Mohon tunggu...
Alifa Nur
Alifa Nur Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen Saya bukan Malin Kundang

19 Mei 2015   22:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="attachment_418682" align="aligncenter" width="387" caption="Saya Bukan Malin Kundang tapi Perantau Sukses"][/caption]

Saya Bukan Malin Kundang tapi Perantau Sukses

Suatu hari di sebuah desa tepatnya di kampung Suka biru, Kota Suka Maju terdapat satu keluarga yang sederhana terdiri dari Ayah, Ibu dan Seorang anak perempuan yang cantik nan ayu yang bernama Sinta, dia anaknya rajin dan suka membantu kedua orang tuanya. Ayahnya berkerja sebagai petani dan ibu nya bekerja sebagai buruh cuci dan penjual gorengan kadang sinta membantu kedua orang tuanya untuk jualan dari sejak SD dia selalu membantu kedua orang tuanya berjualan sehabis pulang sekolah . Sekarang dia sudah beranjak dewasa, dia baru saja selesai Ujian Nasional (UN) SMA di salah satu kampung tersebut dan dia baru saja dinyatakan Lulus ujian. Sinta termasuk anak yang berprestasi di sekolahnya, dia hendak ingin melanjutkan kuliah di Jakarta. Ketika mendapatkan kabar kalo dia lulus SMA, dia langsung berlari pulang ke rumahnya dengan hati yang senang tidak sabar dia ingin memberitahukan kedua orang tuanya kalau dia telah lulus SMA. Sesampainya dia di rumah dia langsung mencari ayah dan ibu nya, “Assalamualaikum…Ayah….Ibu….” kata Sinta. “Waalaikumsalam nak” sahut ayah dan ibu. Sinta lalu memberitahukan kedua orang tuanya kalo dia lulus dengan nilai yang baik sambil memeluk kedua orang tuanya. Ayah ibu nya langsung tersenyum bahagia sambil meneteskan air mata. Sinta lalu berkata dengan terbata-taba “ Ayah, I..bu bolehkah aku melanjutkan kuliah di Jakarta? Lalu ibu nya berkata “Nak… aku sangat senang kamu bisa lulus dan punya keinginan untuk kuliah di Jakarta, kamu sudah membuat kami bangga dari kecil kamu sudah membantu kami mencari nafkah dan tidak pernah meminta apa-apa dari kami, aku akan mengusahakannya nak untuk kamu bisa kuliah di Kota, akan aku carikan uang untuk mu nak, raihlah cita-cita mu” kata ibu sambil meneteskan air mata. Sinta lalu memeluk ibunya dan berkata “ Terima kasih ibu, ayah aku sangat menyayangi kalian, aku akan ke Jakarta dan akan memperbaiki ekonomi keluarga kita “…

Keesokan harinya ibu dan ayah nya mencoba memecahkan celengan yang mereka simpan dari dulu untuk kuliah Sinta dan berusaha mencari dan meminjam uang dari tetangganya untuk kuliah sinta, betapa sayangnya kedua orang tua Sinta. Lalu ibunya pergi ke kamar Sinta sambil membawa uang yang tadi dikumpulkan. “Nak… ini uang yang bisa kami kumpulkan untuk biaya kuliah mu nak, apakah ini cukup?” kata ibu. Sinta langsung menjawab sambil terharu “ i…bu ini sudah cukup sekali, maaf ibu kalo aku menyusahkan ibu, nanti uang ibu tidak cukup lagi untuk keperluan kita sehari-hari. Ibu… mungkin lebih baik ku urungkan cita-cita ku, aku disini saja membantu ayah dan ibu kerja di sawah dan membantu menjual gorengan..”. ibu lalu mengelus-ngelus kepala sinta dan berkata “ Tidak nak, ini uang untuk kuliah mu saja, ayah dan ibu sudah berusaha mengumpulkan uang untuk mu, kami tahu kamu adalah anak yang pintar, kejarlah cita-cita mu, jangan lah kamu seperti ayah dan ibu nak yang cuman bisa bekerja sebagai petani dan buruh cuci dan kadang – kadang menjual gorengan. Tidak usahlah kamu pikir yang lain-lain nak, kalau masalah rezeki, insyallah allah sudah mengaturnya…” Sinta lalu menangis dan memeluk ibu dan ayahnya yang dari beberapa menit lalu datang ke kamar sinta.

Dua hari kemudian, ketika Sinta sudah mengemas barang bawaannya untuk dibawa ke Jakarta semalam dia dan ibunya sudah berkemas dan Sinta meminta kepada ibunya untuk menemaninya tidur sekamar dengannya sebelum dia pergi ke Jakarta untuk mengejar cita-citanya, dia bersiap-siap dan makan bersama ayah dan ibunya di lantai, maklum rumahnya cukup kecil dan tidak mempunyai meja makan, untung saja lantainya masih bertegelkan semen yang dilapisi tikar. Setelah makan dan beristirahat sejenak, ayah dan ibu lalu menghampiri Sinta dikamar yang beberapa saat lalu masuk ke kamar dan menangis karna rasa sedihnya karna akan meninggalkan kedua orang tuanya berdua di rumah dan usia kedua orang tuanya yang sudah tidak mudah lagi. “Nak, kamu jangan menangis, kamu harus kuat, kamu akan meraih cita-cita di Jakarta, jangan ragu nak, jangan pikirkan kami disini, kami akan selalu mendoakan kamu yang terbaik” kata ayah. “Walaupun kamu anak perempuan kamu harus yakin, dan percaya apa yang kamu inginkan bisa terwujud, tapi kamu harus jaga dirimu nak, janganlah kamu melakukan hal yang tidak baik, selalu lah berbuat baik kepada orang disana, jangan terpengaruh sama orang-orang yang tidak baik yang ingin menjerumuskan kamu, ibu tahu kamu adalah anak yang baik dan selalu mendengarkan nasehat orang tua.” Lanjut ibu. Sinta lalu memeluk kedua orang tuanya dan berkata “ Iya ayah, ibu aku akan selalu mengingat nasehat mu dan menjaga kepercayaan kalian, doakan aku ibu, aku disana selalu baik-baik saja, dan meraih impianku”. “Iya nak pasti kami akan mendoakan mu” kata ibunya. “aku akan mengabari ayah dan ibu lewat surat, nanti ayah dan ibu harus membalas suratku” tambah sinta. Lalu ayah berkata “ nak, aku sudah memberi tahu Deni anak pak kepala desa kalau kamu akan berangkat ke Kota Jakarta sebentar, dia menyiapkan mobil untuk mengantarkan mu di Jakarta dan katanya dia punya sepupu disana yang punya tempat tinggal yang bisa kamu tempati disana”. Sinta menjawab “ Iya ayah terima kasih”. Deni adalah anak kepala desa, anaknya baik dan dia adalah teman kecil Sinta.

Setelah beberapa lama berbincang tepat pukul 14.00, bunyi klakson berbunyi tanda kalau mobil Deni telah tiba didepan rumah menunggu Sinta. Ini pertama kalinya Sinta ke Jakarta merantau ke Ibukota. Sinta lalu pamit dan salim kepada kedua orang tuanya. Lalu bergegas lah dia masuk kedalam mobil dan menurunkan jendela kaca mobil dan melambaikan tangannya ke orang tuanya. Lalu didalam mobil Sinta dan Deni berbincang.

“kamu ingin lanjut dijakarta Sin?” kata Deni.

“ iya Den aku ingin melanjutkan kuliah disana, menggapai cita-cita ku yaitu memperbaiki ekonomi keluarga ku” jawab Sinta.

“Semoga kamu Sukses ya Sinta, kamu jangan lupakan kami di kampung” lanjut Deni.

“Iya insyaallah, aku tidak lupakan kalian” kata Sinta sambil tersenyum.

“Kamu tidak lanjut kuliah Den?” Tanya sinta

“Aku belum mau kuliah Sin aku ingin melanjutkan bisnis ayah aku, tapi kalau nanti aku berubah pikiran aku akan kuliah” jawab Deni.

Sinta lalu menanyakan Deni kemana mereka akan pergi, “ kita akan kemana ahmad, sepupu kamu siapa namanya? Dimana ditinggal?”

Deni lalu menjawab : “kita akan pergi ke rumah sepupuku, dia adalah Rachel, dia anaknya baik dan ramah kok, aku sudah memberitahukannya kalau kamu akan tinggal di tempatnya, dia sekarang kuliah di salah satu Universitas terkenal di Jakarta kalau kamu mau, disitu saja kamu mendaftar sin”

“ iya Deni terima kasih banyak atas bantuan mu, kamu adalah sahabat ku yang baik “ kata Sinta.

Setelah beberapa jam kemudian akhirnya mereka sampai di rumah sepupu Deni. Ternyata benar, Rachel adalah anak yang baik dan ramah, buktinya dia telah menunggu Sinta dan Deni datang, dia lagi tidak sibuk, hari ini adalah hari Minggu. Rachel lalu menghampiri mereka dan menyambutnya “hai Deni dan Sinta, Selamat Datang!” sambut Rachel. Rachel tinggal di rumah orang tuanya, dia di rumah hanya bersama kedua adiknya Citra dan Melanie dan seorang pembantu, kebetulan orang tuanya lagi ada kerjaan diluar kota. Rumahnya lumayan cukup besar.

Sinta tersenyum dan membalas sapaan Rachel “ Iya makasih Rachel”. Mereka lalu masuk kedalam rumah berbincang – bincang dan memberitahu Sinta kalau Deni sudah memberitahukan dan menceritakan tentang Sinta. Setelah beberapa jam, Deni lalu ingin pamit pulang lagi ke kampung karna dia tidak bisa berlama – lama di Jakarta karna dia harus mengurus bisnisnya di kampung. Sinta lalu berkata “Deni, kamu kabari ya ibu dan ayah ku kalau aku baik – baik saja, iya sudah kamu hati – hati di jalan”. Setelah Deni pulang, Rachel mengenalkan Sinta ke saudaranya dan pembantunya, lalu mengantarkannya ke kamar Sinta. Rachel memang anak yang sangat ramah dan baik kata Sinta dalam hati.

Beberapa hari kemudian Rachel mengajak Sinta jalan – jalan keliling Jakarta dan mengajaknya mendaftar kuliah di tempat Rachel, itulah tujuan utama Sinta merantau ke Jakarta. Setelah beberapa hari Sinta sibuk mengurus kuliahnya, akhirnya dia diterima dan bisa kuliah di Universitas terkenal di Jakarta. Sinta sangat senang dan dia ingin bisa mengabari kedua orang tuanya. “Rachel kamu punya nomor Deni, aku ingin mengabari kedua orang tuaku?” Tanya Sinta. “iya aku punya, kita beli HP saja buat kamu supaya gampang berkomunikasi.” Jawab Rachel. Tapi Sinta menolak untuk dibelikan HP oleh Rachel, dia sudah terlalu baik, Sinta meminta ke Rachel untuk diantarkan ke suatu mall di Jakarta untuk membeli HP yang tidak terlalu mahal karna Sinta tidak ingin menghabiskan uang kedua orang tuanya dengan membeli barang yang tidak penting dan mahal.

Singkat cerita Sinta telah memiliki HP dan mempunyai nomor Deni, mereka sudah hampir sering berkomunikasi, hingga akhirnya Sinta ingin berbicara dengan ayah ibu nya kebutulan Deni lagi di rumah Sinta. Sinta lalu menceritakan apa yang terjadi selama di Kota, menceritakan kabaikan keluarga Rachel, menceritakan tentang kuliahnya dan tiba-tiba air mata sinta jatuh karena rasa rindunya kepada keluarganya di sana.

Beberapa bulan Sinta kuliah, dia selalu mendapatkan nilai yang bagus di kampus, hingga akhirnya dia diminta untuk mewakili kampus untuk ikut lomba ekonomi yaitu tentang Enterpreneurship dan akhirnya Sinta menang, beberapa kali sinta selalu diminta untuk mewakili kampusnya untuk mengikuti lomba dan dia beberapa kali menang dan uang yang dia peroleh dari hadiah lomba selalu disisihkan dan beberapa dikirim ke orang tuanya di kampung, selama Sinta di Jakarta jarang sekali dia meminta uang kepada orang tuanya karena dia mengerti ekonomi keluarganya disana itulah sebabnya dia selalu ingin belajar dan ingin berprestasi di kampusnya karena dia tidak ingin mengecewakan dan ingin membuat bangga kedua orang tuanya.

Setelah beberapa tahun Sinta merantau dan menyelesaikan kuliahnya di Jakarta , walaupun begitu hampir tiap tahun Sinta pulang menemui kedua orang tuanya di kampung. Sinta lalu mencari kerja dan diterima di Perusahaan BUMN yang terkenal di Indonesia dan beberapa tahun kemudian dia ditetapkan menjadi pegawai tetap dan berbisnis. Dan sampai akhirnya Sinta telah sukses, dia memiliki kendaraan sendiri, memiliki rumah di Jakarta dari hasil kerja kerasnya dan telah membawa kedua orang tuanya di Jakarta untuk tinggal di Rumah barunya, betapa bangga kedua orang tua Sinta yang melihat cita – cita anaknya terwujud dan bisa menaikkan ekonomi keluarganya. Dan mereka hidup bahagia….

Intinya tiada usaha dan niat yang tulus didustakan oleh Allah SWT, apa yang kita cita – cita kan bisa terwujud dengan ada nya usaha yang keras dan gigih dan tidak menyerah, tidak ada yang instant pasti ada kerikil dan cobaan ketika kita ingin sampai ke cita – cita. Dan yang terpenting selalu lah kita meminta do’a dan meminta restu kepada kedua orang tua agar apa yang kita inginkan dan rencanakan bisa dikabulkan dan terwujud. Terima Kasih.

Created By : Officially Nur Alifa H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun