Dan setelah aku rampungkan membaca buku itu, tak pelak, penulis berhasil membuatku tidur diatas jam 12 Â pada setiap malamnya selama satu bulan. Aku mulai memikirkan kembali tentang eksistensiku di dunia, tentang Tuhan, alam semesta, dan pertanyaan-pertanyaan mendasar lainnya.
Berangkat dari membaca buku itulah timbul kesadaran tentang pentingnya membaca. Aku berfikir bahwa Tuhan memberiku hidayah dengan jalan membaca. Kemudian aku meminjam lagi buku kepada temanku tersebut. Aku terus berupaya untuk mencari hidayah di cela-cela aksara.
Hingga pada akhirnya, kegiatan membaca telah menjadi kebutuhan bagiku. Slogan atau kata-kata mutiara di atas, tidak lagi sekadar menjadi quote yang klise, tapi memang telah teraktualisasi di dalam diri. Kemudian barulah aku bisa mengatakan dengan penuh kepercayaan diri, bahwa memang Buku itu candu.
Agaknya memang usaha konkrit semacam itulah yang perlu kita lakukan. Bukanlah suatu hal yang mustahil bila usaha yang terlihat kecil seperti itu mampu mengubah suatu bangsa, atau bahkan dunia. Bukankah berdirinya suatu bangunan yang besar itu diawali dengan adanya batu bata yang kecil, yang kemudian disusun satu persatu sehingga menjadi bangunan yang kokoh nan indah.Â
Harapan dari semua usaha tersebut tidak lain adalah, agar kedepannya peradaban kita bisa lebih membaik dengan predikat masyarakat yang cerdas, dengan menyicilnya secara kolektif. Dari bagaimana agar kita bisa berfikir lebih terarah, yang tentunya harus dengan cara seringnya berfikir secara aktif. Dan hal itu hanya bisa tercapai bila kegiatan membaca sudah membudaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H