Mohon tunggu...
Aliffian Dafa
Aliffian Dafa Mohon Tunggu... Relawan - Mahasiswa Hukum

Hai, hallo ^o^ Panjang umur nasib baik! Semoga lulus tahun ini bukan hanya omong kosong

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jejak Budaya Persia di Nusantara

5 April 2020   15:05 Diperbarui: 5 April 2020   15:18 5118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam konteks bahasa, pengaruh Persia di Nusantara cukup signifikan karena tidak saja sejumlah kata Persia diserap menjadi kosa kata Nusantara, melainkan pola peminjaman kata Arab pun dicapai melalui bahasa Persia. 

Beberapa contoh yang paling dikenal dalam hal ini adalah kata kanduri (kenduri), astana (istana), bandar (pelabuhan), bedebah, biadab, bius, diwan (dewan), gandum, jadah (anak haram), lasykar, nakhoda, tamasya, saudagar, pasar, syahbandar, pahlawan, kismis, anggur, takhta, medan, firman, dan lain sebagainya.[3]

Di daerah Jawa sendiri, pengaruh sufisme Persia ini tampak dalam berkembangnya paham "manunggaling kawulo gusti." Paham ini kadang disebut juga sebagai pamoring kawulo gusti, jumbuhing kawulo gusti, curiga manjing warangka, warangka manjing curiga.[4] Tegas sekali paham ini menampakkan pengaruh Al-Hallaj dengan ajaran hulul-nya. Tokoh sufi Jawa yang sering dianggap sebagai penyebar ajaran ini adalah Syekh Siti Jenar.   

Terdapat fakta indah yang lahir di awal pertemuan Persia Islam yang datang ke Nusantara tanpa menyinggung perihal kekerasan, namun memilih untuk melewati jalur Keindahan-Budaya selayaknya dijadikan semacam dasar percontohan dan modus pergaulan antar umat Islam di tengah segala perbedaan yang muncul saat ini, khususnya dalam hal harmoni, saling memahami dan saling menghargai. 

Tidak dapat dipungkiri, keadaan ukhuwwah di antara kaum muslimin saat ini berkembang ke arah yang lebih tertutup, kaku, formal, saling klaim kebenaran sendiri, mengedepankan prejudice dan kecurigaan kepada yang lain, mencari sebanyak mungkin kesalahan “yang lain” serta menutup diri dari segala wawasan dan pengetahuan baru apapun yang dianggap mengancam kemapanan ideologisnya.

[1] Fahruddin Faiz, “Sufisme-Persia Dan Pengaruhnya Terhadap Ekspresi Budaya Islam Nusantara”, Jurnal Esensia, Vol. 17, No. 1 (April 2016), hlm. 3.

[2] Yayan Sopyani Al-Hadi, “Kutip Gus Dur, NU Disebut Syiah Tanpa Imamah”, dalam http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2010/01/01/85823/Kutip-Gus-Dur-NU-Disebut-Syiah-Minus-Imamah/, akses 06 April 2019.

[3] Agus Sunyoto, “Pengaruh Persia pada Sastra dan Seni Islam Nusantara”, Al-Qurba, Vol.1, No. 1 (2010) , hlm. 130.

[4] Sudirman Tebba, “Syekh Siti Jenar, Pengaruh Tasawwuf al-Hallaj di Jawa” (Jakarta: Pustaka Irvan, 2008), hlm. 91.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun