Mohon tunggu...
Alifia Ayu Santoso
Alifia Ayu Santoso Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Hubungan Internasional, Universitas Jember

Saya adalah mahasiswa S1 Hubungan Internasional Universitas Jember. Saya sangat suka untuk menikmati waktu tenang di alam, terutama pantai.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Soft Currency & Hard Currency: Penjelasan dan Perbedaannya

5 April 2023   11:29 Diperbarui: 5 April 2023   11:38 1209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soft Currency & Hard Currency: Penjelasan dan Perbedaannya

PENGERTIAN SOFT CURRENCY

Soft currency atau mata uang lunak ini adalah mata uang yang lemah. Soft currency ini merupakan mata uang fiat yang sensitif atau berfluktuasi terhadap kondisi pasar. Nilainya lebih rendah dari mata uang lainnya karena para trader dan investor memilih untuk tidak menahannya terlalu banyak. Oleh karena itu, alasan utama pelunakan mata uang adalah penurunan permintaan dan penerimaan di pasar global. Hal tersebut akan menyebabkan tingkat tenaga pekerjaan yang lebih tinggi dalam perekonomian.

Selain itu, negara-negara dengan mata uang yang lebih lemah atau soft currency ini diketahui memiliki pendapatan ekspor yang lebih tinggi. Namun, mata uang lemah tersebut tidak dapat dipasarkan di pasar luar negeri dan permintaan di pasar forex juga rendah. Hal ini nantinya juga berpotensi menciptakan ketidakstabilan politik dan ekonomi dalam perekonomian.

Soft Currency dalam ekonomi mengacu pada mata uang yang secara internal lemah untuk memerangi krisis pasar. Sederhananya, mata uang semacam itu memiliki sedikit permintaan dan penerimaan di seluruh dunia. Selain itu, mereka mengalami penurunan yang signifikan dalam produk domestik bruto (PDB). Akibatnya, negara-negara dengan mata uang lemah menderita hiperinflasi. Misalnya, daftar mata uang lunak termasuk Zimbabwe dan negara Afrika lainnya.

Konsep mata uang sudah ada sejak 600 SM, tetapi setelah liberalisasi dan globalisasi, depresiasi mata uang dimulai. Setelah Perang Dunia II, sebagian besar negara kecuali Amerika Serikat mengalami inflasi. Pada tahun 1947, Amerika Serikat memiliki sebagian besar cadangan emasnya dan menjadikan dolar sebagai mata uang yang keras (kuat). Namun, beberapa negara Eropa dan Asia seperti Austria, Jerman, Italia, China dan India menjadi bagian dari depresiasi mata uang. 

Pada abad ke-21, dolar AS dan euro telah menjadi mata uang yang diterima secara luas di seluruh dunia. Namun, mata uang yang lebih lemah seperti rial Iran (IRR) dan dong Vietnam (VND) menghadapi penurunan permintaan di pasar forex.

Kebijakan moneter yang lemah dapat menyebabkan peningkatan jumlah uang beredar dalam perekonomian. Selain itu, mereka yang berkuasa, merancang dan menerapkan kebijakan fiskal memiliki tanggung jawab yang sama atas mata uang lunak. Akibatnya, mata uang terdepresiasi dari waktu ke waktu. Devaluasi dapat menyebabkan investor kehilangan minat pada mata uang tersbeut dalam jangka panjang.

Ketidakstabilan ekonomi dan politik merupakan salah satu penyebab utama dari melemahnya mata uang. Misalnya saja negara dengan kekuatan politik kecil cenderung menyebabkan depresiasi mata uang. Hal tersebut menyebabkan keputusan yang dihasilkan juga menjadi buruk. 

Selain itu, krisis ekonomi seperti inflasi, resesi, dan hiperinflasi juga dapat menyebabkan depresiasi mata uang. Selain dari ketidakstabilan ekonomi dan politik, infrastruktur ekonomi juga berperan penting dalam menangani mata uang ini. Negara dengan kebijakan fiskal dan moneter yang kuat tetapi tata kelola yang lemah dapat merusak mata uangnya. Misalnya saja suatu negara dapat masuk dalam daftar mata uang lunak atau soft currency jika tindakan korupsi, penipuan, dan kejahatan meningkat.

PENGERTIAN HARD CURRENCY

Hard currency mengacu pada mata uang yang dikeluarkan oleh suatu negara yang dianggap stabil secara politik dan ekonomi. Hard currency atau mata uang kuat ini diterima di seluruh dunia sebagai alat pembayaran untuk barang dan jasa. Selain itu juga kadang-kadanf lebih disukai daripada mata uang lokal.

Hard currency ini diharapkan akan tetap relatif stabil dalam jangka pendek dan memiliki likuiditas yang tinggi di pasar valuta asing. Mata uang hard currency atau yang paling banyak diperdagangkan di dunia adalah Dolar Amerika Serikat, Pound Inggris, Euro Eropa, Dolar Australia, Dolar Kanada, Yen Jepang, dan Franc Swiss. 

Semua mata uang tersebut dipercaya oleh investor dan bisnis internasional karena umumnya tidak terlalu rentan terhadap penurunan dan kenaikan yang dramatis. Dolar Amerika Serikat lebih menonjol karena dolar AS merupakan mata uang cadangan dunia. Karena hal itulah, banyak transaksi internasional diselesaikan dalam dolar Amerika Serikat. Ketika mata uang suatu negara mulai melemah, warga negara dapat memegang dolar Amerika Serikat dan mata uang aman lainnya untuk melindungi kekayaan mereka.

PERBEDAAN SOFT CURRENCY & HARD CURRENCY

  • Soft currency merupakan mata uang tidak stabil, sedangkan hard currency adalah mata uang yang stabil dan dapat diandalkan.
  • Soft currency hanya diterima oleh negara yang membuat dan mengoperasikannya, sedangkan hard currency diterima dan digunakan di seluruh dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun