Indonesia adalah negara yang memiliki segudang keberagaman, bahkan Indonesia banyak dikenal oleh negara lain melalui keberagamannya itu sendiri. Banyak bentuk keberagaman di tanah air kita tecinta ini mulai dari agama, suku, dan ras. Hal itu menjadi simbol persatuan dan kesatuan di Indonesia yang dibalut dalam Bhinneka Tunggal Ika. Keberagaman itu membuat kita menjadi masyarakat yang multikural yang memiliki latar belakang budaya dan nilai-nilai sosial yang berbeda. Oleh karena itu sikap toleransi dan rasa kebersamaan yang tinggi harus dimiliki setiap penduduk warga negara Indonesia karena mau tidak mau kita akan hidup dan bermasyarakat dalam keberagaman ini.
Adanya keberagaman ini membuat kita masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang majemuk. Menurut Parsudi Surparlan, masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri atas kumpulan orang-orang atau kelompok-kelompok yang berbaur, tetapi tidak menjadi satu. Dan setiap kelompok tersebut mempunyai latar belakang kebudayaan, agama, dan suku yang berbeda. Kemajemukan masyarakat di Indonesia ini sangat memungkinkan terjadinya perpecahan dikarenakan latar belakang yang berbeda dari setiap kelompok atau individu yang harus hidup berdampingan dengan perbedaan itu. Dan tidak jarang pula perbedaan itu menimbulkan perpecahan yang berujung pada  rasisme.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), rasisme berarti rasialme, dimana rasialisme memiliki arti yaitu prasangka berdasarkan keturunan bangsa; perlakuan berat sebelah terhadap (suku) bangsa yang berbeda-beda. Sedangkan menurut Pramoedya Ananta Toer, rasisme atau rasialisme merupakan pemahaman yang menolak golongan masyarakat yang berbeda ras atau dengan kata lain, mempunyai kelainan daripada umumnya. Penyebab dari rasisme adalah kepercayaan bahwa kenyataan serta entitas seseorang serta sifatnya ditentukan serta dilihat dari faktor anatomi tubuh atau ras dari suatu golongan, nukan dari penilaian atas kualitas akalnya antar sesama manusia (W Prayoga, 2020). Dengan kepercyaan seperti itu seseorang akan merasa superior, yang mana ia merasa rasnya lebih unggul serta spesial dibandingkan ras lainnya dan hal tersebut mengakibatkan munculnya tindakan kurang pantas terhadap ras yang dianggapnya lebih rendah.
Sayangnya, kasus rasisme tak jarang terjadi di Indonesia. Ini terjadi akibat kurangnya rasa kemanusiaan dan keadilan sosial yang tercantum dalam pancasila yang tidak diamalkan dengan baik (Dewantara, Nurgiansah, dkk 2021). Terlebih mengingat kita hidup di era globalisasi, dimana setiap orang bebas menggunakan internet tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak diantara kita yang secara tidak sadar telah melakukan rasisme. Masyarakat cenderung tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan dari  melakukan kejahatan ujaran kebencian contohnya rasisme di media sosial. Serta kurangnya kontrol sosial dari lingkungan dalam keluarga yang kerap tidak mau tahu terhadap kondisi anggota keluarganya. Selain itu, pihak eksternal seperti masyarakat yang tidak peduli akan kejadian-kejadian kejahatan yang terjadi di sekitarnya serta hilangnya kontrol tersebut dan tidak adanya norma- norma sosial atau konflik norma- norma yang dimaksud.
Kasus rasisme terhadap warga Papua masih terus menerus terjadi dan belum menemuka titik terang. Seperti yang diberitakan oleh Kompas.com (Ardito Ramadhan, 2019), asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, dikepung oleh sekelompok anggota ormas yang menuduh para mahasiswa itu telah menghina Bendera Putih. Tertangkap di beberapa video yang berdedar di media sosial massa melontarkan ucapan-ucapan yang melecehkan mahasiswa dari Papua tersebut. Dalam berita Kompas.com lainnya dikatakan bahwa polisi sudah mencoba berunding dengan mahasiswa Papua untuk mengetahui bagaimana kronologi dari kejadian tersebut. Namun usaha polisi tidak membuahkan hasil dan mereka memutuskan untuk membawa paksa mahasiswa Papua. Rasisme terhadap masyarakat Papua sering terjadi di Indonesia yang mengakibat timbul rasa tidak aman oleh masyarakat Papua.
Sebagai negara yang memiliki dasar negara yaitu Pancasila, yang telah disepakati sejak Indonesia merdeka. Indonesia dipersatukan oleh Pancasila. Pancasila sendiri mengandung nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan. Kasus rasisme yang terjadi terhadap mahasiswa Papua itu sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila khususnya sila ke-3 yaitu, Persatuan Indonesia. Persatuan memiliki tujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta menciptkan perdamaian dunia yang abadi. Hakikat persatuan didasari oleh sila kemanusiaan dan kemanusiaan, yang berarti manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang pertama harus direalisasikan adalah mewujudkan persatuan dalam suatu negara. Maka dari itu, persatuan merupakan akibat adanya manusia sebagai makhluk Tuhan. Hasil persatuan di antara individu-individu, pribadi-pribadi dalam suatu negara. Persekutuan hidup bersama manusia dalam ramgka mewujdukan persatuan dan keadilan dalam kehidupan sosial (Dr. Asep Sulaiman, 2015)
Sebagai warga negara yang baik dan berpegang teguh terhadap nilai-nilai Pancasila, kita harus mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan bermasyarakat. Pancasila ada guna mewujdukan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Oleh karena itu, kita harus bisa hidup berdampingan tanpa harus merasa lebih tinggi atau rendah dari orang lain dan tidak membeda-bedakan perilaku kita terhadap sesama hanya karena memiliki latar belakang sosial dan kebudayaan yang berbeda. Sesungguhnya perbedaan itulah yang membuat kita menjadi suatu bangsa yang unik. Dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila kita akan terhindar dari perilaku rasime yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
SUMBER REFERENSI
Alifia Meita Putri, M. A. (n.d.). Urgensi Tolernasi Kebhinekaan dalam Kehidupan Berbangsa dan Benegara (Studi Kasus Diskriminasi dan Rasisme Terhadap Masyarakat Papua).
Dr. Asep Sulaiman, M. (2015). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung: CV Arfino Raya.
Jagad Aditya Dewantara, T. H. (2021). Builiding Tolerance Attitudes of PPKN Students Through Multiculural Education Courses. Jurnal Etika Demokrasi, 103-115.
Paristiyanti Nurwardani, H. Y. (2016). Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Pancasila. Jakarta: Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Sutardi, T. (2007). Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: Setia Purna Inves.
Zihan Suryani, D. A. (2021). Implementasi Pancasila Dalam Menghadapi Masalah Rasisme dan Diskriminasi. 195-197.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H