Kemudian, ayahnya aktif sebagai pengurus Muhammadiyah Cabang Padang dan sibuk mempersiapkan kongres Muhammadiyah ke -- 19 di Minangkabau. " Ayah selalu diutus untuk untuk menghadiri Kongres Muhammadiyah " seperti tahun 1930, ayah diutus oleh Cabang Muhammadiyah Padang Panjang mendirikan Muhammadiyah di Bengkalis. Setelah itu ayah langsung menghadiri Kongres Muhammadiyah ke -- 20 di Yogyakarta.Â
Waktu itu, dia berdoa di bawah lindungan Ka'bah agar sisa umurnya bermanfaat untuk meneruskan cita -- cita yang telah dirintis oleh ayahandanya melalui Sumatera Thawalib dan organisasi Muhammadiyah.
Disini juga diceritakan bahwa  Buya Hamka adalah seorang yang rajin sholat tahajjud, baik itu di rumah atau sedang dalam perjalanan. Ia juga mempunyai ingatan yang tajam dan seorang yang cerdas, ia sangat suka menceritakan kembali sejarah -- sejarah saat melakukan perjalanan. Dalam menempuh hidupnya Buya Hamka pernah sulit juga, pernah miskin, pernah menjadi Pegawai Negeri, pernah juga masuk penjara.
Tongkat -- Tongkat Buya : " Tongkat yang telah menopang tubuhnya selama 23 tahun. Dengan itu pula, Buya Hamka menjangkau dunia.
Saya ( penulis ) mengenal dan hampir hafal jalan -- jalan di Rimba Malalak, Ranah, atau Air Badarun, untuk sampai ke Bukit Tinggi. Tongkat bukan hanya untuk menopang langkah ketika mendaki, atau untuk menahan keseimbangan bila menurun, tetapi juga berguna sebagai senjata. Terutama untuk menghadapi binatang -- binatang berbisa, seperti ular dan kalajengking.Â
Bila sampai di jalan rata, tongkat itu digantungi beberapa barang bawaan kami, seperti bekal dalam perjalanan, ataupun oleh -- oleh untuk keluarga dan kerabat di kampung.
Suatu hari pada tahun 1960, ayah ( Buya Hamka ) jatuh tergelincir dari tangga selepas mengingami sholat maghrib, akibatnya dokter mengatakan ada tulang yang patah disekitar ruas tumitnya dan harus di gips. Almarhumah Isa Anshary berkata " Biasanya kaki yang sudah patah itu semakin kuat, karena itu saya harap kakanda melangkah terus " sedangkan Presiden Soekarno pernah meminta ayah tak memakai tongkat, " Kelihatan lebih tua ", ujarnya.
Dalam bab ini juga penulis menjelaskan tentang Almarhumah Ummi Hajjah Siti Raham, yang mendampingin kehidupan Buya Hamka selama 43 tahun, dan melahirkan 10 orang anak. Itu belum termasuk 2 orang anak yang meninggal, dan 2 orang anak yang keguguran.
Almarhumah adalah sosok yang sangat sabar menemani jalan karier seorang Buya Hamka, disini di ceritakan bahwa Siti Rahma mampu menguatkan anak -- anak nya saat keadaan tidak baik sekalipun. Ia juga selalu menjaga kehormatan sang ayah Hamka.Â
Tetapi ibu yang sudah mulai sakit -- sakitan harus menghembuskan nafas terakhirnya karena penyakit komplikasi yang di deritanya, antara lain diabetes dan darah tinggi serta menyerang ke jantung. Ummi harus menyerah pada 1 Januari 1972 pukul 07.45 di ruang Cendrawasih Rumah Sakit Umum Pusat Jakarta pada usia 58 tahun.
Setelah kepergian Ummi Siti Rahma, Buya Hamka yang terus sedih di suruh menikah oleh anak -- anak dan menantunya. Setelah 1,5 tahun Ummi meninggal tepatnya tahun 1973 lalu ayah menikah lagi dengan seorang wanita dari Cirebon, bernama Hajjah Siti Khadijah. Lalu Buya Hamka meninggal pada 24 Juli 1981 di hari Jum'at pada usia 73 tahun 5 bulan, setelah 8 tahun pernikahannya dengan Ibu. Ibu juga adalah sosok yang hebat menemani sisa hidup ayah.