Mohon tunggu...
Alifia Rachmawati
Alifia Rachmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - S.Sos

dukung artikel ku yaa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Masyarakat Yang Terjajah Budaya Luar, Perspektif Nietzsche Tentang Kemerdekaan Identitas Indonesia

8 Januari 2025   14:38 Diperbarui: 8 Januari 2025   14:38 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Friedrich Nietzsche, filsuf Jerman abad ke-19, dikenal dengan konsepnya yang berani tentang Kehendak untuk Berkuasa (Will to Power). Menurut Nietzsche, setiap individu atau bangsa memiliki kehendak untuk berkembang, berkreasi, dan mengekspresikan eksistensinya. Namun, dalam realitas sosial, kehendak untuk berkuasa sering kali terkekang oleh berbagai faktor eksternal. Salah satunya adalah masuknya budaya luar yang memaksakan nilai-nilai dan norma-norma asing terhadap masyarakat yang seharusnya bebas menentukan arah hidupnya sendiri.

Indonesia, sebagai negara yang kaya akan budaya dan tradisi, menghadapi tantangan besar di era globalisasi ini. Banyaknya arus informasi yang semakin terbuka, budaya asing, terutama budaya Barat, seringkali mendominasi dan memengaruhi kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai dan gaya hidup Barat sering dianggap sebagai simbol kemajuan, sehingga banyak masyarakat Indonesia yang mulai menirunya, bahkan tanpa mereka sadari dampaknya terhadap identitas budaya lokal. Disini pandangan Nietzsche tentang will to power atau kehendak untuk berkuasa menjadi relevan.

Bagi Nietzsche, kehendak untuk berkuasa adalah dorongan untuk terus berkembang dan mengungkapkan potensi diri secara otentik. Yang berarti Nietzsche mengajarkan bahwa masyarakat atau suatu bangsa sebaiknya tidak mengikuti begitu saja nilai-nilai yang ada di budaya tertentu, terutama yang sudah mapan dan diturunkan dari generasi ke generasi. Sebaliknya, setiap individu atau bangsa harus mengembangkan nilai-nilai dan potensi yang berasal dari dalam diri mereka sendiri, yang lebih autentik dan sesuai dengan identitas mereka.

Konsep eternal recurrence menurut Nietzsche mengajak kita untuk memikirkan apakah kita akan merasa puas jika hidup ini terus berulang. Dalam konteks budaya Indonesia, ini berarti pentingnya menggali kembali nilai-nilai dan kebijaksanaan budaya lokal, agar Indonesia tidak terjebak dalam siklus mengikuti budaya luar. Dengan menghidupkan kembali potensi budaya sendiri, Indonesia bisa menciptakan masa depan yang lebih autentik dan sesuai dengan jati dirinya.

Nietzsche juga memperkenalkan konsep bermensch atau manusia unggul, yang merupakan individu yang mampu menciptakan nilai-nilai dan hidup sesuai dengan kehendaknya sendiri. Masyarakat Indonesia bisa mengadopsi konsep ini dengan tidak hanya menerima budaya luar, tetapi juga tetap berpegang pada akar budaya mereka, dan mengembangkan sesuatu yang lebih besar, lebih inovatif, dan lebih relevan.

Nama : Alifia Rachmawati

NIM : 1512400281

Fakultas : Psikologi-R

Matakul : Filsafat Manusia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun