[caption id="attachment_397146" align="aligncenter" width="614" caption="klinik pijat tunanetra"][/caption]
Rutinitas karena pekerjaan, sekolah, atau kuliah seringkali tanpa disadari membuat badan terasa lelah, atau tiba-tiba terasa pegal. Selain istirahat dan berleha-leha, pijat menjadi alternatif lain yang biasanya dipilih orang-orang untuk me-refresh kondisi fisik atau pikiran yang letih. Biasanya orang akan datang ke pemijat langganannya di sebuah klinik, rumah pijat, atau diundang kerumah. Namun bagaimana jika yang memijat adalah kaum tunanetra?
Di kota Temanggung tepatnya di Jalan Sundoro nomor 152, terdapat klinik pijat untuk umum dimana seluruh pemijatnya adalah tunanetra. Klinik yang bernama “Klinik Pijat Tunanetra Penganthi” ini sudah berdiri sejak tahun 1993 dan direnovasi tahun 2011 oleh Dinas Sosial Kabupaten Temanggung. Pembangunan klinik ini berawal dari gagasan Dinas Sosial yang berencana mendirikan sebuah yayasan yang memberdayakan kaum tunanetra melalui spesialis pemijatan sehingga memiliki produktivitas dan bermanfaat untuk masyarakat luas.
Terdapat 11 pemijat baik itu putra maupun putri yang siap melayani masyarakat yang datang untuk berpijat. Para pemijat tunanetra ini datang dari berbagai daerah, bahkan ada yang dari luar Jawa Tengah. Mereka mengikuti program pemijatan di yayasan tunanetra ini setelah mendapat informasi bahwa terdapat pelatihan pijat profesional di Temanggung. Merekapun datang dari berbagai latar belakang yang berbeda. Ada yang memang sudah tunanetra sejak lahir, ada yang setelah SMA menderita penyakit, bahkan ada yang sebelumnya merupakan dosen di sebuah perguruan tinggi, namun kemudian menderita gangguan penglihatan.
[caption id="attachment_397147" align="aligncenter" width="614" caption="beberapa ruang pijat dalam klinik"]
Klinik pijat tunanetra ini buka setiap harinya dari pukul 8 pagi hingga pukul 9 malam. Berbagai jenis pijat juga dapat dipilih pengunjung mulai dari pijat biasa (menyeluruh), pijat sport, pijat segment, pijat shiatsu, ataupun terapi zona. Selain pijat ditempat, klinik ini juga melayani panggilan bila pengunjung menginginkan pijat di rumahnya sendiri, namun tentu perlu diantar jemput pemijat dari klinik ke rumah, ataupun sebaliknya. Dalam sehari setiap pemijat bisa memijat hingga empat kali, dan lebih dari itu pada hari sabtu atau minggu. “Ya tergantung, itu kan rejeki mas, kadang sehari cuma dua kadang empat. Kalau Sabtu atau Minggu biasanya lebih ramai,” kata Riyatno, salah satu pemijat.
Lalu, bagaimana rasanya dipijat oleh tunanetra? Tidak kalah dengan pemijat-pemijat pada umumnya, sangat mantab dan memuaskan. Selain kuat, juga menyeluruh dari kepala hingga ujung kaki. Kita yang belum pernah merasakan dipijat sekalipun akan langsung keenakan begitu merasakan pijatan bapak atau ibu pemijat. Hal ini tidak terlepas dari pelatihan yang telah didapat pemijat tunanetra dari mentor profesional sebelum kaum tunanetra ini terjun ke praktek yang sebenarnya di klinik.
Banyak hal-hal unik yang positif dan menyentuh ketika kita pijat di klinik pijat tunanetra ini, yang mungkin tidak bisa kita dapatkan di tempat-tempat pijat lainnya. Mereka sama seperti kita, senda gurai dan rasa setia kawan begitu kental terasa diantara para pemijat di klinik ini. Meskipun memiliki keterbatasan dalam melihat, hal tersebut seperti bukan penghalang bagi mereka untuk saling berkomunikasi. Setiap sebulan sekali, seluruh pemijat biasanya berkumpul melakukan rapat, saling curhat dan sharing satu sama lain, selain untuk menjaga keakraban juga untuk menyelesaikan masalah yang ada diantara mereka. “Kami rapat biasanya sebulan sekali, berdiskusi dan cerita untuk keakraban dan kalau ada masalah diantara kami,” ujar pemijat yang lain, Taufik.
[caption id="attachment_397149" align="aligncenter" width="514" caption="kegiatan rapat dan diskusi antar pemijat tunanetra"]
Selain itu yayasan ini juga mengajarkan kedisiplinan dan kemandirian untuk para pemijat tunanetra. Pemijat bertanggung jawab penuh pada kebersihan ruang pijatnya. Hingga sarung bantal dan kain kasur, setiap selesai memijat maka harus dicuci dan diganti dengan yang baru. Bila satu hari memijat empat kali, pemijat juga mencuci dan mengganti sarung bantal dan kain kasur sebanyak empat kali juga. Selain itu bila mendapat jatah libur, mereka biasanya pergi keluar jalan-jalan dengan dituntun oleh rekan mereka sesama tunanetra yang memiliki penglihatan lebih baik.
“Biasanya kalau Minggu main ke pasar, dituntun sama teman yang lebih jelas melihatnya,” jelas Ira, salah satu pemijat putri di klinik ini. Selain itu, bila sudah mencapai target atau ketrampilan yang cukup, pemijat akan dilepas oleh yayasan untuk melanjutkan praktek pijatnya secara mandiri. Dengan begitu, pemijat yang bersangkutan dapat lebih fokus, profesional, dan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraannya.
Bila dilihat dari aspek sosial, yayasan yang dibentuk oleh Dinas Sosial ini merupakan media yang memberi tempat, kesempatan, atau peluang bagi kaum tunanetra. Mereka yang sebelumnya mungkin tidak bisa melakukan apa-apa dan tidak produktif, diberdayakan dan dilatih di yayasan ini menjadi pribadi-pribadi yang lebih kuat secara mental, lebih berkomunikasi, lebih produktif dalam bekerja, bahkan berjasa bagi masyarakat luas. Keterbatasan dalam melihat bukan penghalang jika bisa menjadi manfaat bagi banyak orang.
SALAM . . . .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H