Pada saat ini, generasi milenial mendudiki masa-masa muda dan diharuskan menghadapi adanya beragam masuknya teknologi yang sangat pesat. Perkembangan teknologi yang terjadi ini tentu saja memberikan dampak baik dampak buruk maupun dampak baik.Â
Generasi milenial ini sangat erat kaitannya dengan keadaan serba digital yang mudah untuk diakses sehingga banyak sekali kasus dimana para pemuda tidak lagi terkontrol dalam menggunakan akses digital tersebut, dalam hal ini juga dapat dikatakan bahwa generasi milenial ini bersikap agresif terhadap teknologi.Â
Bentuk dari agresi tersebut menjadi bagian dari pengaruh proses masuknya informasi sosial. Papalia (2008) menjelaskan bahwa anak-anak usia 2-18 tahun menghabiskan rata- rata 6,5 jam sehari dalam menggunakan media hiburan, TV, video, video game, media cetak, radio, musik, nonton film lebih banyak waktunya dibanding kegiatan lain selain istirahat atau tidur. (AAP Committee on Public Education, 2001).
  Â
Salah satu tantangan bagi generasi milenial dalam menyaring adanya konten-konten di sosial media yang negatif dan paling banyak terjadi adalah permasalahan media sosial dewasa. Media sosial ini merupakan media berkomunikasi yang pada zaman sekarang telah berevolusi dalam tugasnya menjadi media penyebaran informasi dan pemudahan berkomunikasi.Â
Pendekatan teori yang terkait dengan media sosial menunjukkan bahwa media sosial dapat mengubah agenda pemberitaan yang ada di masyarakat bahkan menjadi pemberitaan itu sendiri (David & Young, 2009) Media sosial memang memiliki peran dalam membangun dan mengubah opini dalam masyarakat. Media sosial telah menjadi alternatif medium yang digunakan selain dari media TV, radio, koran, dan majalah yang selama digunakan masyarakat secara massif.
Kehidupan di era digital ini juga sedikit banyak telah mengubah adanya konektivitas sosial antarpemuda. Prosuk komunikasi berbasis digital yang semakin berkembang pesat semakin menjadi ancaman kakunya tingkat sosial para pemuda milenial zaman ini. Perspektif mengenai interaksi antar manusia yang terjadi akan merusak kecakapan sosial yang dimiliki manusia-manusia di zaman ini.Â
Perubahan itu juga semerta-merta menggerus budaya sosialisasi dan gotong royong yang dimiliki generasi milenial, apalagi di masa pandemi covid-19 yang melakukan 90% kegiatan sosial maupun pendidikan hanya mengandalkan fasilitas digital. Fenomena berkomunikasi menjadi berubah total yang sebelumnya bernilai interaktif menjadi sangat tidak interaktif.Â
Citra personal yang dimiliki tiap pemuda menjadi hilang dan digantikan okeh citra digital semata. Hal ini menjadi fokus utama yang sangat memengaruhi tingkah laku generasi milenial itu sendiri, sebagaimana perubahan perilaku kecil terhadap generasi ini akan menentukan pula bagaimana arah dari perkembangan bangsa ini.
Selain itu, tantangan bagi generasi milenial di era digital ini juga tertuju kepada tingkat literasi yang dimiliki para pemuda. Sebagaimana kita ketahui di era ini informasi secara pesat berkumpul dan tersebar, hal ini menjadi fokus utama bahwa banyak bermunculan berita-berita palsu atau disebut hoax.Â
Munculnya hoax yang semakij banyak ini di indikasikan pula oleh rendahnya tinngkat literasi masyarakat. Di Indonesia keberadaan internet ini masih sangat banyak digunakan oleh generasi milenial secara kurang bijak, sehingga fenomena hoax ini semakin mudah untuk tersebar.Â
Hal ini juga karena informasi yang tersebat di internet sangat bermacam-macam, mulai dari informasi yang besifat fakta sampai dengan informasi fiktof seperti hoax tersebut. Ketidakcakapan masyarakat khususnya kaum pemuda dalam merespons, menyaring serta menyebarkan berita yang disajikan.
Pelaku individual yang dilakukan oleh remaja generasi milenial tersebut mengarahkan perilakunya terhadap penetapan kebiasaan yang dijalaninya. Menurut Weber, perilaku yang dilakukan generasi milenial ini merupakan kelakuan sosial berakal yang dilakukan berdasar kesadaran individual.Â
Interaksi sosial juga menjadi bagian pokokdari adanya kehidupan sosial bagi generasi milenial tersebut. Tindakan sosial bagi Weber adalah segala tindakan individu yang dilakukan dengan adanya makna ataupun arti subjektif bagi dirinya. Dalam menggunakan teknologi oleh para generasi milenial tentu memiliki sebuah makna dan arti subjektif dalam mekakukannya.Â
Generasi milenial saat pandemi ini tentu menggunakan teknologi digital ini sebagai media komunikasi dalam pendidikan maupun non pendidikan. Teori tindakan oleh Weber ini juga melihat suatu tindakan manusia berdasar pada pertimbangan hal tersebut baik bagi mereka.Â
Namun rasionalitas dari pemahaman baik tersebut tidak bergantung pada sebuah keuntungan layaknya bagi ilmu ekonomi. Weber memfokuskan teorinya pada tindakan yang beriorentasi pada tujuan dan motivasi pelaku yang bukan hanya melihat dari skala kecil masyarakat yaitu individu.Â
Masyarakat mampu membandingkan struktur, beberapa masyarakat dengan memahami alasan-alasan mengapa warga masyarakat bertindak, kejadian di masa lalu yang mempengaruhi karakter mereka, dan memahami tindakan para pelakunya yang hidup di masa kini, tetapi tidak mungkin menggeneralisasi semua masyarakat atau semua struktur sosial.Â
Weber memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas- jelas melibatkan campur tangan proses pemikiran (dan tindakan bermakna yang ditimbulkan olehnya) antara terjadinya stimulus (pemicu atau penggerak) dengan respon (reaksi) (Nur Inayati Saiful:2016).
Sementara pada generasi milenial yang menggunakan teknologi tersebut berdasar pada teori yang dikemukakan oleh Weber, makna yang dilakukan oleh generasi milenial khususnya kepada teknologi sangat beragam. Tindakan sosial remaja saat ini misalnya dalam bersosial media, dapat dijadikan ajang eksistensi mencari oengakuan diri terhadap orang lain.Â
Sebagaimana sosial media menjadi suatu hal yang terbilang wajib digunakan selain sebagai media komunikasi yang sangat mudah namun juga menjadi proses interaksi secara tidak langsung yang berujung kepada adanya kehidupan sosial yang berlomba untuk diakui.Â
Namun mungkin ada pula generasi milenial yang mengunggah sesuatu di sosial media berdasar pada tindakan tradisional, atau tindakan yang dilakukan hanya karena adanya kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa menyadari adanya alasan tertentu dalam melakukan hal tersebut.
Karena hal-hal diatas, generasi milenial atau pemuda di era ini harus bersaing dalam kreatif dan penguasaan teknologi digital yang bijak agar menjadi suatu pergerakan bagi kaum muda untuk sukses membangun negeri ini dan menjadi penerus yang baik.Â
Memilah-milah kembali hal yang harus dilakukan dalam memanfaatkan teknologi dengan hal-hal yang harus dihindari secara konsisten agar kemajuan teknologi yang pesat ini menjadi bagian dari peran teknologi terhadap kemajuan pemikiran dan perilaku, bukan malah menyebabkan kemunduran pemikiran dan dampak yang negatif bagi negeri ini.
DAFTAR PUSTAKA
Raharjo, Novianto Puji. 2021. Analisis Tingkat Literasi Digital Generasi Milenial Kota Surabaya dalam Menanggulangi Penyebaran Hoaks. Institut Agama Islam Darullughah Wadda'wah, Pasuruan. Balai Sumber Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian Surabaya.
Purbo, O.W. (2018). Narrowing The Digital Divide, In Digital Indonesia. 5. 72-92. https://doi.org/10.1355/9789814786003-011
Ahmad, Amar., Nurhidaya. 2020. Media Sosial dan Tantangan Masa Depan Generasi Milenial. UIN Alanuddin Makassar. Universitas Persada Indonesia YAI
Prof. Dr. Kamanto Sunarto. 2015. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
I.B Wirawan. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Kencana, 2012
Turner, Bryan S. Teori Sosial dari Klasik sampai Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H