Mohon tunggu...
Alifiah Mulia Wulandari
Alifiah Mulia Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya biasa di panggil Alip atau fia, Saya senang bertemu banyak orang, berkomunikasi, serta berbagi pengalaman dengan mereka. Saya juga seorang pegiat seni, khususnya seni teater. saya suka menulis dan memggambar, beberapa hasil karya saya biasanya saya posting di instagram sebagai bentuk apresiasi atas diri saya.

Selanjutnya

Tutup

Film

"Ngeri-Ngeri Sedap", Analisa antara Kehidupan dan Adat

2 Juli 2022   06:00 Diperbarui: 2 Juli 2022   06:17 4842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film “Ngeri – Ngeri Sedap” merupakan karya sutradara Bene Dion Rajagukguk satu diantara film drama keluarga yang nenberikan penyajian cerita dalam film yang jika kita membaca ‘teks’ nya akan diperoleh ‘pesan’ (massages) yang cukup bermakna.

Film Ngeri – Ngeri Sedap mengisahkan gambaran nyata tentang dinamika keluarga yang berkaitan dengan adat istiadat. Film Ngeri – Ngeri Sedap ini berlatar belakang dengan suku Batak yang tinggal di daerah pinggiran Danau Toba, Sumatra Utara. Keluarga itu terdiri dari Pak Domu (Arswendy Beningswara),  Mak Domu (Tika Panggabean), Domu (Boris Bokir), Sarma (Gita Butar-butar), Gabe (Lolox) dan Sahat (Indra Jegel).

Film ini menyampaikan keresahan anak-anak dari Pak Domu dan Mak Domu yang terikat dengan adat dan budaya. Serta kerinduan Mak domu pada para anak laki-lakinya yang merantau di berbagai Provinsi. Ketiga anaknya antara lain Domu, Gabe dan Sahat. Domu bekerja sebagai pegawai BUMN dan memiliki kekasih berdarah Sunda. Gabe menjadi comedian dan meninggalkan gelar sarjana hukumnya. Semenatara Sahat, memilih menetap di tempat saat ia melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Yogyakarta.

Hubungan antara Pak Domu dengan ketiga anaknya itu terbilang tidak cukup harmonis lantaran sifat Pak Domu yang keras kepala, merasa benar sendiri tidak mau menerima perbedaan pendapat dan mengutamakan adat serta pandangan orang lain terhadap keluarganya. Hal itu yang membuat Domu, Gabe dan Sahat tidak mau pulang ke kampung halamannya. Ketiganya sudah tidak pulang ke rumah lebih dari tiga tahun. Sudah beragam cara dilakukan oleh Pak Domu dan Mak Domu agar ketiga anaknya mau pulang ke tanah kelahirannya. Salah satunya adalah membujuk ketiga anaknya untuk menghadiri acara adat Sulang-Sulang Pahompu. Hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk berbohong pada anak-anaknya kalau akan bercerai. Rencana tersebut berhasil membuat ketiganya pulang, namun masalah tidak selesai begitu saja, malahan membuat keluarga Pak Domu terpecah.

Dari sisi penceritaan film Ngeri – Ngeri Sedap memiliki alur multiplot dimana penceritaan dalam film tersebut, selain memiliki cerita utama kisah keluarga terkait kisah orang tua dan keempat anak Pak Domu dan Mak Domu, juga memiliki plot-plot terpisah pada masing-masing anak: Domu, Gabe, Sahat dan Sarma dimana keempatnya memiliki cerita sedih-pilunya sendiri dengan permasalahan yang berbeda.

Penggambaran sosok utama Sang Ayah yang diperankan oleh Pak Domu dalam film Ngeri – Ngeri Sedap seakan mewakili pandangan masyarakat selama ini dalam sistem patriarki, dimana peran laki-laki lebih dominan disbanding perempuan maupun anak dan penentukan segala keputusan dalam keluarga. Otoritas Sang Ayah sebagai kepala keluarga begitu besar, tak terimbangi oleh isteri terlebih anak-anak. Bagi semua anak Pak Domu, Pak Domu merupakan seorang ayah yang otoriter, ayah yang merasa bahwa dia paling benar dan pendapatnya harus disetujui. Namun seiring modernisasi dan perkembangan yang berkembang di masyarakat, kondisi demikian tidak lagi sepenuhnya bisa diterima. Terutama bagi anak-anaknya yang telah menempuh pendidikan tinggi.

Dalam film ini juga diperkenalkan tentang kebudayaan Batak yang mungkin banyak orang belum ketahui. Salah satunya adalah upacara Sulang Sulang Pahompu. Acara ini sangat penting dan menjadi salah satu elemen penggerak cerita tersebut. Pemandangan hijau perbukitan Danau Toba sangat luar biasa, dibalut oleh musik-musik indah dan khas dapat membuat penonton mengenal keunikan budaya Batak seperti makanan yang dibuat oleh Mak Domu yaitu Mie Gomak.

Semua anggota keluarga telah berkumpul bersama, namun pertemuan keluarga malah berubah menjadi penghakiman. Konflik yang terjadi sebenarnya klise, hanya bagaimana Pak domu yang memiliki pandangan berbeda dengan anak-anaknya tetapi sangat kerasa dengan budaya batak.. Pak Domu yang selalu merasa bahwa pendapatnya benar, harus mengikuti adat dan berpendapat anaknya salah tanpa imgin mendengar penjelasan yang sebenarnya. Contohnya kasus Domu yang ingin menikahi cewek Sunda. Dalam Batak memang mengatakan kalau anak laki-laki pertama haruslah menikah dengan sesama Batak karena berkaitan dengan pewarisan tradisi dan budaya.

Disamping itu, dalam adegan tersebut juga diiringi dengan lagu “Uju Ni Ngolukkon” yang membuat suasana semakin sedih.  Lagu ini dinyanyikan dari sudut pandang orang tua yang sudah lanjut usia dan berisikan pesan pada anak-anaknya. Dalam liriknya, lagu ini bercerita tentang pentingnya berbuat baik kepada kedua orang tua karena jika mereka sudah meninggal tidak akan berguna lagi perbuatan baik yang dilakukan anak-anaknya kepada mereka dengan pertimbangan yang sangat berat, Mak Domu pulang ke rumah orang tuanya. 

Adanya tradisi Batak jika seorang istri pulang ke rumah orang tuanya maka dianggap mengajukan perceraian dan jika ingin rujuk kembali syaratnya yaitu dijemput oleh keluarga besar. Akhirnya Pak Domu dan keluarganya menjemput Mak Domu agar setuju untuk kembali ke rumah, tetapi Mak Domu menolak, karena yang seharusnya menjemputnya bukan keluarga besar Pak Domu melainkan keluarga yang lain yaitu anak – anaknya. Pada titik ini, Pak Domu pun mulai belajar berdamai dengan situasi dan memulihkan hubungan dengan anak-anaknya agar bisa menjemput pulang Mak Domu. Satu persatu anak lelakinya didatangi Pak Domu di Tanah Jawa.

 Adapun hal unik yang ada pada film ini adalah dimana Bene Dion memperhatikan setiap detail pada cerita yang ia buat. Salah satunya adalah arti dari nama-nama tokoh yang ada pada film ini. mungkin banyak yang mengira bahwa nama tokoh dalam kisah tersebut hanyalah sebuah nama, namun siapa sangka bahwa nama-nama itu mempunyai arti yang cukup dalam, seperti Domu yang mempunyai arti bertemu, Sarma berarti menyebar, Gabe berarti sukses, dan Sahat berarti tiba.

Dalam postingannya di twitter @bene_dion, ia mengungkapkan makna yang sangat dalam, “Domu : bertemu, Sarma : menyebar, Gabe : sukses, Sahat : tiba/sampai. Mereka bertemu (di rumah) lalu menyebar (di perantauan) sampai sukses. Kira-kira begini makna nama mereka.” Cuitannya di Twitter ini seakan sudah menjelaskan bagaimana isi yang ada di dalam film Ngeri-Ngeri Sedap. Pemikiran yang out of the box dari seorang Bene Dion di harap menjadi inspirasi bagi khalayak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun