Dengan demikian, semua diuntungkan. Pemilik ayam kampung dan sapi diuntungkan oleh pakan gratis, sedangkan warga perumahan dan pedagang pasar mendapat solusi untuk sampah mereka. Ayam dan sapi pun kenyang.
Sekarang "teknologi" pendaur food waste lebih beragam. Cara yang cukup popular belakangan adalah budidaya magot, atau larva lalat BSF. Larva magot itu bisa digunakan untuk pakan unggas, burung kicau, umpan mancing ikan, bahkan untuk cemilan. Kotorannya bisa digunakan untuk pupuk tanaman.
Mengolah Food Waste adalah Perilaku Bijak Memanfaatkan Energi untuk Kelestarian Lingkungan
Di tengah kemajuan peradaban modern rupanya kita justru terbelakang dalam mengelola sampah dan energi. Salah satu bukti keterbelakangan itu adalah mindset bahwa sampah adalah barang tak berguna.
Sebetulnya, sampah adalah "energi" yang tak terkelola. Sejauh ini, pemahaman kita soal energi masih terbatas pada energi fosil. Padahal food waste juga memiliki potensi energi kimia di dalamnya. Jadi membiarkan food waste, menganggap sampah sebagai benda tak berguna, termasuk perilaku membuang-buang energi. Bijak mengelola energi tidak terbatas pada menghemat konsumsi listrik dan BBM, melainkan juga mengolah sampah secara bertanggung jawab.
Selain itu, menumpuk sampah juga merampas hak makanan mikroba tanah dan tumbuhan sebab kita menghambat sampah organik itu berputar mengikuti siklus dinamika nutrisi.
Membakar sampah justru tak beradab lagi. Selain menimbulkan polusi, kita juga membakar hidup-hidup makhluk Tuhan "tak kasat mata" ini (mikroba). Padahal, mereka sudah berjasa untuk hidup kita memainkan peran penting dalam proses dinamika nutrisi dan penciptaan pangan.
Kuperoleh kepekaan pada hak hidup microflora usai bergabung dalam Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Muhammadiyah Jawa Tengah sejak pertengahan tahun 2023. Pengetahuanku soal nilai food waste pun bertambah dalam. Rupanya, timbunan sampah tak hanya sedang memicu global warming. Melainkan juga merampas hak hidup mikroba, makanan pohon, serta menyia-nyiakan energi.
Selain itu, aku juga menyadari bahwa melestarikan lingkungan tak bisa dilakukan sendirian. Perlu berkolaborasi dan berorganisasi agar gerakan lingkungan lebih sistematis dan massif.
Oleh sebab itulah aku bergabung di MLH Muhammadiyah. Aku pun dapat terhubung dengan banyak orang yang memiliki visi sama dan berbagi peran. Kami membangun pertemuan, diskusi, dan merancang putusan dalam kerangka dakwah pelestarian lingkungan.
Pendekatan teologis sangat diperlukan mengingat mayoritas bangsa kita adalah masyarakat religius. Harapannya, motivasi religi dapat menarik lebih banyak masyarakat untuk merawat bumi.