Mohon tunggu...
Alifiano Rezka Adi
Alifiano Rezka Adi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Arsitektur FT UGM Yogyakarta, yang slogannya better space better living, ayoo hidupkan ruang disekitar kita biar dunia ini lebih berwarna :DD

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjalarnya Critical Spot di Fasilitas Publik

17 Februari 2015   14:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:03 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_397453" align="aligncenter" width="491" caption="Dok Pribadi"][/caption]

Arus urbanisasi menuju kota-kota besar yang begitu masif di zaman sekarang seringkali tidak terkendali dan berdampak pada ruang-ruang kota yang kurang nyaman. Hal ini dapat terlihat di beberapa fasilitas publik yang biasanya menjadi pusat atau magnet kegiatan, aktivitas, dan keramaian masyarakat mengaksesnya. Area perdagangan berupa barang atau makanan akan selalu ada dimana pusat keramaian tersebut terjadi, bahkan terkadang mengambil ruang-ruang seadanya seperti trotoar atau bahkan hingga mengambil sebagian badan jalan. Suasanya menjadi semakin padat dengan bertambahnya moda transportasi baik umum maupun pribadi yang mengakses fasilitas publik ini. Akibatnya tentu saja terjadi ruang yang semakin sesak dan cenderung tidak mampu lagi menampung kegiatan-kegiatan tersebut dalam waktu yang sama.

Fenomena-fenomena ini sering kita jumpai di beberapa titik dalam kota yang dikenal dengan istilah critical spot. Terbentuknya critical spot biasanya ditandai dengan adanya unsur-unsur seperti kegiatan bisnis, pejalan kaki, angkutan pribadi, dan angkutan umum dalam satu tempat. Tempat ini adalah sebuah ruang yang bersifat public dan cenderung tidak mampu lagi menampung unsur-unsur tersebut. Kondisi seperti ini biasanya menciptakan arus lalu-lintas dan mengganggu dan mengganggu arus barang dan jasa.

Stasiun Lempuyangan di kota Yogyakarta dapat menjadi contoh jelas bagaimana critical spot terjadi. Sebagai fasilitas publik, stasiun dan lingkungan di sekitarnya terlihat kurang dapat menampung kegiatan-kegiatan pendukung dan menimbulkan masalah-masalah ketidakteraturan tata ruang seperti parkir kendaraan, pedagang kaki lima (PKL), dan kemacetan. Masalah utama adalah parkir yang muncul karena area parkir yang tidak dapat menampung semua kendaraan pengguna jasa kereta api. Akibatnya badan jalan pun digunakan sebagai parkir liar sehingga lebar jalan menjadi berkurang yang mengganggu sirkulasi kendaraan ataupun pejalan kaki.

[caption id="attachment_397455" align="aligncenter" width="491" caption="parkir liar yang mengambil badan jalan"]

1424132536971979189
1424132536971979189
[/caption]

Kios-kios PKL yang tumbuh berderetan di atas pedestrian juga menjadi masalah serius di lingkungan stasiun ini. Kios-kios ini tumbuh melebar ke pedestrian telah menggusur area pejalan kaki. Akibatnya pejalan kaki seringkali memilih berjalan di tepi badan jalan ketimbang menerobos kios PKL yang mengambil seluruh lebar pedestrian. Para pejalan kaki pada akhirnya juga berperan dalam critical spot ini karena sudah banyak yang tidak mengakses pedestrian yang sebenarnya menjadi jalur khususnya. Pedestrian sudah diambil alih oleh kios-kios PKL ataupun parkir liar kendaraan bermotor.

[caption id="attachment_397456" align="aligncenter" width="491" caption="pejalan kaki yang tidak menggunakan pedestrian karena dipenuhi kios PKL"]

14241325911814612956
14241325911814612956
[/caption]

Masalah dari parkir liar, PKL, dan pejalan kaki tersebut berdampak langsung pada kelancaran sirkulasi di badan jalan yang berakibat kemacetan atau crowded. Kendaraan umum, kendaraan pribadi, baik mobil ataupun motor yang melewati jalan ini seringkali macet gara-gara parkir liar yang keluar-masuk secara tiba-tiba dan para pejalan kaki yang mengambil badan jalan. Belum lagi bila ada pengunjung yang transit untuk menghantarkan atau menjemput penumpang kereta, maka akan mengakibatkan macet untuk kendaraan-kendaraan dibelakangnya.

Kebijakan-kebijakan strategis dari instansi terkait menjadi salah satu solusi yang dianggap relevan untuk mengatasi permasalahan critical spot ini. Koordinasi, kerjasama, dan koordinasi harus ditingkatkan dan dibuat sebuah kebijakan formal agar dapat diimplementasikan dan dikontrol dengan baik. Strategi-strategi ketataruangan dan infrastruktur mungkin adalah jalan keluar mereduksi critical spot yang terjadi di lingkungan fasilitas publik, seperti di Stasiun Lempuyangan tersebut. Namun hal tersebut akan sulit dilaksanakan sebelum ada kebijakan formal sebagai hasil kerjasama dan koordinasi instansi-instansi terkait, baik dari pemerintah maupun dari pihak stasiun. Selama ini kemungkinan instansi-instansi yang bertanggungjawab berjalan sendiri-sendiri (eksklusif) dan memiliki ego-sektoral yang tinggi. Faktor kelembagaan, sumberdaya manusia, dan sistem pendanaan harus dioptimalkan untuk menjamin terbentuknya komunikasi, kerjasama, dan koordinasi yang baik. Jika sistem ini dapat berjalan baik dan produk kebijakan formal diimplementasikan, maka kondisi critical spot baik di stasiun ataupun di fasilitas-fasilitas publik lainnya menjadi lebih tertib dan tertata, lalulintas dan sirkulasi pejalan kaki lancar, parkir dan kios-kios yang terzona, dan menurunkan polusi di lingkungan fasilitas-fasilitas publik.

“Selamatkan lingkungan kita selagi bumi masih dalam pijakan kita”

Salam Lingkungan ! ! ! !

sumber referensi :

Sunyoto (2014), Pengelolaan Urban Critical Spot

Neil Brenner (2009), What Is Critical Urban Theory?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun