Mohon tunggu...
Alifiano Rezka Adi
Alifiano Rezka Adi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Arsitektur FT UGM Yogyakarta, yang slogannya better space better living, ayoo hidupkan ruang disekitar kita biar dunia ini lebih berwarna :DD

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Hari Energi Sedunia: Urgensi Gerakan Hemat Energi dalam Pembangunan Skala Luas

22 Oktober 2015   12:02 Diperbarui: 22 Oktober 2015   17:07 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kawase dalam Kusumawanto, 2014"]

[/caption]

Arsitektur Hemat Energi

Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya-upaya besar untuk mereduksi emisi greenhouse gas (GHG) dengan tujuan untuk memitigasi dampak buruk bagi kesehatan umat manusia serta memperlambat laju perubahan iklim global. Salah satu pendekatan kunci untuk menahan laju emisi GHG adalah dengan meminimalisir penggunaan energi (Chan dan Chow, 2014). Dijelaskan lebih lanjut bahwa bangunan, sebagai konsumen listrik terbesar di kota-kota modern saat ini, dapat memberikan kontribusi yang cukup besar untuk konservasi energi serta penghapusan GHG melalui kontrol pihak legislatif dan desain bangunan yang hemat energi dan ramah lingkungan. Secara global, bangunan mengkonsumsi sekitar 40% dari total konsumsi energi tahunan dunia (Omer, 2008; Radhi, 2009). Energi yang dikonsumsi sebagian besar adalah dari sistem pendinginan, pemanasan, dan penerangan.

[caption caption="Radhi, 2009"]

[/caption]

Saat ini, dibeberapa negara telah menggunakan regulasi perhitungan energi bangunan melalui nilai overall thermal transfer value (OTTV). Regulasi perhitungan OTTV menjadi metode pendekatan yang simpel dan mudah untuk menentukan apakah suatu bangunan telah mencapai kondisi hemat energi atau belum (Chan dan Chow, 2014). Dalam penelitiannya tersebut, perhitungan OTTV dapat dilakukan tidak lagi sebatas pada bangunan dengan single facade seperti bangunan pada umumnya, namun juga bangunan dengan double facade dengan rumusan-rumusan yang telah disesuaikan. Dengan begitu metode perhitungan nilai OTTV ini dapat digunakan secara lebih luas pada berbagai jenis selubung bangunan. Dalam penelitian sebelumnya, Cahn dan Chow (2013) juga telah merumuskan perhitungan nilai OTTV untuk bangunan dengan greenroof yang sedang populer saat ini.

Bangunan Hijau Indonesia

 

Dalam penerapannya di Indonesia perangkat penilaian untuk bangunan hijau tercantum dalam GREENSHIP. Penyusunan GREENSHIP ini didukung oleh World Green Council, dan dilaksanakan oleh Komisi Rating dari Green Building Council Indonesia (GBCI) sebagai salah satu lembaga yang sangat peduli terhadap bangunan ramah lingkungan yang berbasis pada pembangunan berkelanjutan. GBCI dalam melakukan kegiatan evaluasi terhadap suatu perancangan menggunakan sistem rating greenship yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap sebuah gedung. Sistim rating sendiri merupakan suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian yang disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai atau poin. Suatu perancangan arsitektur akan mendapat sertifikatsebagai “bangunan hija” ketika berhasil memenuhi jumlah poin tertentu sesuai dengan kriteria-kriteria yang terdapat di dalam greenship rating tools. Dalam website resmi GBCI (www.gbcindonesia.org) beberapa kriteria green building yang diajukan antara lain adalah :

  • Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD)
  • Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy Efficiency & Refrigerant/EER)
  • Konservasi Air (Water Conservation/WAC)
  • Sumber & Siklus Material (Material Resources & Cycle/MRC)
  • Kualitas Udara & Kenyamanan Udara (Indoor Air Health & Comfort/IHC)
  • Manajemen Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management/BEM)

            Kriteria-kriteria yang tertuang dalam greenship beserta penjelasan detail tiap kriteria sebenarnya sangat membantu para arsitek dan perencana dalam merencanakan pembangunan sehingga terarah pada satu semangat yaitu “bangunan hijau” (Kusumawanto dan Astuti, 2014).

Kawasan Hijau Indonesia

Untuk lingkup yang lebih luas atau skala kawasan, GBCI mengeluarkan draf pedoman penilaian untuk kawasan pada tahun 2013. Kawasan yang dimaksud melingkupi kawasan perumahan, kawasan pusat kota dan bisnis, serta kawasan industri besar dan kecil. Greenship untuk kawasan ini dinilai perlu untuk mengukur tingkat keberlanjutan ruang perkotaan untuk menjaga kualitas hidup manusia di dalamnya (Kusumawanto dan Astuti, 2014). Adapun kategori penilaian dalam greenship kawasan ini meliputi peningkatan ekologi lahan, pergerakan dan konektivitas, manajemen dan konservasi air, manajemen siklus material, strategi kesejahteraan masyarakat, bangunan dan infrastruktur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun