Di era digital yang terus berkembang, smartphone telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, mengubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan bersosialisasi. Tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, smartphone kini juga menjadi simbol status sosial dan medium untuk mengakses berbagai bentuk pengetahuan dan hiburan. Fenomena ini dapat dianalisis secara mendalam melalui lensa teori Pierre Bourdieu, yang memperkenalkan konsep-konsep seperti medan sosial, habitus, dan kapital budaya. Esai ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana penggunaan smartphone dapat dipahami sebagai bentuk kapital budaya yang memainkan peran penting dalam medan sosial kontemporer. Dengan mengintegrasikan teori Bourdieu, kita akan melihat bagaimana smartphone mempengaruhi dinamika sosial, membentuk identitas individu, dan menciptakan ketimpangan akses dalam masyarakat modern.
Dengan menggunakan perspektif Pierre Bourdieu, kita dapat menganalisis fenomena ini melalui konsep-konsep seperti medan sosial, kapital budaya, dan habitus. Bourdieu berargumen bahwa medan sosial adalah arena di mana berbagai bentuk kapital - termasuk kapital ekonomi, sosial, dan budaya - dipertaruhkan dan diperebutkan. Dalam konteks ini, kemampuan menggunakan smartphone dan teknologi digital lainnya menjadi bentuk penting dari kapital budaya yang dapat meningkatkan posisi sosial individu dalam medan sosial (Rahmawati & Utami, 2021).
Medan Sosial dan Penggunaan Smartphone
Pierre Bourdieu menjelaskan bahwa medan sosial adalah arena di mana individu dan kelompok bersaing untuk mendapatkan berbagai bentuk kapital, termasuk kapital budaya, sosial, dan ekonomi. Di arena ini, kekuasaan dan dominasi diperebutkan dan dipertahankan melalui berbagai cara, termasuk penggunaan teknologi seperti smartphone. Dalam konteks penggunaan smartphone, medan sosial mencakup berbagai bidang seperti pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial sehari-hari. Misalnya, di dunia pendidikan, akses ke smartphone dan internet memungkinkan siswa untuk mendapatkan berbagai sumber daya belajar, mengikuti kelas online, dan berpartisipasi dalam diskusi akademik secara virtual. Ini tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikan tetapi juga memperluas kapital budaya mereka dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan digital (Rahmawati & Utami, 2021).
Di lingkungan kerja, smartphone memainkan peran penting dalam meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Dengan akses cepat ke email, aplikasi bisnis, dan alat kolaborasi digital, pekerja dapat berkomunikasi dan bekerja dari mana saja, mendukung fleksibilitas dan mobilitas yang semakin dihargai dalam dunia kerja modern. Selain itu, smartphone menjadi alat penting untuk jaringan profesional, memungkinkan individu membangun dan memelihara hubungan bisnis yang berharga. Dalam kehidupan sosial, smartphone memungkinkan individu untuk tetap terhubung dengan teman dan keluarga, bahkan ketika mereka berada jauh secara fisik. Media sosial, aplikasi pesan instan, dan berbagai platform digital lainnya memungkinkan interaksi sosial yang berkelanjutan dan berbagi pengalaman secara real-time. Ini menciptakan bentuk baru dari kapital sosial, di mana hubungan dan jaringan sosial dapat diperluas dan dipelihara melalui teknologi digital.
Contoh nyata dari dinamika ini dapat dilihat pada berbagai kelompok sosial yang memanfaatkan smartphone untuk tujuan yang berbeda. Misalnya, kaum muda menggunakan smartphone untuk mengakses informasi, berinteraksi di media sosial, dan mengkonsumsi konten hiburan, sementara para profesional menggunakan teknologi ini untuk mengelola pekerjaan dan komunikasi bisnis mereka. Perbedaan ini menunjukkan bagaimana berbagai bentuk kapital budaya dan sosial diperebutkan dan diperoleh dalam medan sosial melalui penggunaan teknologi yang berbeda (Widiastuti & Handayani, 2019).
Kapital Budaya dan Teknologi
Pierre Bourdieu menggambarkan kapital budaya sebagai pengetahuan, keterampilan, pendidikan, dan kemampuan yang memberikan keuntungan sosial dan ekonomi. Dalam konteks penggunaan smartphone, kapital budaya terlihat melalui kemampuan seseorang untuk memanfaatkan teknologi ini dengan efektif. Menguasai penggunaan smartphone dan aplikasi terkait, seperti media sosial atau alat digital lainnya, menjadi bentuk kapital budaya yang semakin penting di era digital saat ini.
Penggunaan smartphone sebagai kapital budaya dapat dilihat dalam berbagai situasi. Misalnya, kemampuan menggunakan aplikasi pembelajaran online atau perangkat lunak produktivitas tidak hanya meningkatkan performa individu dalam pendidikan dan pekerjaan tetapi juga menaikkan status sosial mereka di medan sosial tertentu. Orang yang memiliki keterampilan ini seringkali lebih dihargai dan mendapatkan akses ke peluang yang lebih baik dalam pendidikan dan pekerjaan. Selain itu, pengetahuan tentang teknologi terbaru dan tren digital dapat menjadi indikator status sosial dan simbol kapital budaya yang tinggi (Santoso & Kusumawati, 2020).
Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang memiliki akses ke teknologi dan keterampilan digital cenderung lebih mampu berpartisipasi dalam ekonomi digital dan mendapatkan manfaat dari peluang yang disediakan oleh teknologi ini. Contohnya, seorang profesional yang mahir menggunakan alat komunikasi digital dan aplikasi bisnis dapat bekerja lebih efisien dan efektif, memberikan mereka keunggulan kompetitif dalam karir mereka. Demikian juga, seorang siswa yang terampil menggunakan platform pembelajaran online memiliki akses ke sumber daya pendidikan yang lebih luas dan beragam, memperkaya pengalaman belajar mereka dan meningkatkan kapital budaya mereka.
Habitus dan Penggunaan Smartphone
Habitus, menurut Bourdieu adalah kumpulan kebiasaan yang diperoleh melalui pengalaman hidup dan pendidikan, yang membentuk cara individu berpikir, bertindak, dan merasakan dunia di sekitar mereka. Habitus mencerminkan latar belakang sosial dan ekonomi seseorang dan memainkan peran penting dalam menentukan bagaimana mereka memanfaatkan teknologi seperti smartphone. Penggunaan smartphone sangat dipengaruhi oleh habitus individu. Bagi mereka yang tumbuh dalam lingkungan di mana teknologi dan inovasi digital sangat dihargai, penggunaan smartphone secara intensif mungkin sudah menjadi bagian dari habitus mereka. Mereka cenderung lebih cepat beradaptasi dengan teknologi baru, memahami fungsionalitasnya, dan memanfaatkannya untuk berbagai keperluan sehari-hari, seperti bekerja, belajar, dan bersosialisasi.
Sebaliknya, individu yang berasal dari latar belakang di mana akses terhadap teknologi terbatas mungkin memiliki habitus yang berbeda dalam hal penggunaan smartphone. Mereka mungkin menghadapi tantangan dalam mengakses dan memanfaatkan teknologi ini secara efektif, yang dapat membatasi kemampuan mereka untuk memperoleh kapital budaya yang relevan di era digital. Perbedaan dalam habitus ini mencerminkan ketimpangan akses dan keterampilan digital yang ada di masyarakat.
Contoh konkret dari pengaruh habitus terhadap penggunaan smartphone dapat dilihat pada perbedaan antara generasi muda dan generasi tua. Generasi muda, yang tumbuh dengan teknologi digital, seringkali memiliki habitus yang sangat terhubung dengan penggunaan smartphone. Mereka menggunakan teknologi ini tidak hanya untuk komunikasi, tetapi juga untuk pendidikan, hiburan, dan pengembangan diri. Sebaliknya, generasi tua mungkin memiliki habitus yang kurang terhubung dengan teknologi digital, sehingga mereka mungkin merasa kurang nyaman atau kesulitan dalam mengadopsi teknologi ini ke dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, habitus memainkan peran penting dalam menentukan bagaimana individu menginternalisasi dan memanfaatkan teknologi seperti smartphone. Ini juga mencerminkan bagaimana teknologi dapat memperkuat atau mengurangi ketimpangan sosial yang ada, tergantung pada akses dan keterampilan yang dimiliki oleh individu dan kelompok sosial (Rahmawati & Utami, 2021).Â
Transformasi Sosial dan Ketimpangan
Penggunaan smartphone telah membawa perubahan besar dalam struktur sosial dan cara orang berinteraksi. Teknologi ini memungkinkan akses informasi dan komunikasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengubah cara kita bekerja, belajar, dan berinteraksi. Namun, perubahan ini juga memperdalam ketimpangan yang ada, terutama dalam hal akses dan keterampilan digital.
Transformasi sosial yang dipicu oleh penggunaan smartphone dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya, dalam dunia kerja, smartphone memungkinkan fleksibilitas kerja yang lebih besar, seperti bekerja dari jarak jauh, yang semakin populer di era digital. Ini mengubah dinamika kerja tradisional dan menciptakan peluang baru bagi mereka yang memiliki akses dan keterampilan digital yang memadai. Namun, bagi mereka yang kurang beruntung dan tidak memiliki akses yang sama, teknologi ini bisa menjadi penghalang, memperlebar kesenjangan antara yang berkemampuan teknologi dan yang tidak (Ling, 2012).
Ketimpangan akses terhadap teknologi juga terlihat dalam bidang pendidikan. Siswa yang memiliki akses ke smartphone dan internet dapat memanfaatkan berbagai sumber daya online, mengikuti kelas daring, dan terlibat dalam pembelajaran interaktif yang meningkatkan pengalaman belajar mereka. Sebaliknya, siswa yang tidak memiliki akses ini tertinggal dan kesulitan mengejar ketinggalan, yang pada akhirnya memperburuk kesenjangan pendidikan.
Selain itu, ketimpangan dalam penggunaan smartphone juga tercermin dari segi sosial dan ekonomi. Kelompok dengan kapital ekonomi yang lebih besar cenderung memiliki akses yang lebih baik ke teknologi terbaru dan layanan internet yang lebih cepat dan stabil. Mereka juga lebih mampu membiayai pelatihan dan pendidikan teknologi, yang memberikan keuntungan kompetitif dalam pasar kerja dan kehidupan sosial. Sebaliknya, kelompok dengan kapital ekonomi terbatas mungkin menghadapi kendala finansial dan infrastruktur yang menghambat akses mereka ke teknologi ini, memperdalam ketimpangan sosial yang ada (Hargittai & Hsieh, 2013).Â
Kesimpulan
Smartphone telah menjadi bagian penting dari kehidupan modern, mengubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan berinteraksi. Melalui perspektif teori Pierre Bourdieu, kita dapat memahami bagaimana teknologi ini berfungsi sebagai bentuk kapital budaya yang signifikan dalam medan sosial saat ini. Kemampuan untuk menggunakan smartphone dengan efektif memberikan keuntungan sosial dan ekonomi yang penting, sementara perbedaan dalam akses dan keterampilan teknologi memperdalam ketimpangan yang ada.
Kapital budaya yang terkait dengan penggunaan smartphone memungkinkan individu untuk meningkatkan status sosial mereka dan mendapatkan akses ke peluang yang lebih baik dalam pendidikan dan pekerjaan. Namun, habitus individu, yang dipengaruhi oleh latar belakang sosial dan ekonomi mereka, memainkan peran penting dalam menentukan sejauh mana mereka dapat memanfaatkan teknologi ini. Transformasi sosial yang dipicu oleh penggunaan smartphone juga menunjukkan bagaimana teknologi dapat memperkuat ketimpangan sosial yang ada, tergantung pada akses dan keterampilan yang dimiliki oleh individu dan kelompok sosial (Widiastuti & Handayani, 2019).
Dengan demikian, penting bagi pembuat kebijakan dan pemimpin masyarakat untuk memperhatikan ketimpangan digital ini dan bekerja menuju solusi yang lebih inklusif. Investasi dalam infrastruktur teknologi, pendidikan digital, dan pelatihan keterampilan sangat penting untuk memastikan bahwa manfaat dari revolusi digital dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat, bukan hanya oleh mereka yang sudah memiliki keuntungan dalam kapital budaya dan ekonomi.
Referensi:
Bourdieu, P. (1984). Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste. Harvard University Press.
Ling, R. (2012). Taken for Grantedness: The Embedding of Mobile Communication into Society. MIT Press.
Prasetyo, B. (2018). Pengaruh Penggunaan Smartphone terhadap Prestasi Belajar Siswa di Sekolah Menengah Atas. Jurnal Teknologi Pendidikan, 20(1), 45-58.
Rahmawati, D., & Utami, S. (2021). Analisis Penggunaan Smartphone sebagai Kapital Budaya di Kalangan Mahasiswa. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, 6(1), 112-125.
Santoso, I., & Kusumawati, A. (2020). Peran Teknologi Smartphone dalam Meningkatkan Keterampilan Digital di Kalangan Remaja. Jurnal Komunikasi dan Informasi Digital, 5(3), 89-101.
Widiastuti, E., & Handayani, D. (2019). Dampak Penggunaan Teknologi Digital terhadap Kesenjangan Sosial di Indonesia. Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis, 4(2), 125-137.
Hargittai, E., & Hsieh, Y. P. (2013). Digital Inequality. In Dutton, W. H. (Ed.), The Oxford Handbook of Internet Studies. Oxford University Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H