Kemacetan menjadi salah satu permasalahan yang tak kunjung selesai di Indonesia terlebih di kota-kota besar seperti Kota Bandung. Kemacetan di Kota Bandung terbilang cukup tinggi, karena penggunaan kendaraan pribadi dan ditambah dengan kota yang padat penduduk membuat mobilitas dalam kegiatan sehari-hari cukup tinggi.Â
Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk mengurangi kemacetan di Kota Bandung dengan memanfaatkan transportasi umum. Ketika penggunaan transportasi umum ditingkatkan, maka penggunaan atas kendaraan pribadi dapat ditekan sehingga kemacetan pun berkurang.
DAMRI (Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia) adalah Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang jasa transportasi darat. Salah satu cabangnya, Perum DAMRI di Bandung, memiliki segmen usaha bus kota yang merupakan salah satu jasa angkutan umum  di kota Bandung. DAMRI sendiri mulai beroperasi sejak tahun 1946. Lantas, bagaimana kualitas layanan salah satu moda transportasi umum tertua yang masih beroperasi hingga saat ini?
Untuk rute yang pernah saya naiki yakni rute Dipati Ukur menuju Jatinangor dan sebaliknya, dengan harga lima ribu rupiah saja sudah terbilang cukup ramah kantong mahasiswa. Dengan kembali dilaksanakannya kuliah daring atau tatap muka, DAMRI menjadi salah satu transportasi yang banyak digunakan oleh mahasiswa.Â
Berdasarkan hasil wawancara dari narasumber, yakni Shafira yang merupakan seorang mahasiswa dari Universitas Padjadjaran ia terbilang cukup sering menggunakan DAMRI yakni sekitar dua sampai tiga kali dalam seminggu untuk rute Dipati Ukur - Jatinangor, terlebih apabila ada kelas offline tambahan maka menggunakan DAMRI sudah menjadi makanan sehari-hari.
Alasan ia masih bertahan menggunakan DAMRI di tengah pilihan menggunakan kendaraan pribadi karena awal tarif menaiki DAMRI gratis dan jarak yang ditempuh untuk ke tempat halte naik DAMRI pun dekat dengan rumah. Namun, untuk sekarang walaupun sudah dikenakan tarif biaya, mahasiswa ini masih tetap memilih untuk menaiki DAMRI karena tarifnya cukup murah dan ramah di kantong mahasiswa.
Untuk masalah fasilitas utama DAMRI sendiri, seperti kursi penumpang dan alat pembayaran cashless atau menggunakan Qris ini sudah cukup memuaskan. QR Code juga ditempel di luar mobil dekat dengan pintu masuk, sehingga membuat penumpang lebih mudah. Namun, terlebih dari fasilitas utama yang cukup memuaskan ini, ada beberapa hal yang menurut saya masih harus diperbaiki. Menurut Shafira ada beberapa hal yang dikeluhkan dan menurut salah satu pengguna DAMRI ini perlu adanya peningkatan kualitas agar lebih nyaman dalam menggunakan DAMRI.
Hal pertama yakni mengenai jam operasional, menurut Shafira jam operasional DAMRI kadang tidak menentu dan tidak sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan sehingga terkadang tidak dapat diprediksi kapan terakhir keberangkatan terakhirnya. Selain Shafira, narasumber lainnya yakni Alisha yang  sudah lebih dari 5 kali menggunakan DAMRI rute Jatinangor menuju Dipati Ukur dan sebaliknya. Awalnya ia selalu menggunakan DAMRI untuk bepergian menggunakan DAMRI ini karena waktu itu tarifnya masih gratis. Sementara jika dibandingkan dengan moda transportasi lain yang tersedia untuk rute tersebut harganya relatif mahal. Namun, belakangan ini Alisha sudah tidak lagi memilih DAMRI sebagai opsi utama. Karena Alisha juga  merasa selama ini tidak ada informasi yang jelas mengenai jadwal keberangkatan bus sehingga ia tidak tahu kapan dan di mana ia harus menunggu DAMRI.
Saya setuju dengan hal ini karena ketika saya menunggu DAMRI jeda antara bus ke satu dan lainnya tidak menentu, ada yang lebih cepat dari perkiraan dan ada yang lebih lama. Padahal pihak DAMRI seharusnya memanfaatkan teknologi untuk melacak keberadaan DAMRI ini dan memperlihatkannya kepada kami sebagai penumpang pada aplikasi Teman Bus. Selain menunjukan bahwa DAMRI ini sudah beradaptasi dengan perkembangan teknologi, hal ini juga dapat membuat waktu estimasi kedatangan dan kesampaian bus lebih akurat dan memudahkan penumpang.
Dapat kita ambil contoh dari aplikasi-aplikasi yang menyediakan jasa transportasi seperti Gojek, Grab, dan lainnya. Dalam aplikasi diberi tahu di mana posisi kendaraan dan estimasi kedatangan dan kesampaian transportasinya maka seharusnya pihak DAMRI mencontoh hal ini. Masyarakat memikirkan bahwa waktu mereka juga berharga, banyak aktivitas yang harus dilakukan, sehingga bagaimana bisa mereka menghabiskan waktunya hanya untuk menunggu bus DAMRI?
Selanjutnya, walaupun dengan menggunakan Qris sudah cukup melek dengan teknologi tetapi alangkah baiknya apabila mesin tap on segera dipasang di seluruh DAMRI sehingga untuk transaksi pembayaran dapat dilakukan dengan lebih cepat menggunakan e-money karena menurut pengalaman saya jika kita membayar menggunakan Qris kita harus menunggu konfirmasi pembayaran. Apabila belum terkonfirmasi membayar maka tidak diperbolehkan untuk masuk dan duduk di kursi penumpang.
Lalu, Shafira juga sempat bertemu dengan beberapa sopir DAMRI yang kurang ramah sehingga membuat penumpang kurang nyaman. Ia juga mengatakan hal yang sama dengan Shafira yakni ia juga merasa belakangan ini sopir-sopir DAMRI agak kurang ramah. Dan dari permasalahan ini juga menjadi salah satu alasan Alisha berhenti menggunakan DAMRI. Menurut saya, menjadi sopir apalagi sopir DAMRI bukanlah hal yang mudah karena membawa belasan nyawa di dalamnya. Namun, demi kenyamanan penumpang dan sopir itu sendiri alangkah baiknya menerapkan sikap sopan santun dan ramah tamah. Bukan hanya dari satu pihak saja yang harus menerapkan hal ini. Tapi kedua belah pihak yakni penumpang dan sopir harus saling menghormati dan menghargai satu sama lain.
Dan yang terakhir, seperti yang kita ketahui bahwa kita sedang dalam masa transisi COVID-19, sudah seharusnya dalam bus DAMRI disediakan hand sanitizer agar lebih aware terhadap masa transisi ini. Melihat dari pelayanan yang diberikan oleh DAMRI saat ini, dapat dikatakan bahwa DAMRI kurang bisa beradaptasi dengan kemajuan zaman. Di saat banyak bermunculan layanan transportasi umum yang memanfaatkan aplikasi smartphone untuk mendistribusikan informasi layanannya, DAMRI sepertinya belum dapat menyeimbangi dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi ini untuk memaksimalkan pelayanannya. Sebelum terlambat, perbaiki layanan transportasi DAMRI agar masyarakat tak beralih ke moda transportasi lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H