Mohon tunggu...
Alifa Cikal Yuanita
Alifa Cikal Yuanita Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Gadjah Mada

menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Marital Rape Sebagai Pelanggaran HAM Serius: Bayangan Gelap Kekerasan Seksual Terhdap Perempuan dala

27 Februari 2023   15:34 Diperbarui: 9 Juni 2023   02:17 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: legodesk.com

Selain itu Pasal 286 KUHP menentukan bahwa seseorang yang bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, apabila perempuan itu sedang pingsan atau tidak berdaya, dihukum penjara selama-lamanya 9 tahun. Pasal 287 dan 288 KUHP mengatur terkait dengan hukuman yang akan didapatkan seseorang apabila orang tersebut bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya yang berusia dibawah 15 tahun atau belum cukup umur untuk menikah. Dengan melihat ketentuan tersebut, KUHP tidak mengatur terkait dengan marital rape, KUHP hanya mengatur tentang perkosaan yang dilakukan terhadap perempuan yang bukan istri, sehingga istri tidak dapat melaporkan suami dengan alasan perkosaan. Jikapun ada, perkaranya akan diproses sebagai penganiyaan dan bukan perkosaan. 

Pasal 8 UU PKDRT menentukan tindakan yang termasuk dalam kekerasan seksual dalam rumah tangga yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang ada di dalam lingkup rumah tangga. Pengertian kekerasan seksual dalam ketentuan pasal ini berarti setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Tidak banyak korban yang berani melaporkan tindakan marital rape dikarenakan oleh biasanya istri yang masih bergantung kepada suami baik secara sosial maupun ekonomi, walaupun dilaporkan biasanya hal ini dianggap sebagai ranah domestik dan tidak diproses seperti kekerasan publik, masih adanya budaya patriarki yang sangat kental sehingga memunculkan persepsi bahwa istri tersebut durhaka. 

Dalam Universal Periodic Review tahun 2017, Komite Ekonomi, Sosial, dan Budaya merekomendasikan agar Indonesia menguatkan peraturan perundang-undangannya tentang kekerasan terhadap perempuan dan Komite Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan merekomendasikan agar Indonesia mengamandemen KUHP dan UU PKDRT, serta mendefinisikan marital rape. Selain itu, dalam General Recommendation No. 35 on gender-based violence against women, updating general recommendation No. 19 yang menentukan komite merekomendasikan negara pihak untuk menerapkan langkah-langkah legislatif salah satunya untuk memastikan kekerasan seksual termasuk dalam hal marital rape dimana negara direkomendasikan untuk mendefinisikan kejahatan seksual tersebut sebagai hal yang tidak didasarkan pada kesepakatan dan mempertimbangkan keadaan korban yang menghalangi kapasitas mereka untuk melaporkan kekerasan yang dialami, selain itu negara juga harus melakukan berbagai tindakan pencegahan, perlindungan, penuntutan, penghukuman, reparasi, koordinasi, pengumpulan data dan melakukan kerja sama internasional terkait dengan penghapusan kekerasan terhadap wanita. 

General Recommendation No. 21: Equality in marriage and family relations menentukan bahwa negara berkewajiban untuk menghapuskan segala diskriminasi terhadap perempuan pada aspek lingkungan pernikahan atas dasar kesetaraan pria dan wanita, dimana dijelaskan lebih lanjut bahwa suami dan istri memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam rumah tangga. Berdasarkan Eighth periodic report submitted by Indonesia under article 18 of the Convention (State party’s report) yang dipublikasi 8 Januari 2020, pemerintah Indonesia melaporkan bahwa pihaknya telah menerapkan strategi khusus dan terarah untuk menangani kekerasan terhadap wanita dengan membentuk mekanisme pencegahan, meningkatkan manajemen kasus, dan meningkatkan pemberdayaan perempuan, selanjutnya mekanisme pencegahan terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga dilakukan dengan cara mengadakan kursus advokasi pranikah, melakukan kampanye anti perkawinan paksa, dan kampanye anti pernikahan dini, selain itu untuk korban pemerintah telah membentuk pusat layanan terpadu yang menyediakan mekanisme pencegahan, perlindungan, rehabilitasi, reintegrasi bagi korban kekerasan seksual, peningkatan kapasitas petugas lapangan di instansi terkait tentang penanganan dan pelaporan kekerasan terhadap perempuan, pemberian bantuan hukum dan menyediakan layanan kesehatan baik untuk korban maupun keluarganya. 

Langkah apa yang harus diambil Pemerintah untuk menekan angka Marital Rape?

  • Pemerintah dapat membantu perempuan korban marital rape agar segera terlepas dari belenggu sang suami, dengan terus mengadvokasinya seberapa kejamnya realita bahwa perkosaan dalam pernikahan itu nyata adanya dan fenomena tersebut secara sadar atau tidak ada di sekitar kita.
  • Dikarenakan marital rape belum ada pengaturannya dalam KUHP, dimana juga dalam rumusan Pasal 8 UU PKDRT yang terlalu luas dan tidak merumuskan secara jelas istilah perkosaan dalam perkawinan, maka disarankan agar istilah maupun perbuatan tersebut dirumuskan baik itu dalam KUHP maupun UU PKDRT.
  • Negara juga harus memastikan segala tindakan pencegahan sampai pada reparasi maupun rehabilitasi korban marital rape karena melihat tindakan ini terjadi di ranah domestik sehingga akan lebih sulit untuk dipantau.
  • Negara harus menjatuhkan sanksi bagi pelaku perkosaan marital rape dengan mempertimbangkan posisi korban selaku istri dari pelaku, dimana dalam hal ini seharusnya penegak hukum dapat memberikan sanksi yang sesuai terhadap pelaku.
  • Negara harus memberikan kompensasi yang layak kepada korban agar korban dari kasus-kasus marital rape mendapat keadilan, dan memastikan bahwa implementasi UU PKDRT tidak mengkriminalisasi korban, serta untuk mencegah, menuntut dan menghukum semua bentuk kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual, dan untuk mengadopsi RUU anti-kekerasan seksual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun