Apa yang kalian pikirkan tentang Gili Ketapang?Â
Sebuah pulau? Itu pastiÂ
Pulau dengan hamparan pasir putih yang sangatlah luas?Â
Atau pulau yang memiliki keindahan bawah laut nan biru?Â
Atau kah pulau dengan kerajaan bawah laut berisikan ikan badut yang lucu itu?Â
Serta kambing-kambing yang seringkali mengucap 'mbekk' disepanjang hidupnya?Â
Surabaya-Gili Ketapang, 29 April 2018
Kereta itu berangkat tepat pukul 04:35, bersama kereta Probowangi, dan ditemani oleh gelapnya malam. Perjalanan menuju Gili Ketapang dimulai.Â
Suasana didalam Ekonomi 2 pun ramai, kebanyakan dari mereka menikmati perjalanan dengan melihat pemandangan sunrise lewat jendela kereta, bersenda gurau, bahkan bermain Mobile Legend atau NBA Live dengan kawan-kawan mereka.Â
Dibalik jendela yang buram, sunrise muncul.
Probowangi menempuh perjalanan Surabaya-Probolinggo-Banyuwangi dengan waktu tempuh sekitar 7 jam. Untuk tiket dengan rute Surabaya-Probolinggo hanya membayar Rp. 29.000,-Â
Sesampainya di Stasiun Probolinggo pukul 06:48, kami langsung menuju Pelabuhan Tanjung Tembaga dengan waktu tempuh 10 menit menggunakan angkot charteran dan dilanjut menaiki perahu dengan waktu sekitar 30-45 menit. Cukup lama, namun dibalik panjangnya jarak tempuh. Kalian bisa menikmati birunya langit, deburan ombak yang bisa dibilang sedang, dan perahu-perahu lain yang juga akan ke Gili Ketapang. Dan, cuacanya kalau cerah itu panas sekali. Jadi, kalau pergi kesini jangan lupa untuk membawa topi, sunblock cream, dan kacamata hitam.Â
For your information, Pulau Gili Ketapang terletak di utara kota Probolinggo. Tepatnya di Gili Ketapang, Sumberasih yang berjarak sekitar 8 kilometer dari pelabuhan. Penduduk disini mayoritas merupakan suku Madura yang berprofesi sebagai nelayan. Selain sektor pariwisata, komoditas disana kebanyakan adalah ikan dan dipakai untuk kebutuhan makan sehari-hari, terutama untuk para wisatawan.Â
Untuk urusan finansial, Gili Ketapang menawarkan paket wisata snorkling lengkap dengan peralatan renangnya dan foto saat melihat anemon-anemon laut itu bersama ikan nemo kurang lebih Rp. 85.000,-.Â
Okey, back to topic.Â
Saat di laut, yang kulakukan saat itu merekam footage untuk keperluan video, memotret beberapa momen dan seperti biasa, melamun.Â
Saat akan sampai, bapak nelayan sedang membantu sang kapal untuk bersandar menggunakan tongkat bambu yang sangat panjang dan menyuruh kita untuk duduk dengan Bahasa Madura "Tojuk dek, tojuk"
Sesampainya disana, setelah 'terombang-ambing' dengan ombak sedang selama 30 menit. Kita sampai di Gili Ketapang. Papan nama 'Selamat datang di Gili Ketapang | 082236081356' menyambut kami. Tak lama setelah itu, kita menuju gazeboo atau rest area untuk menempatkan barang-barang yang mereka bawa, seperti tas yang berisi pakaian dan makanan, tas kamera atau hanya sepasang sepatu.Â
Setelah meletakkan barang, anak-anak melakukan foto bersama di pinggir pantai dengan ditemani sang angin kencang, sehingga spanduk dan jilbab mereka sedikit 'terbang', namun mereka bisa mengatasinya dengan memegang bagian belakang jilbab satu dengan yang lainnya.Â
Lalu, mereka pergi ke 'pos masing-masing' alias ke sekitar pantai untuk mengabadikan foto yang Instagramable agar bisa di upload ke akun mereka masing-masing.Â
Aku pun juga tak ketinggalan untuk berfoto ria bersama teman-teman sambil menikmati gelombang-gelombang air laut yang menyambut kedatangan kami, serta jajaran kapal (atau perahu?) yang sedang berbaris rapi di bibir pantai.Â
Deburan ombak dan hembusan angin dengan kecepatan sedang selalu mendatangi kami saat berfoto, anak-anak bermain pasir dan terkadang temanku pun menghibur dirinya dengan mengubur 'kembali' cangkang kerang-kerang atau menuliskan sebuah kata diatas pasir dengan kayu itu dengan alasan kurang kerjaan alias gabut.Â
Jam 9 pagi, it's time to snorkling! Yeah. Dan sayangnya, aku nggak ikut karena larangan dari orang tua. -Kalo ngelawan, takut kualat, hadehh..Â
Terus, apa yang aku lakukan saat mereka snorkling? Yah, seperti keliling pulau sama teman yang sama-sama nggak ikutsnorkling, tidur dan kadang menulis catatan ini selama dua jam.Â
Bosan? Tentu, sedikit teman yang nggak ikut, melakukan hal yang monoton disini sudah pasti membosankan. Namun, menulis membuatku nggak  seberapa bosan. Hehehe..Â
Hal unik di Gili Ketapang terdapat banyak kambing (atau domba?)Â yang berkeliaran disana. Namun sayangnya, kambing-kambing disini untuk alasan makan, mereka kadang memakan sisa degan bahkan sampah yang berserakan. Mungkin mereka tidak menemukan rumput-rumput hijau yang difavoritkan oleh mereka. Miris.Â
Pukul setengah 12 siang, mereka datang dengan keadaan basah karena air laut dan langsung makan siang dengan menu ikan bakar yang ditambahkan telur dan lalapan serta sambal yang enak.Â
Setelah makan siang, rencananya akan menuju Goa Kucing. Goa Kucing merupakan petilasan Syech Maulana Ishaq yang konon kabarnya setiap malam jumat, kucing-kucing yang dirawatnya akan muncul. Tapi, agenda itu harus batal karena faktor alam. Mengecewakan sih, tak sesuai ekspetasi, tapi bisa dimaklumi karena faktor alam tadi, hehehe..Â
Lalu, aku nggak melakukan apa-apa. Dan tiba-tiba diminta untuk memotretkan beberapa anak-anak diatas teriknya matahari. Fine, daripada gak lapo-lapo, motretin orang. Lumayan 9 kebaikan.Â
Akhirnya, aku 'nganggur' (lagi). Tapi, karena yang snorkling sudah selesai. Mengajak teman-teman dan saatnya jajan!Â
Pulau Gili Ketapang juga memiliki toko kelontong yang menyediakan popmie, segala macam minuman sachet dan makanan ringan. Selain itu, terdapat juga es tebu atau es degan yang bisa meringankan dahaga saat Matahari tepat diatas kepala kita. Rentang harga yang tersedia mulai dari Rp. 2500 sampai Rp. 15.000, selebihnya, aku tak tahu tentang harga-harga itu.Â
Setelah beberapa jam menunggu di rest area. Sore hari, kami berfoto dan video menggunakan drone disana dan kami membentuk lingkaran dan memutarinya serta membuat kata 'AFC'.Â
Saat itu juga, air laut mulai surut dan sang raja akan tidur akan beranjak ke ufuk barat dengan sangat indah disertai warna emas.Â
Pukul 4 sore, rombongan kembali ke Tanjung Tembaga untuk pergi ke stasiun. Dan kebetulan air sedang surut, maka perjalanan kembali itu harus molor karena 'mengantar' penumpang untuk naik kapal melalui perahu kecil dengan jumlah penumpang yang cukup banyak.Â
Kembali menggunakan kapal itu selama 45 menit. Aku melamun dan menikmati gelombang laut yang memanjakan mata. Di atas kapal, seluruh penumpang nampak kelelahan dan terkadang melihat siluet objek yang membelakangi matahari yang kata banyak orang banyak merindukan si senja pada sore hari.Â
Setelah 45 menit berlayar, kami sampai di pelabuhan dan melanjutkan langsung ke stasiun Probolinggo untuk pulang ke Surabaya dan kembali ke aktivitas merkeka sehari-hari.Â
Saatnya mengistirahatkan kamera..Â
Kali ini, kami duduk di Ekonomi 5, belakang sendiri. Kami menunggu penumpang yang turun cukup banyak. Setelah masuk, aku pun memilih untuk istirahat dan bercanda bersama teman-teman. Perjalanan ini ditempuh dengan waktu dua jam dan turun di Stasiun Wonokromo, lalu mereka pulang ke rumah masing-masing.Â
Epilog
Dibalik keindahan pulau Gili Ketapang itu, ada satu kekurangan yang bisa dikatakan harus diatasi agar menambah nilai plus wisata tersebut.Â
Yaitu, pantainya sedikit kotor.Â
Kondisi pantai yang kotor karena sampah-sampah para wisatawan yang berserakan. Saranku sih perbanyak tong sampah dan melakukan sosialisasi tentang kesadaran masyarakat dan wisatawan untuk membuang sampah pada tempatnya.Â
Well, Gili Ketapang membuatku terkesan akan lingkungan masyarakat yang sangat ramah dan murahnya trip yang ditawarkan.Â
Inginku menulis perjalanan lain yang juga berkesan dilain waktu, kemana enaknya? Komen dibawah ya!Â
Selesai,Â
Surabaya - Gili Ketapang, 29 April 2018.
https://alifmaulr.blogspot.co.id/2018/05/gili-ketapang-perjalanan-pertama-dan.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H