Mohon tunggu...
Alifianda Nadhif
Alifianda Nadhif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jawa Tengah

seorang yang memiliki hobi berkendara sepeda motor dan mengagumi olahraga motorsport

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketika Kebebasan Berpendapat Dibatasi

22 Januari 2024   11:03 Diperbarui: 23 Januari 2024   07:46 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hey, Sobat Pecinta Kebebasan Berpendapat! Siapa sih yang nggak suka berpendapat? Pastinya, kita semua seneng banget dong, kalau bisa ngomongin apa yang ada di kepala kita, kan? Tapi, tahu nggak sih, ternyata ada lho pembatasan-pembatasan kecil yang ngebuat kita nggak bisa bebas banget ngomong. Emang beneran harus dibatasi? Atau ini cuma gimana gitu?

Jadi gini, kita semua kan suka banget tuh ngekspresikan pendapat. Kadang-kadang seru, kadang-kadang nyebelin. Tapi, tiba-tiba ada yang ngatur-ngatur, 'eh, ini gak boleh, itu gak boleh.' Wah, udah kayak ortu yang lagi ngatur waktu kecil dulu! Pembatasan kebebasan berpendapat ini tuh kayak aturan main di dunia perbicaraan. Enggak semua hal bisa diungkapin seenaknya, lho. Nah, buat yang penasaran, yuk kita bahas lebih dalam soal ini. 

Pertama-tama, tentu kita semua setuju kalau kebebasan berpendapat itu penting. Kalau gak ada itu, dunia jadi kayak dunia tanpa warna. Tapi, jangan lupa juga, setiap kebebasan pasti ada batasannya. Coba bayangin, kalau semua orang bisa ngomong apa aja tanpa ada batasannya, bisa kacau deh! Mungkin bakal ada yang nurutin aja omongan orang-orang yang bawaannya nyinyir mulu. Gimana mau maju kalau tiap hari cuma dengerin caci maki? 

Salah satu pembatasan yang sering dibahas itu terkait dengan penyebaran informasi palsu. Bayangin aja, gimana kalau semua orang bisa ngomongin apa aja tanpa di 'filter' terlebih dahulu? Pasti bingung deh dunia ini. Jadi, harus ada pembatasan biar kita nggak terjerumus ke dalam lubang berita bohong yang bikin kepala puyeng.

Selain itu, pembatasan juga bisa muncul karena alasan keamanan dan ketertiban. Bayangin kalau semua orang bisa ngomong seenaknya tanpa kontrol, bisa-bisa kita jadi kayak kasur di pagi hari, berantakan. Kita gak boleh nyakitin orang lain dengan omongan kita. Kan, namanya juga manusia, punya perasaan. Gak lucu juga kalo sekadar 'freedom of speech' kita bikin orang lain nangis di pojokan. Bisa-bisa kacau balau. Jadi, pembatasan ini kayak benteng pertahanan buat jaga keamanan dan ketertiban.

Oh iya, ngomongin batasin kebebasan berpendapat, kita juga harus sadar diri. Kadang kita suka ngomong tanpa mikir. Makanya, ada baiknya kita paham batasan kebebasan itu, biar nggak ngerugiin diri sendiri.

Jadi, walaupun ada pembatasan kebebasan berpendapat, bukan berarti kita disuruh tutup mulut. Bisa banget kok ngomong, asal kita pinter-pinteran nyusun kata aja, tahu kapan harus diem dan tahu  kapan harus bicara. Selama gak nyakitin, kenapa enggak?

Intinya, kebebasan berpendapat itu kayak pedang bermata dua. Kita bisa menikmati kebebasan itu, tapi juga harus bijak menggunakannya. Jangan sampe bebasnya bikin kita jadi kayak badut di atas panggung, asal omong apa aja gapake mikir.

Jadi, gimana nih? Pembatasan kebebasan berpendapat, apakah itu benar-benar diperlukan? Atau kita harus tetep bisa bebas berekspresi tanpa takut dibatasin? Selagi nggak nyakitin orang lain, mungkin bakal lebih seru kali, ya?

Ayo, kita diskusi bareng, Sobat Pencinta Kebebasan Berpendapat! Tetap bebas, tapi jangan lupa bijak!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun