Mohon tunggu...
Alifian Saputra
Alifian Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga

Seni

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Sastra Anak dalam Kurikulum: Mengapa Penting?

21 Juni 2024   00:33 Diperbarui: 21 Juni 2024   18:12 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam era pendidikan modern, integrasi sastra ke dalam kurikulum pendidikan telah menjadi topik yang menarik perhatian. Hal ini terutama terkait dengan kebutuhan untuk memperkenalkan nilai-nilai budaya dan mengembangkan literasi pada generasi muda. Laman 'Sastra Masuk Kurikulum' menawarkan berbagai bacaan sastra anak untuk SD yang memperkaya pengalaman belajar siswa. Melalui peninjauan singkat terhadap beberapa karya seperti “Komponis Kecil”, "Kopral Jono”, “Si Doel Anak Jakarta”, “Resep Membuat Jagat Raya,” dan “Punu Nange: Ceritera dari So'a Flores”, kita dapat memahami bagaimana sastra dapat menjadi alat yang kuat dalam membentuk karakter dan memperluas wawasan siswa.

Karya sastra seperti novel “Komponis Kecil” karya Soesilo Toer memberikan gambaran tentang kehidupan sehari-hari seorang anak yang harus berjuang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Kisah Henki, yang hidup di Jakarta pada tahun 1950-an, tidak hanya mengajarkan nilai-nilai persahabatan lintas budaya antara Henki dan Meneer Kleber, tetapi juga mengenalkan siswa pada sejarah dan toponimi Jakarta tempo dulu seperti Pasar Baru dan Jatinegara. Melalui pengalaman Henki, siswa dapat belajar mengenali nilai uang, memahami kebutuhan versus keinginan, serta mengembangkan empati terhadap kondisi sosial ekonomi yang berbeda.

Di sisi lain, novel “Kopral Jono” karya Agnes Bemoe menyoroti kisah Surya, seorang penyintas polio yang memelihara anjing pit bull terluka. Cerita ini tidak hanya mengajarkan nilai-nilai empati dan kepedulian terhadap hewan, tetapi juga mengangkat isu-isu lingkungan dan kehidupan gotong royong di masyarakat. Melalui petualangan Surya, siswa dapat memahami pentingnya menjaga keanekaragaman hayati dan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang peduli terhadap lingkungan.

Novel klasik “Si Doel Anak Djakarta” karya Aman Datuk Madjoindo menghadirkan keseharian anak Betawi sebelum Indonesia merdeka. Kisah Doel dan teman-temannya tidak hanya menghibur dengan petualangan-petualangan mereka, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai seperti ketaatan kepada orang tua, keberanian, dan semangat untuk mengejar impian. Melalui novel ini, siswa dapat belajar mengenai sejarah budaya Betawi dan meresapi norma-norma sosial yang berlaku pada masa itu.

Selain itu, buku puisi “Resep Membuat Jagat Raya” karya Abinaya Ghina Jamela memberikan pengalaman sastra yang berbeda. Dengan gaya bahasa yang kreatif dan imajinatif, buku ini mengajak siswa untuk mengenali keindahan bahasa dan merenungkan makna di balik setiap bait puisi. Melalui puisi-puisi ini, siswa dapat belajar menghargai keberagaman budaya Indonesia, memperkaya kosakata, dan mengembangkan kreativitas dalam ekspresi bahasa.

Terakhir, buku cerita rakyat “Punu Nange: Ceritera dari So'a Flores” menyajikan kumpulan cerita rakyat yang kaya akan nilai-nilai budaya dan moral. Dengan latar belakang zaman kolonial Belanda hingga tahun 1950-an, buku ini dapat menjadi sumber pembelajaran sejarah dan budaya bagi siswa. Melalui cerita-cerita ini, siswa tidak hanya belajar menghargai keanekaragaman budaya Indonesia, tetapi juga memahami nilai-nilai seperti rasa syukur dan penghormatan terhadap alam.

Dengan melihat berbagai karya sastra anak yang ditawarkan dalam laman 'Sastra Masuk Kurikulum', kita dapat menyimpulkan bahwa penggunaan sastra dalam pendidikan dapat memberikan manfaat yang besar dalam pengembangan karakter siswa, peningkatan literasi, serta memperluas wawasan budaya dan sosial mereka. Namun, untuk mengimplementasikan hal ini dengan efektif, penting bagi pendidik untuk memilih bahan bacaan yang sesuai dengan perkembangan fisik dan emosional siswa, serta memastikan relevansi dengan kurikulum yang ada. Dengan demikian, sastra tidak hanya menjadi alat untuk belajar membaca dan menulis, tetapi juga menjadi jendela dunia yang membuka cakrawala baru bagi para generasi penerus bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun