[caption id="attachment_401781" align="aligncenter" width="208" caption="atmajayanews.wordpress.com/2012/06/22/penataan-jalur-pejalan-kaki-pada-koridor-jalan-malioboro"][/caption]
Keberadaan PKL dan parkir liar di beberapa pusat keramaian kota sudah menjadi pemandangan yang lazim kita lihat saat ini. Dimana ada pusat perbelanjaan, terminal, ataupun stasiun, senantiasa ada PKL atau parkir liar di sekelilingnya, seperti peribahasa “dimana ada gula, disitu ada semut”. Tempat-tempat ini biasanya memiliki intensitas aktivitas dan pengunjung yang tinggi sehingga menjadi pilihan utama para PKL dalam menempatkan dagangannya. NAMUN SERINGKALI KEBERADAAN PKL INI MENGORBANKAN RUANG-RUANG DISEKITARNYA, PADA UMUMNYA YANG DIKORBANKAN ADALAH RUANG PEDESTRIAN ATAU TROTOAR. Keberadaan PKL di trotoar seringkali menutup akses untuk para pejalan kaki yang melewatinya. Akibatnya sering kita jumpai pejalan kaki mlipir berjalan melewati jalan aspal, bukan trotoar, sehingga berpotensi dapat mengganggu kelancaran lalulintas kendaraan bermotor.
Bagaimana dengan parkir liar? Ruang di badan jalan utama yang tidak memadai atau tidak tersedianya area khusus parkir membuat pihak-pihak tertentu mengambil jalan praktis, yaitu memanfaatkan ruang trotoar sebagai tempat parkir umum. Motor-motor biasanya diparkir dalam satu baris atau dua baris bolak-balik sehingga hanya menyisakan sedikit ruang untuk lewat, jika tidak ada ruang sisa, ya terpaksa pejalan kakinya yang mengalah, melipir ke jalan aspal.
Penyediaan kualitas trotoar yang baik untuk warga kota sering tak optimal akibat tidak terintegrasinya perencanaan, perizinan, dan pemantauan di lapangan oleh Dinas Perhubungan dan institusi kecamatan. Akibatnya, parkir dan pedagang kaki lima (PKL) di atas trotoar pun menjamur seolah tak terkendali dan mengalahkan hak pejalan kaki (Elanto Wijoyono, 2013).
TROTOAR DI SEPANJANG JALAN MALIOBORO YOGYAKATA DAPAT MENJADI CONTOH BAGAIMANA MENJAMURNYA PKL DAN PARKIR LIAR, MENGEKSPLOITASI RUANG PEJALAN KAKI. Fungsi trotar sudah nyata-nyata bergeser (disfungsi), tidak lagi murni bagi pejalan kaki. Kedai-kedai PKL dan parkir liar banyak ditemui di beberapa titik sepanjang pedestrian jalan Malioboro, menutup sebagian atau seluruh ruang pedestrian sehingga mengganggu pejalan kaki yang melintas.
[caption id="attachment_401783" align="aligncenter" width="360" caption="http://yumantoko.blogspot.com/2010/11/malioboro-yogyakarta.html"]
Koridor Jalan Malioboro pada awalnya adalah area komersial berkonsep walking area, yang menitikberatkan pejalan kaki sebagai sasaran konsep. Namun pada akhirnya, konsep komersial terlalu mendominasi sehingga mengorbankan kenyamanan pejalan kaki dengan kurangnya fasilitas pendukung seperti tempat duduk, toilet, atau papan petunjuk. Menjamurnya parkir liar dan pkl semakin menambah panas ruang trotoar malioboro ini. Lebar trotoar di dalam arcade umumnya 11 tegel atau 3,3 m. Dengan adanya pedagang kaki lima yang menempati trotoar maka jalur pejalan kaki menjadi 5 tegel atau hanya 1,5 m (Dwi Saputra, 2012).
Bangunan-bangunan komersial sekitar juga dapat menjadi penyebab kesemrawutan yang terjadi di trotoar Malioboro. Menurut Hartanti (1997), terdapat sistem kegiatan yang mengikat antara kegiatan yang terjadi di trotoar dengan kegiatan bangunan di dekatnya. Sebagian besar kegiatan yang muncul di jalur pedestrian Malioboro merupakan kegiatan dengan motif ekonomi, sehingga interaksi yang terjadi biasanya karena potensi ekonomi yang dimiliki oleh satu kegiatan bagi kegiatan lainnya.
[caption id="attachment_401782" align="aligncenter" width="307" caption="http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=250006&page=284"]
Jika diperhatikan di tengah trotoar terdapat garis berwarna kuning memanjang atau guiding block yang berguna memudahkan kaum difabel mengakses trotoar Malioboro. Sekarang, jalur ini sebagian besar sudah tertutup parkir liar dan beberapa PKL sehingga akses untuk kaum difabel pun menjadi tidak efektif lagi, bahkan tidak dapat difungsikan lagi. Kondisi dimana akses pejalan kaki terganggu bahkan nyaris hilang di trotoar Malioboro dapat menjadi gambaran bahwa dorongan ekonomi yang tergambarkan dari PKL ataupun parkir liar tidak mempedulikan lagi kebutuhan, kenyamanan, dan keamanan pejalan kaki yang mengakses pedestrian ini.
“Orang normal saja susah lewat apalagi kaum difabel. Jadi sudah manusiawi kah trotoar Malioboro?”
[caption id="attachment_401784" align="aligncenter" width="368" caption="Jalur difabel yang terganggu parkir liar (dokumentasi pribadi)"]
Sumber Referensi :
Hartanti, N. B. 1997. Fungsi Laten Jalur Pejalan Kaki di Pusat Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Saputra, P. D. 2012. 22 Juni. Penataan Jalur Pejalan Kaki pada Koridor Jalan Malioboro. https://atmajayanews.wordpress.com/2012/06/22/penataan-jalur-pejalan-kaki-pada-koridor-jalan-malioboro/
Wijoyono, Elanto. 2013. 18 Februari. Laga Konservasi dan Komersialisasi Ruang Kota. https://elantowow.wordpress.com/2013/02/18/laga-konservasi-dan-komersialisasi-ruang-kota/#more-439
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H