Mohon tunggu...
ali fauzi
ali fauzi Mohon Tunggu... -

Seorang guru, orang tua, penulis lepas, dan pengelola www.sejutaguru.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sekolah "Gak Perlu Lagi?"; Catatan atas Video Deddy Corbuzier

27 Oktober 2017   10:54 Diperbarui: 27 Oktober 2017   11:38 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Video yang ditonton jutaan orang itu sebenarnya merupakan bukti kepedulian "Master Deddy" terhadap dunia pendidikan tanah air. Dia berpandangan bahwa sistem pendidikan kita masih banyak lubang kesalahan. Misalnya, menuntut setiap anak menguasai segala bidang, mengukur kehebatan anak melalui tes tertulis semata, hingga materi ajar yang kurang aplikatif. Tidak hanya itu, Deddy juga menyoroti tentang kesalahan orangtua dalam mendidik anak.

Kepedulian "Master Deddy" untuk memotivasi orang lain dengan cara di atas, sungguh membuat orang harus bisa merasa dan berpikir ulang, namun sekaligus video tersebut penuh dengan risiko. Ingat, bung, penonton video anda bukan orang terpelajar semua, tidak semuanya adalah mereka yang suka berpikir dua kali atau lebih. Bahkan, jangan-jangan mayoritas penonton video tersebut adalah anak-anak SMA dan mahasiswa tingkat awal yang terkadang cepat sekali dalam mengambil kesimpulan.

Meskipun judul videonya sangat provokatif, yakni "Sekolah? Gak Guna!!!",isi sesungguhnya video tersebut adalah tentang perbaikan diri, perbaikan pendidikan, dan bahkan perbaikan sekolah itu sendiri. Risiko yang didapat ketika menyampaikan dengan cara seperti itu adalah banyaknya orang yang mengambil kesimpulan sesuai judul video tersebut. Padahal, anda mengatakan bahwa sekolah itu penting agar cara berpikir kita menjadi dewasa. Karena menurut anda, sekolah yang baik akan membentuk tata pikir, tata cara berperilaku menjadi lebih baik lagi.

Untuk para guru, tontonlah video tersebut dengan memosisikan diri siap menerima masukan dan kritikan agar tidak terburu-buru mengambil kesimpulan. Link video tersebut akan kami sertakan di bawah.

Salah satu yang "Master Deddy" soroti adalah mindset bahwa tujuan sekolah dan kuliah adalah untuk mencari pekerjaan yang baik. Jika masih ada yang berkeyakinan bahwa sekolah atau kuliah bisa menjamin sukses, maka "Master Deddy" mengatakan "SALAH". Video "Master Deddy" ini sangat cocok bagi mereka.

Pandangan ini berangkat dari sebuah fakta bahwa banyaknya sarjana yang masih menganggur. Berdasarkan data, sekitar 17% lulusan perguruan tinggi menganggur. Serta mulai meningkatnya anak-anak muda yang sukses dengan kemampuan yang diperoleh bukan dari sekolah atau kuliah. Ilmu dan keterampilan mereka didapat dari mana saja dan salah satunya yang paling masif adalah internet.

Sayangnya, "Master Deddy" hanya menyinggung sangat sedikit tentang ukuran kesuksesan selain bidang ekonomi atau uang. Tentu, itu karena "Master Deddy" memang ingin berbicara dari sudut pandang itu. Video "Master Deddy" jika diposisikan sebagai kritik pendidikan dari sudut pandang ekonomi dan pemenuhan kebutuhan hidup melalui pekerjaan, maka video tersebut sangat bagus dan bermanfaat. Dan video ini sangat bermanfaat bagi yang galau dalam mencari pekerjaan. 

Kegelisahan yang sama pernah dijawab dengan sangat bagus oleh Robert T Kiyosaki ketika tahun 2012 menulis buku yang berjudul Why "A" Students Work for "C" Students and "B" Students Work for the Government: Rich Dad's Guide to Financial Education for Parents.Salah satu poin penting dalam bukunya adalah perlunya pendidikan keuangan bagi anak sejak dini.

Akan tetapi, sebuah peradaban membutuhkan lebih dari sekadar pandangan ekonomi. Peradaban tidak bisa dibangun dengan narasi ekonomi semata. Jelas, "Master Deddy" tidak berpandangan seperti ini karena memang ada pesan dalam video tersebut tentang membangun karakter intelektual melalui sekolah atau kuliah.

Seringnya muncul kata sukses yang langsung "Master Deddy" lekatkan dengan kesuksesan materi, maka membuat orang yang menontonnya sangat mudah berkesimpulan tentang "pekerjaan" dan "uang". Padahal, pesan dan kesimpulan yang bisa kita petik sebenarnya adalah bahwa yang terjadi saat ini merupakan "krisis pendidikan" bukan "krisis keuangan".

Kalau tujuan sekolah hanya untuk mendapatkan pekerjaan, dan tujuan pekerjaan adalah untuk mendapatkan uang, Robert Kiyosaki suatu ketika bertanya, "kenapa tidak langsung saja kau ajarkan tentang uang dan cara memerolehnya?"

Ratusan tahun, wacana tentang perbedaan tujuan pendidikan tak pernah berhenti. Sebagian berpendapat bahwa pendidikan harus aplikatif, di bagian lain pendidikan harus membentuk manusia yang unggul. Yang satu pragmatis, yang lain idealis. Hingga seorang Salman Khan, Pendiri Khan Academy bertanya, mungkinkah keduanya berkolaborasi menciptakan bangunan pendidikan yang kuat? Yang pasti, pendidikan harus mengandung keduanya.

Kajian McKinsey Global Institute menemukan bahwa Indonesia pada tahun 2012 menempati peringkat ke-16 perekonomian dunia dan memiliki 55 juta tenaga terampil (skilled worker). McKinsey memperkirakan tahun 2030 indonesia menjadi negera terbesar ke-7. Untuk itu, Indonesia membutuhkan 113 juta skilled worker. Tenaga terdidik yang betul-betul terampil.

Pada akhir tahun 2015, kita memasuki era ASEAN Economic Community (AEC). Supaya bisa bersaing kita membutuhkan SDM-SDM yang kompeten.

Berarti, kini justru pendidikan menjadi makin penting dibandingkan sebelumnya. Pertanyaannya adalah Pendidikan macam apa? Pendidikan yang bagaimana? Akankah pendidikan menyiapkan anak-anak menghadapi masa depan mereka? Apakah pendidikan yang bagus membantu menjamin keuangan anak anda?  Semangat "Master Deddy" dalam video tersebut sangat terasa bahwa sistem pendidikan kita harus berbenah.

Sayangnya, Robert Kiyosaki melihat bahwa industri pendidikan sepertinya merupakan salah satu industri yang memiliki tingkat perubahan paling lambat. Akhirnya, Kiyosaki berpandangan bahwa orang tualah---bukan sistem pendidikan---yang harus mempersiapkan anak menghadapi dunia nyata.

Sebagai guru, kami juga harus berbenah. Kami harus menyesuaikan kebutuhan zaman. Pendidikan harus melihat kelebihan setiap anak yang berbeda-beda. Guru juga harus sadar bahwa mereka mempersiapkan anak untuk masa depan. Tentu saja, old ways teaching harus segera diganti dengan yang lebih baik.

Kami juga prihatin dengan munculnya "generasi nyinyir". Faktor apa yang menyebabkan gejala ini bisa terjadi. Dan tentu saja kondisi ini menuntut kita untuk mengoreksi diri kenapa gejala ini bisa menguat dan bagaimana cara mengantisipasinya agar tidak terjadi pada generasi berikutnya.

Salah satu kesimpulan yang bisa ditangkap dari video Deddy corbuzier dan video lainnya tentang sekolah dan kuliah adalah bahwa "Sekolah bukan jaminan untuk bisa sukses". Ya, betul sekali, bahkan faktor apapun tidak ada yang menjamin kesuksesan kecuali Tuhan.

Salam www.sejutaguru.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun