Mohon tunggu...
Sayuti Zakaria
Sayuti Zakaria Mohon Tunggu... Guru - Pengembara Kata, Guru Madrasah, dan Pemerhati Sosial

Guru Madrasah dan Pemerhati Sosial

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menyeleraskan Nafsu dengan Akal

2 September 2021   06:40 Diperbarui: 2 September 2021   06:44 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: minanews.net

Dalam salah satu hadits dijelaskan "Tidaklah beriman seorang diantara kalian, kecuali (apabila) kecenderungannya telah mengikuti (syariat) yang aku bawa".

Hadist di atas menerangkan tidak dianggap orang itu beriman kecuali ia mencintai syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Setiap orang mukallaf jika memiliki kehendak, hasrat, keinginan dan cita-cita sudah seharusnya sesuai dengan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Kewajiban mencintai Nabi Muhammad SAW dan orang yang mencintai beliau wajib mentaati perintah dan menjauhi larangan beliau.

Serta mengamalkannya dengan menjalankan semua perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Maka semua perbuatan orang tersebut harus sesuai dengan kitabullah dan sunnah rasulullah.

Apa yang dilarang ia tinggalkan dan apa yang diperintahkan ia kerjakan. Inilah hakikat ketaatan kecenderungan seseorang kepada syariat yang dibawa Nabi Muhammad SAW.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-Hasyr ayat 7 bahwa apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah; dan bertaqwalah kepada Allah sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.

Apabila suatu hari nafsu mengajakmu pada suatu hajat, namun ada jalan untuk menentangnya tentanglah hawa nafsu itu sekuat tenaga.

Mengikuti adalah musuh dan menentangnya adalah kawan. Bencana akal adalah nafsu. Nafsu yang mengajak kepada keburukan adalah membawamu pada kehinaan.

Barang siapa yang akalnya mampu mengatasi hawa nafsunya, maka ia akan selamat. Sebaliknya ketika nafsunya lebih dominan daripada akalnya maka ia akan tersesat jauh dari Tuhannya.

Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu yang mengajak pada keburukan sejatinya engkau telah menemui suatu kehinaan.

Seorang yang beriman akan akan berupaya sekuat tenaga untuk menyelaraskan nafsunya untuk mengikuti akal sehatnya. Akal yang menuntunnya untuk mengikuti syariat yang Allah tentukan.

Kecenderungan bisikan nafsu mengarahkan manusia untuk melakukan kegiatan yang bertentangan dengan syariatNya. Maka penting bagi kita untuk membimbing nafsu untuk senantiasa mengikuti akal.

Untuk membimbing nafsu kita harus senantiasa menghadirkan Allah dalam setiap langkah gerak kita. Niscaya Allah akan menjaga kita.

Seperti yang dituangkan dalam salah satu hadits "Ihfadkallahu Yahfadka" Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu. 

Menghadirkan Allah dalam setiap langkah kehidupan kita akan menjadi mesin kontrol yang muaranya akan melahirkan sikap ihsan.

Sikap merasa di awasi, serta merasa Allah hadir  dalam setiap detik kehidupan kita. Dimanapun dan dalam kondisi bagaimanapun.

Dengan berdzikir mengingatNya dalam segala kondisi akan membuat kita lebih berhati-hati dalam melangkah dan bersikap.

Orang lain mungkin tidak melihat kita tapi Allah selalu mengawasi kita. Setiap apa yang kita kerjakan sekecil apapun akan dimintai pertanggung jawabannya kelak dihadapan Allah.

Mungkin kita masih ingat tentang kisah seorang gadis penjual susu pada masa khalifah Umar Bin Khattab yang diminta oleh ibunya untuk mencampur susunya dengan air.

Ketika ibunya memintanya untuk mencampur susu dengan air kemudian ia mengatakan "Amirul Mukmimin Umar Bin Kattab memang tidak melihat kita tapi Dimana Allah? Bukankah Allah senantiasa hadir melihat dan mengawasi kita".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun