Mohon tunggu...
Alifia Sekar Sriwijaya
Alifia Sekar Sriwijaya Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa

Introvert learner who wants to stay for good in Melbourne, Aussie.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Apa yang Harus Dilakukan oleh Amerika dan Cina untuk Mengakhiri Perang Dagang Jangka Panjang?

20 Desember 2019   12:30 Diperbarui: 20 Desember 2019   12:52 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://www.epsjournal.org.uk

Selain memperhatikan sikap, pokok bahasan dalam negosiasi juga perlu diamati dengan cermat. Seperti yang dikatakan oleh Jiming & Posen (2018) negosiasi harusnya tidak membahas hal-hal komersial---misal permintaan Trump agar Xi Jinping membeli produk agrikulturnya sebesar 50 miliar dolar sebagai salah satu syarat terhentinya perang dagang (Long, 2019)---yang bersifat jangka pendek. Jiming & Posen (2018) bahkan mengatakan "It is folly to have trade agreements target economic variables that can not be controlled". Negosiasi harusnya lebih terkait pada hal-hal yang bisa dikontrol seperti sikap dan tindakan melalui pembuatan kebijakan (Jiming & Posen, 2018) sehingga mekanisme penyelesaian dapat lebih jelas apabila salah satu pihak terbukti melakukan pelanggaran.

Melalui mekanisme itu, kemungkinan terjadinya aksi tit-for-tat---strategi dalam game theory yang merujuk pada retaliasi setara---akan lebih kecil terjadi. Jiming & Posen (2018) pun berkesimpulan "Hence the subject of China-US negotiations should be what behaviours to restrict, not what industries to protect.". Namun, apabila negosiasi bilateral ini tidak memberikan hasil yang efektif, maka bentuk solusi alternatif lainnya adalah dengan memberikan kewenangan pada WTO melalui mekanisme perselisihan dagang-nya. Meskipun begitu, satu hal yang perlu ditekankan adalah perlunya adaptasi rancangan WTO sebab perselisihan Amerika dan Cina tidak hanya melibatkan isu perdagangan saja, tetapi juga isu teknologi seperti hak kekayaan intelektual, internet, dan privasi data (Jiming & Posen, 2018).

Kedua adalah perlunya Amerika untuk menghentikan aksinya menuduh Cina. Dua penyebab besar yang menjadikan Trump menjatuhkan tarif kepada Cina untuk pertama kalinya adalah terkait tuduhannya terhadap kecurangan yang dilakukan oleh Cina---terutama pada kebijakan Cina untuk mensubsidi industri berorientasi ekspor dan mewajibkan perusahaan luar negeri melakukan transfer teknologi---dan sebagai upaya untuk mengurangi defisit perdagangan dengan Cina yang mencapai angka 376 juta dolar di tahun 2017 (Davis & Wei, 2018).

Padahal, apabila mengacu pada mekanisme peraturan di WTO, tuduhan Trump terkait masalah subsidi agar dapat mengekspor barang dengan harga lebih murah tersebut terbukti tidak berdasar pada hukum apapun. WTO selama ini tidak pernah sekalipun melarang negara-negara anggotanya untuk memberikan subsidi terhadap segala kegiatan perindustrian. Mereka hanya mewajibkan negara anggotanya untuk transparan dalam pelaporan jumlah subsidi yang mereka berikan dan Cina telah mematuhi persyaratan tersebut (Yu & Zhang, 2019). Fakta bahwa komoditas ekspor dari Cina lebih murah daripada Amerika sebenarnya bukan berasal dari pemberian subsidi ini.

Menurut data dari Qiu & Wei (2019), gaji yang diterima buruh di Cina setiap bulannya berjumlah sebesar 750 dolar, sementara di Amerika mencapai 4200 dolar per bulannya atau sekitar 5 kali lebih besar. Perbedaan mencolok ini juga didukung oleh produktifitas Cina yang lebih tinggi sekitar 45% dari pada Amerika. Sementara, mengenai tujuan Amerika untuk mengurangi defisit perdagangan global juga lebih efektif dilakukan dengan meningkatkan tabungan nasional (Jiming & Posen, 2018).

Apabila Amerika ingin secara spesifik mengurangi defisit dengan Cina, maka Ia bisa mengulangi kebijakan Barack Obama dengan menggandakan impor kedua negara dalam jangka waktu 5 tahun sehingga menciptakan win win solution (Yu & Zhang, 2019). Lebih lanjut mereka mengatakan "By expanding the size of trade, the gains from trade of the two countries also increase." . Oleh karenanya, Trump harus menyadari terlebih dahulu bahwa upaya menaikkan tarif justru akan merugikan perekonomian Amerika sebesar 0,7% atau 200 juta dolar dari total GDP saat ini (Guo et al., 2018) dan satu-satunya jalan yang bisa Ia lakukan adalah melalui kerja sama.

Sementara, untuk aksi jangka panjang, Amerika sudah seharusnya mengakui bargaining power Cina yang semakin meningkat. Sudah waktunya Amerika membagi beban kepemimpinan yang selama ini Ia pegang dalam sistem unipolar-nya kepada Cina demi kesejahteraan masyarakat dunia---bukan berarti sistem secara langsung berubah menjadi bipolar. Seperti yang dikatakan oleh Jiming & Posen (2018) bahwa "Failure to give China that voice and vote not only overburdens the United States but also diminishes the legitimacy and reach of the international institutions, unnecessarily restricts the views expressed in decision-making, leading to blind spots, and encourages China and others to go outside the system. By engaging further in the system China will not displace the United States from global leadership anytime soon and will not undermine the liberal values built into the rules-based system."

Ketiga adalah Cina harus menyetop aksi pencurian teknologi dari perusahaan asing. David Rennie, seorang jurnalis Inggris, mengatakan dalam tayangan The Economist tahun 2019 bahwa Cina telah melakukan pencurian terhadap teknologi perusahaan luar negeri untuk tujuan komersial---berbeda dengan Amerika yang hanya melakukan pencurian untuk kepentingan pribadi. Beberapa perusahaan di Amerika pun sempat melakukan survei yang dinisiasi oleh media CNBC mengenai seberapa besar kemungkinan IP mereka dicuri oleh pemerintah Cina (Rosenbaum, 2019). Berikut ini adalah hasilnya.

Sumber gambar : https://www.cnbc.com/
Sumber gambar : https://www.cnbc.com/

Meskipun belum ada bukti terkait hal ini, mengasumsikan bahwa apa yang diberitakan oleh media tersebut benar dan mewakili suara secara keseluruhan, maka besarnya presentase perusahaan yang telah mengklaim adanya pencurian oleh Cina membuktikan bahwa beberapa poin yang disampaikan Donald Trump terkait kasus perang dagang ini bukan tanpa dasar. Untuk itu, demi tercapainya ekonomi perdamaian, Cina sudah seharusnya segera menyetop segala tindakan curang yang melanggar peraturan WTO. Untuk membuktikannya, WTO perlu menyelenggarakan suatu investigasi terhadap sistem perekonomian Cina---tetapi dengan tetap memegang konsep kedaulatan negara.

Dalam mekanisme ini, Cina harus bersikap kooperatif dan transparan agar perang dagang dapat bisa menemui titik kejelasan dan mencapai kesepakatan. Melalui pemaparan beberapa argumen tersebut, penulis percaya bahwa apabila Amerika dan Cina dapat saling memulai itikad baik untuk kembali bernegosiasi dan saling menyadari kesalahan masing-masing, maka perang dagang dapat segera diakhiri dan ekonomi perdamaian yang dicita-citakan oleh Caruso (2017) dapat tercapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun