Bab kedua buku ini, "Ilmu Pengetahuan & Mengetahui", bab yang memaparkan urgensi ilmu pengetahuan dan menapak tilas kehebatan peradaban Islam pada masa lampau karena kedekatan dan keseriusan dalam mengeksplorasi, mengembangkan ilmu pengetahuan. Sub-bab ini turut menjelaskan dampak dari kata dan pola "modernisasi" terhadap peradaban di dunia. Terdapat seuntai pertanyaan menarik yang memicu perenungan mendalam, 'apakah yang salah dalam kepemimpinan?', pertanyaan ini dijawab dengan fakta adanya kebingungan dan kekeliran persepsi keilmuwan para pemimpin di seluruh lapisan, pengerucutan tingkatan loss of adab yang terdiri dari 3 point. Prof. Wan turut mengutip ayat quran ataupun hadist
Bab ketiga buku ini, "Makna dan Tujuan Pendidikan" Tugas besar dari cendekiawan adalah memahami benar bahwa "makna" dan "tujuan" saling berkaitan. Adanya perbedaan konseptualisasi dan penjelasan kedua unsur yang berupa hakikat, peranan, tujuan hidup manusia di dunia. Dalam sub-bab ini, Prof. Wan menulis ulasan tokoh ataupun kondisi pendidikan yang terjadi di dunia, seperti di Amerika, Turki, Brazil, Mesir, dsb. Prof. wan juga mengulas pemikiran Mohamad Iqbal, Sayyid Ahmad Khan, Muhammad Abduh. Dalam sub-bab terakhir di bab ini, ditegaskan pula pemikiran al Attas akan definisi "orang terpelajar adalah orang baik", baik dalam tanda kutip memiliki adab yang meliputi kehidupan spiritual dan material seseorang. Itulah alasan hakikat pendidikan islam adalah "Tabiyah, Ta'lim dan Ta'dib"
Bab keempat buku ini, "Ide dan Realitas Universalitas Islam", tulisan ini diawali dengan pernyataan Al Attas yang ditulis dalam surat untuk Sekretariat Islam pada tahun 1973, bahwasanya seluruh permasalahan ekonomi, sosial, politik bermuara dari masalah pendidikan. Prof Wan menjelaskan bahwa pendekatan terhadap reformasi pendidikan saat ini lebih popular secara politis, penekanan pada pendidikan dasar & menengah lanjutan, tetapi gagal dalam sistem pendidikan tinggi, terutaam universitas. Al Attas menekankan kembali tujuan dasar misi Nabi Muhammad: mendidik individu menjadi dewasa dan bertanggung jawab
Bab kelima buku ini, "Kurikulum dan Metode Pendidikan". pada bab ini dijelaskan format dan draft spiritual tertentu yang seharusnya terselenggara dalam kurikulum pendidikan islam, sebagaimana kejujuran dan keikhlasan. Kesabaran yang dimaksud terbagi menjadi dua, antaranya: kesabaran dalam kehidupan sehari-hari, dan kesabaran dalam meninggalkan segala hal yang dilarang Allah dalam menahan nafsu. Al- Attas sependapat dengan Ikhwan Safa yang menjadikan kedudukan ahli hikmah (hukama) lebih tinggi daripada guru biasa (mu'allimin), dan jika hendak mengetahui hikmah dari pada guru dan membuka rahasia tersebut kepada peserta didik (muta'allim) maka, ahli hikmah memberi saran kepada guru untuk dan harus "menjinakkan" dan "mensucikan jiwanya" melalui ta'dib (an yurawwidhahum awwalan wa yuhadzdziba nufusahum bi-l'- tahdzib)Â
Bab keenam buku ini, "Islamisasi Ilmu Pengetahuan Masa Kini: Teori & Praktik". Dalam bab ini, terdapat tiga temuan ilmiah terpenting di dunia Islam yang memiliki potensi pengaruh perjalanan kehidupan umat Islam, yakni (1) problem terpenting yang dihadapi umat muslim adalah "ilmu pengetahuan" (2) ilmu pengetahuan modern tidak bebas nilai (netral) sebab dipengaruhi oleh pandangan keagamaan, kebudayaan, dan filsafat (3) perlu adanya mengislamkan ilmu pengetahuan masa kini dengan mengislamkan simbol-simbol linguistic mengenai realitas dan kebenaran. Kunci awal reformasi pendidikan dengan program islamisasi ini adalah mentransformasikan nilai dan konsep kunci yang terdapat dalam sudut pandang (worldview) umat Islam.
Bab terakhir, bab ketujuh dalam buku ini, "Respons Terhadap Islamisasi Ilmu Pengetahuan Masa Kini". Program Islamisasi Ilmu Pengetahuan memang sudah menjadi agenda intelektual semenjak tahun 70-an. Fazlur Rahman dikutip dalam buku ini menyebutkan bahwa terdapat dua pendekatan dasar terhadap ilmu pengetahuan barat modern, yaitu (1) ilmu pengetahuan barat modern dibatasi oleh kebutuhan pragmatis, dimana sudut pandang itu masih banyak diikuti dan bahkan dianggap memuaskan bagi sebagian kalangan umat muslim (2) cendekiawan ilmu pengetahuan barat modern menganggap umat islam harus mengadopsi sudut pandang barat, dari segi teknis hingga pemikiran falsafahnya, dan beberapa pemikiran cendekiawan muslim lainnya. Menimbang hal tersebut, para reformis muslim mencoba menafsirkan kembali agama Islam agar sesuai dengan pandangan barat, tentu hal ini tidak dibenarkan, lahirlah istilah "Tasawuf Positif" dari Muhammad Iqbal, Al Faruqi dengan IIIT (International Institute of Islamic Thought) dsb.
Buku ini sangat diharapkan dan direkomendasikan untuk menjadi rujukan dalam bidang filsafat pendidikan, memahami, merumuskan, menelaah urgensi falsafah (perenungan, pemikiran mendalam) terhadap eksistensi pendidikan di masa kini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI