.460 bph. Dalam proposal baru ini, Blok Masela baru mulai berproduksi tahun 2023. 

Dalam POD II Inpex dan Shell untuk Blok Masela dengan cadangan yang terbukti sebesar 10,73 tcf tersebut, selain harganya sangat mahal dibandingkan dengan FLNG Prelude di Australia juga tidak menyertakan skema hilirisasi dari gas alam yang ada di Masela melalui pembangunan industri petrokimia.

Terkait soal biaya investasi, seorang doktor lulusan dari University of Texas “Haposan Napitupulu” mengatakan, seperti yang dilansir oleh moneter.co.id bahwa “jika mengacu kepada biaya LNG Laut di Prelude, Australia, diperkirakan biaya pembangunan skenario kilang LNG laut sekitar USD 23–26 miliar”. Sedangkan perkiraan biaya kilang LNG darat, mengacu kepada biaya pembangunan 16 kilang LNG darat yang telah terbangun di Indonesia dan satu kilang LNG yang masih dalam tahap perencanaan, yakni kilang LNG Tangguh Train 3, diperkirakan mencapai USD 16 miliar (termasuk biaya pembangunan jalur pipa laut USD 1,2 miliar dan biaya pembangunan FPSO sekitar USD 2 miliar).

“Sehingga, secara keekonomian skenario LNG Laut lebih mahal, yang akan berakibat tingginya cost recovery atau semakin berkurangnya pendapatan bagian negara, dibandingkan dengan kilang LNG darat yang biayanya lebih murah,” jelas Haposan Napitupulu kepada moneter.co.id.

Haposan mengungkapkan, pihaknya menduga bahwa tujuan investor membangun kilang LNG laut bukan karena faktor pendapatannya tergerus, melainkan untuk mendapatkan cost recovery setinggi mungkin dengan beberapa alasan.

Pertama, riset kilang LNG laut dilakukan oleh Shell yang sekarang merupakan leading player di pembangunan LNG laut, yang rencananya akan diimplementasikan untuk pertama kali di dunia di lapangan Prelude, Australia.

Sehingga jika kilang LNG laut akan diimplementasikan juga di Masela, maka proyek Masela akan menanggung biaya riset yang telah dikeluarkan oleh Shell.

Kedua, peralatan proses kilang LNG laut hanya dibuat oleh Shell, sehingga refrigerant-nya proyek kilang LNG laut di Blok Masela sebagai komponen utama proses LNG hanya akan disuplai oleh Shell, tidak ada pilihan lain.

Ketiga, dengan pemilihan kilang LNG laut, harga gas sudah tidak ekonomis lagi bila digunakan sebagai bahan baku untuk industri petrokimia atau industri lainnya, karena LNG lebih mahal sebesar USD 5-6 (karena terdapat biaya proses regasifikasi) dibandingkan harga gas alam dari pipa. Sehingga LNG produk kilang LNG laut akan ‘terpaksa’ di ekspor, khususnya ke Jepang, dalam rangka mengamankan security of supply.

Haposan pun menjelaskan, yang dimaksud dengan pertimbangan persetujuan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) adalah perkiraan pendapatan bagian negara. Oleh sebab itu, dengan lebih tingginya biaya kilang LNG laut dibandingkan dengan skenario LNG darat, tentunya bagian negara akan lebih besar dengan skenario LNG darat dibandingkan dengan skenario LNG laut.

Ada Orang INPEX dalam jajaran Staff Ahli Menteri ESDM

Setelah memperoleh gambaran umum tentang Inpex dan Shell dibalik kengototannya menggunakan skema kilang laut (FLNG), kita kembali terbelalak atau kaget dengan keberadaan orang Inpex didalam jajaran Staff Ahli Menteri ESDM. Staff Ahli Menteri ESDM yang merupakan orang Inpex ini bertugas di bidang Mineral dan Energi.

[caption caption="https://www.youtube.com/watch?v=FCbkksLAlsc"][Farchad Mahfud - Staff Ahli Menteri ESDM Bidang Energi dan Mineral]

[caption caption="http://oilpro.com/company/26669/inpex-corporation"]

[Farchad Mahfud - Staff Ahli Menteri ESDM Bidang Energi dan Mineral]

Staff Ahli Bidang Mineral dan Energi ini, jika mengacu kepada keberadaan UU yang mengatur Energi dan Mineral, berarti memiliki kaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan UU Migas No 22 tahun 2001 dan UU Mineral Batubara Nomor 4 tahun 2009. Tentang keberadaan UU Migas nomor 22 tahun 2001 ini, memiliki sejarah tersendiri karena pada zamannya harus melalui proses pengesahan yang lama karena mengalami kesulitan untuk disahkan sejak diusulkan oleh Mentamben era Presiden Habibie. Kata Kuntoro Mangkusubroto saat mengusulkan UU Migas ini mengatakan bahwa “bentuk akomodasi terhadap tuntutan liberalisasi perekonomian dalam upaya memecahkan masalah krisis moneter 1998”. Dan jelas bahwa ternyata maksud bahwa sejak awal Kuntoro Mangkusubroto ini menginginkan resep penyelesaian krisis ekonomi tahun 1997/1997 adalah dengan cara mengikuti skema Letter of Intens ala IMF/World Bank.

Paska Gus Dur dijatuhkan, UU Migas ini baru disahkan pada era Menteri ESDM nya adalah Purnomo Yusgiantoro.  Dan hasilnya dapat kita rasakan saat ini, liberalisasi sektor migas membuat kita menjadi negeri yang dikuasai oleh mafia migas.

Kembali kepada sosok Staff Ahli Menteri ESDM. Entah apa sesungguhnya tugas dari Staff Ahli Bidang Energi dan Mineral, Farchad Mahmud, ini? Tentu tugas staff ahli ini, tentunya tidak akan bertentangan dengan kemauan dari Menteri ESDM, Sudirman Said dong..?!

Farchad Mahmud yang tercatat sebagai Staff Ahli Menteri ESDM untuk bidang Energi dan Mineral ini sebenarnya juga pernah tercatat sebagai staff dari UKP4 di era Kuntoro Mangkusubroto. Kuntoro Mangkusubroto ini, selain sebagai orang yang lama di Pemerintahan SBY, juga diketahui memiiki hubungan yang dekat dengan sosok Sudirman Said. Jka sebelumnya Kuntoro Mangkusubroto sempat di-isukan akan menempati pos Menteri ESDM kembali, namun akhirnya pada waktu paska dilantiknya Sudirman Said menjadi Menteri ESDM, Kuntoro Mangkusubroto langsung mendatanginya ke Kantor Kementerian ESDM

Jejak kedekatan Menteri ESDM Sudirman Said dengan Kuntoro Mangkusubroto ini sebenarnya sudah cukup lama, takni ketika Kuntoro Mangkusubroto, Erry Riana Hardjapamekas (Mantan Pimpinan KPK), Sri Mulyani (Mantan Menteri Keuangan), dan beberapa tokoh lainnya. Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) ini didirikan pada 10 Agustus 1998 dengan bentuk Yayasan melalui akte notaris Imas Fatimah Nomor 22 tahun 1998 dan MTI saat itu diketuai oleh Mar’ie Muhammad.

 [caption caption="https://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/01/22/0002.html"]

[Profile Masyarakat Transparansi Indonesia -MTI]

Entah bagaimana ceritanya, Farchad Mahfud yang kini masih tercatat sebagai pekerja di Inpex Jepang ini bisa masuk dalam jajaran Staff Ahli Menteri ESDM, kita perlu meminta klarifikasinya. Klarifikasi ini sangat penting karena sektor Energi dan Sumber Daya Mineral merupakan sektor strategis yang harus dikelalo secara berdaulat sesuai dengan amanat Konstitusi bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

 [caption caption="https://id.linkedin.com/in/farchad-mahfud-5a2aab15"]

[Farchad Mahfud - Staff Ahli Menteri ESDM Bidang Energi dan Mineral]

Jika ini semua benar, maka menjadi benar dugaan banyak orang yang mengatakan bahwa Visi dan Program Aksi dari Pemerintahan Jokowi-JK yang disampaikan dalam Pemilu kemarin untuk mweujudkan “Jalan Perubahan untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian” akan kandas dibawah kendali pejabat di kabinetnya yang justru secara diam-diam menjauhkan dari Trisakti dan Nawacita

[caption caption="http://kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK.pdf"]

[Visi Misi dan Program Aksi Pemerintahan Jokowi - Jusuf Kalla

Sekarang saatnya publik yang mengantarkan Presiden Jokowi ke kursi Presiden Republik Indonesia untuk kembali lagi #KawalTrisaktiNawacita agar jalan perubahan yang menjadi Visi Misi dan Program Aksi Pemerintahan Jokowi terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun