Pemilihan umum merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia yang dimana rakyat sebagai perilaku pemilih menjadi penting karena menentukan kemenangan pasangan calon dalam pemilu. Dengan sistem ini, para kontestan pemilu akan semakin merasa tertantang untuk dapat merenggut dan mempengaruhi pemilih untuk memilih dirinya dalam kontestasi pemilu karena sadar bahwa masyarakat merupakan kunci keberhasilan bagi mereka untuk menang. Sehingga para kontestan perlu memahami bagaimana seorang pemilih (voter) akhirnya mau menjatuhkan pilihannya kepada kontestan yang dipercayainya karena dengan memahami perilaku pemilih, seorang kontestan dapat menentukan strategi seperti apa yang tepat untuk memenangkan persaingan.
Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dan dijadikan sebagai acuan oleh seorang kontestan pemilu guna mendapatkan kepercayaan pemilih sebagai berikut. Pertama, para kandidat perlu memperhatikan program atau kebijakan seperti apa yang ingin ditawarkan dan diperjuangkan kepada masyarakat, buatlah suatu program yang memang dibutuhkan oleh masyarakat. Kedua, personal branding atau social imagery merupakan salah satu hal yang penting pula karena menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat dalam menentukan citra pemimpin seperti apa yang mereka inginkan. Biasanya, citra ini dapat terlihat dari segi perilaku, cara berkomunikasi, kharisma, dan sebagainya. Namun, tak hanya citra kandidatnya saja yang perlu diperhatikan tetapi citra partai maupun lembaga yang ikut mendukung pula. Ketiga, percuma apabila seorang kandidat memiliki program bagus dan citra yang baik apabila perasaan emosionalnya tidak sampai kepada masyarakat. Emotional feeling dapat terlihat dari perilaku maupun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh calon kandidat, serta terlihat pula dari aktivitas dan tanggapan kandidat terhadap suatu permasalahan maupun peristiwa yang dapat menyentuh para pemilih. Keempat, latar belakang kandidat juga sangat diperhatikan, baik dari segi kehidupan pribadi, karir seperti apa yang dijalani sebelum terpilih menjadi kandidat, dan sebagainya. Sehingga, penting sekali bagi para calon kandidat untuk tetap menjaga nama baik dirinya. Kelima, buatlah suatu isu epistemik, yakni isu-isu yang spesifik yang dapat memicu rasa penasaran pemilih terhadap hal-hal baru. Misalnya, mengangkat sosok figur kandidat yang dapat memberantas korupsi, dan sebagainya.
Apabila secara umum, terdapat tiga faktor yang menentukan keputusan pemilih dalam menentukan calon kandidat atau partai, yakni kondisi awal pemilih, media massa, dan partai atau kandidat itu sendiri. Media massa seringkali dijadikan sebagai tempat bagi pada calon kandidat untuk melakukan kampanye atau pemasaran politik. Secara tidak langsung, media menjadi jembatan antara kandidat untuk dapat berkomunikasi dengan para pemilih. Namun, perlu diperhatikan bahwa hubungan antara media massa dengan kandidat ini terkadang tidak bersifat netral. Bisa saja terjadi black campaign maupun informasi-informasi bias tentang calon kandidat. Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa citra partai juga menjadi bahan pertimbangan bagi para pemilih sehingga para kandidat juga perlu memperhatikan partai mana yang akan dipilih untuk menjadi pendukungnya selama pemilu berlangsung.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H