[caption id="attachment_396233" align="aligncenter" width="295" caption="guiding block sebagai ruang akses kaum difabel"][/caption]
Gambar di atas merupakan area pedestrian yang berada di Jalan P. Mangkubumi Yogyakarta (sebelah utara Jalan Malioboro). Terlihat garis berwarna kuning sebagai elemen yang menghiasi pedestrian ini. Tetapi garis tersebut bukan merupakan penghias jalan, melainkan jalur/tanda pembantu (guiding block) untuk orang-orang difabel, khususnya penyandang tunanetra (keterbatasan penglihatan). Tanda tersebut berwarna kuning karena memang dirancang supaya kontras dengan jalan pedestrian yang berwarna abu-abu.
masih mampu menangkap warna kontras jalur kuning yang ada di pedestrian tersebut. Mereka akan berjalan dengan menuruti jalur berwarna kuning tersebut untuk sampai pada tujuan tertentu.
Jalan-jalan dan area pedestrian di sepanjang jalan ini sampai ke Keraton sangat ramai baik oleh pengguna kendaraan bermotor maupun para pejalan kaki yang lalulalang. Hal ini tentu sangat membahayakan mereka para penyandang tunanetra dan para difabel lainnya apabila tidak memiliki penuntun arah ketika mengakses pedestrian ini. Mereka bisa jatuh karena tersenggol atau terdesak oleh banyaknya orang yang mengakses jalur ini.
Orang-orang lain sebagai “orang normal” diharapkan menyadari bahwa jalur penanda tersebut adalah fasilitas khusus untuk penyandang tunanetra dan difabel lainnya yang tidak boleh diganggu dan diblok dengan elemen apapun yang menutupi jalur ini. Situasi ini misalnya dapat kita lihat di sepanjang jalan P. Mangkubumi yang masih mampu menghadirkan kondisi kondusif dalam merespon adanya jalur guiding block ini. Warung-warung dan kedai kecil berdiri pada pojok-pojok area pedestrian sehingga masih menyediakan ruang yang cukup untuk orang-orang normal mengaksesnya tanpa mengganggu ruang akses kaum difabel. Ruang yang cukup luas di area pedestrian memang sudah sewajarnya karena tujuan dirancangnya area pedestrian memang untuk menyediakan akses yang nyaman dan aman untuk orang-orang berjalan.
Namun sesuatu yang kontras akan kita temui saat kita berjalan ke Selatan menuju jalan malioboro. Banyak penyimpangan-penyimpangan yang terjadi khususnya pada jalur pedestrian sehingga “menggusur” guiding block sebagai ruang akses kaum difabel. Salah satu yang mencolok adalah pemanfaatan area parkir kendaraan bermotor di sisi kanan dan kiri jalur pedestrian. Daerah Malioboro yang merupakan magnet ekonomi Yogyakarta dengan banyaknya jasa dan produk lokal yang ditawarkan merupakan faktor utama yang menyebabkan disfungsi yang ada di jalur pedestrian ini.Adanya motor-motor yang parkir di area pedestrian ini menyebabkan ruang untuk area pedestrian menjadi berkurang, menyisakan ruang hanya kira-kira 1,5m untuk pejalan kaki. Kondisi ini menyebabkan tidak adanya lagi ruang akses untuk para tunanetra dan difabel untuk mengakses jalan ini karena sudah dipakai oleh orang-orang normal berjalan.
Kondisi ini memperlihatkan kepada kita bahwa orang-orang sudah tidak mempedulikan lagi kebutuhan tunanetra dan difabel akan akses jalan pada area pedestrian ini. Mereka hanya peduli pada bisnis mereka, kenikmatan mereka, kesempatan mereka, dan kepuasan mereka tanpa memperhatikan lagi bahwa ada saudara-saudara kita yang membutuhkan perhatian mereka dan kita semuanya.
Solusi yang komprehensif harus segera dilakukan untuk menangani masalah ini, salah satunya dapat dengan cara menyediakan lahan khusus untuk area parkir di beberapa spot sepanjang jalan ini. Area parkir yang diperlukan tidak perlu dalam ukuran besar, namun merata misalnya setiap 100m disediakan satu area parkir. Poin utamanya adalah agar area pedestrian dapat dimanfaatkan pejalan kaki khususnya untuk kaum difabel.Apabila berjalan sesuai rencana, hal tersebut dapat secara signifikan merubah image area pedestrian yang sebelumnya ‘semrawut’ menjadi area pedestrian yang lapang, nyaman, dan tentu saja aman diakses untuk semua orang, termasuk orang-orang tunanetra dan difabel lainnya.
Solusi ini masih sebatas pada masalah fisik kawasan, masih terdapat banyak masalah seperti PKL dan kebutuhan komersil yang padat di sepanjang jalan yang dapat berpengaruh juga pada keamanan dan kenyamanan kaum difabel dalam mengakses pedestrian tersebut. Bagaimanapun juga kaum difabel memiliki hak yang sama dengan kita. Mereka juga sama seperti kita, namun hanya memiliki kemampuan yang berbeda (dif-abel = different + ability). Apabila persepsi ini sudah melekat dalam diri kita semua, maka pihak-pihak yang terkait dengan ruang pedestrian seperti PKL, kios/toko, parkir, dan bahkan pemerintah, akan membangun lingkungan pedestrian yang mengoptimalkan fungsinya sebagai jalur pejalan kaki, termasuk kaum difabel yang membutuhkan ruang akses khusus di pedestrian tersebut.
Aksesibilitas untuk kita semua....
SALAM....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H