Mohon tunggu...
Alifah Salma
Alifah Salma Mohon Tunggu... Lainnya - La tahzan

Life takes courage

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sebuah Keikhlasan

14 Februari 2021   23:20 Diperbarui: 14 Februari 2021   23:43 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di pagi yang cerah ini, aku sedang berjalan menuju sekolahku. SMAN 1 Pelita Bangsa. Namaku Hanum Azzahra. Aku sekarang sedang duduk di kelas 11. Aku merupakan sosok orang yang tidak mudah bergaul, namun ketika sudah dekat dengan orang lain, aku akan menjadi sosok orang yang baik, ceria, dan ramah.

Aku memiliki pendirian yang kuat dalam berkeinginan. Aku juga mudah stres ketika sangat bertekad ingin mencapai keinginanku. Tetapi, untuk saat ini aku tidak mempunyai keinginan kuat dalam sesuatu hal. Aku hanya berkeinginan untuk memperhatikan peringkat pertamaku di kelas saja.

 Di semester dua ini, aku sedang berusaha menemukan keinginanku dalam cita-cita. Karena setelah semester dua ini, aku akan menginjak label kelas 12. Di kelas 12 inilah, saat dimana aku sudah mulai harus menentukan akan bagaimana aku depannya. Akan menjadi apa, apa yang aku inginkan, apa yang aku minati, dan apa yang aku sukai.

 "Hanum, nomor 2 ini gimana?" tanya Azkayla.

 "Nomor 2 ini kamu tinggal bagi jadi cari suku ke satu sama suku ke n nya, nanti tinggal bagi dua aja."

 "Oh gitu, oke deh makasih."

 Azkayla adalah teman sebangkuku ketika di kelas. Dia merupakan sosok orang yang cerewet, namun memiliki watak yang baik dan mudah bergaul. Itulah alasan mengapa aku ingin duduk sebangku dengannya ketika kelas 11.

Aku sudah biasa menjadi tutor bagi teman-temanku yang tidak mengerti dalam memecahkan soal. Tidak hanya matematika, tetapi dalam pelajaran lain juga. Bahkan terkadang bukuku menjadi sasaran empuk untuk dilihat ketika adanya pekerjaan rumah. Sebenarnya aku tidak suka ketika bukuku menjadi tongkat estapet bagi teman-temanku. Karena itu merupakan tugasku dan usaha dari kerja keras otakku.

Tetapi dunia ini terlalu kejam untuk aku jahat terhadap sesama. Tidak hanya olokan yang dapat terlontar dari orang-orang, tetapi mungkin juga sikap yang tidak baik pun dilontarkan padaku. Sebab aku memiliki sifat yang cenderung memikirkan orang lan.

"Ada tugas gak buat besok?" tanya Nazwa kepadaku.

"Gak ada." jawabku.

"Yes! Akhirnya tidur nyenyak." jawabnya sambil tersenyum lebar.

"Makanya kalo ada tugas itu jangan SKS (Sistem Kebut Semalam). Jadi gak ada begadang begadangan." ceramah Syavia.

"Dududududu~" cuek Nazwa sambil bersenandung melihat langit sore yang cerah. "Jajan yuk? Nazwa laper asli." 

"Makan terus! Udah gendut udah gendut." ledek Asfiya.

Azkayla, Nazwa, Asfiya, Layina, dan Syavia adalah sahabatku dari kelas 10 SMA. Kita berenam sering berkumpul untuk bermain ataupun belajar kelompok. Kita berenam memiliki sifat yang berbeda satu sama lain. Namun hal itulah yang menjadi keseruan diantara kami.

Saat kedua kakiku menginjak lantai dingin berwarna putih serta tanganku menyentuh besi dingin berwarna coklat. Aku mendengar suara keributan dari arah dalam rumahku. Saling bertautannya suara pembicaraan kesal dari arah dalam yang membuat aku berhenti untuk melanjutkan langkahku. Sebenarnya tidak hanya sehari ataupun dua hari aku mendengar keributan ini. Tetapi saat ini aku benar-benar sudah bosan dan tidak ingin untuk mendengarnya. Ingin rasanya aku kembali berbalik badan dan pergi sejauh mungkin. Namun aku tidak tahu harus lari kemana. 

Aku pun menghela napas dan mengumpulkan keberanian untuk melangkah maju. Kemudian mengucapkan salam dengan semangat sambil tersenyum seperti layaknya tidak mengetahui apa-apa. Sontak mereka pun terdiam dan menyambutku. Setelah mencium kedua tangan mereka, aku pun segera masuk ke dalam kamar agar tidak menimbulkan pertanyaan yang membuat aku kembali kesal.

Mereka meributkan perekonomian keluarga yang entah mengapa tiba-tiba menjadi menurun. Dan hanya ibulah yang memikirkan semua itu, karena ibulah yang membayarkan sekolah dan kebutuhan lainnya dari gaji yang diberikan ayah. Ayah hanya memberikan uang gaji dan tidak mau tau akan kesulitan yang dialami ibu. Hanya ingin tau bahwa semuanya telah selesai dibayarkan. Mungkin saat ini ibu sudah tidak kuat untuk menahannya dan akhirnya meluapkannya.

Untuk saat ini aku benar-benar sangat ingin berada di rumah. Pusing dan penatku di sekolah sudah cukup membuat kepalaku pusing. Dan aku tidak ingin ditambah lagi. aku memutuskan untuk membersihkan badan dan belajar untuk menghilangkan kekesalan dan kepenatan. Namun kenyataannya aku tidak dapat fokus dan hanya bisa kesal dan memikirkan bagaimana kekesalan ayah pada ibu. Aku benar-benar kesal dan terheran, mengapa ayah harus kesal? Bukankah itu merupakan salah ayah?

~~~

Aku tidak bersemangat untuk bersekolah ataupun melakukan hal lainnya. Aku benar-benar sudah bosan mendengar perdebatan anatara mereka berdua. Namun, perdebatan tersebut terus terngiang-ngiang di kepalaku. 

Selama disekolah aku tidak banyak bicara. Aku hanya diam dan mengikuti pelajaran seperti biasa. Dan tidak ingin mengeluarkan kata-kata terlalu banyak. Sahabt-sahabatku sebenarnya menyadari perbedaan sikapku hari ini, namun hanya diam dan mengerti. Biasanya aku selalu mengajak ngobrol mereka ataupun bercanda dengan mereka. 

Ketika guru mata pelajaran sudah keluar lebih awal. Aku akan langsung mendengar musik dan menatap ke depan dengan hening. Saat ini jiwaku sangat benar-benar sedang turun dan tidak teratur. Pelajaran hari ini pun sangat sulit sekali untuk diserap. 

Masalah ini sangatlah menyesakkan dadaku. Aku selalu melihat bagaimana ibu meneteskan air matanya. Dan itu sangat menyakitkan. Layaknya sebuah luka yang kemudian diberi garam. Tapi ibu kuat dengan hati bajanya tetap menerima keadaan dan selalu memaafkan segalanya. 

Dengan adanya masalah ini, hubunganku dengan kedua orang tuaku menjadi renggang. Dan nilai ulangan harianku sedikit menurun. Entah mengapa, itu sangat-sangat mengganggu. Tidak banyak dianatara temanku yang merasa aneh dengan nilai ulanganku. Terutama sahabat-sahabatku yang merasa kebingungan dengan hal tersebut. Tidak biasanya aku mendapat nilai 70 bila ulangan harian.

"Num, ada apa?" tanya Nazwa dengan berbisik.

Walaupun Nazwa adalah sosok orang yang selalu bercanda, namun ia dapat menjadi sangat serius dan mampu menghangatkan hati setiap orang dan pemberi semangat yang baik.

"Engga apa-apa." jawabku disertai dengan senyuman.

"Gak usah bohong! Cepet cerita. Mumpung yang lain lagi pada sholat." bujuknya.

Aku dan Nazwa sedang berada di kelas berdua. Kita sedang tidak sholat atau menstruasi. 

"Segala yang dipendem sendiri itu gak baik Num. Cerita aja sama aku, aku siap jadi pendengar yang baik buat kamu. Aku khawatir banget sama kamu, apalagi nilai ulangan kamu nyampe turun gitu." ucap lembut Nazwa

Aku berusaha untuk menahan semua air yang berada pada mataku agar tidak mengalir. Namun ketika Nazwa berbicara dengan sangat lembut padaku, aku tidak dapat menahannya lagi. Aku pun memeluk Nazwa dan air di mataku sudah tidak dapat terbendung lagi.

Aku pun menceritakan segalanya padanya. Dan Nazwa hanya bisa diam dan mendengarkan aku bercerita. Setelah itu, Nazwa memberikan kata-kata motivasinya agar aku tetap kuat dan semangat. Dengan Nazwa hanya mendengarkan ceritaku, aku pun sudah sangat lega sekali karena segala emosi dan kekesalanku dapat terluapkan. Saat ini hatiku menjadi sedikit lega dan batu besar yang berada di atas dadaku pun terangkat sedikit.

Sepulang sekolah, aku berusaha memasang wajah baik-baik saja. Dan berusaha membuka mataku lebar-lebar, agar tidak ketahuan bahwa aku habis menangis. Setelah menyapa ibu, aku langsung menuju kamar. Kemudian aku mandi dan mengerjakan belajar. Aku tidak ingin jika tiba-tiba kembali menangis lagi. Karena aku adalah orang akan gampang menangis ketika sebelumnya sudah menangis.

Tok tok 

Terdengar suara pintu kamarku ada yang mengetuk.

"Hanum lagi apa? Boleh ibu masuk?"

Suara ibu terdengar jelas olehku. Rasa deg-degan dan bercampur dengan cemas menggorogoti jantungku. Seketika tangan aku pun menjadi dingin dan basah karena keringat. 

"Masuk aja bu, gak dikunci kok." jawabku.

Terlihat seorang wanita dengan kulit putih dan rambut hitam terikat kuda masuk kedalam kamarku. Aku menyambutnya dengan senyuman hangat. 

"Kamu lagi belajar ya? Gak apa-apa ibu ganggu sebentar? Ibu pengen ngobrol sama kamu." tanyanya dengan hangat.

"Gak apa-apa ko bu, lagian tugasnya juga buat nanti hari Kamis. Sekarang hari Senin, masih ada dua hari lagi."

"Iya. Ibu mau minta maaf sama kamu, kamu sering denger ibu sama ayah kamu berantem terus." ucapnya dengan hati-hati.

Aku sontak terkejut mendengar ucapan ibu. Ibu mengucapkan segala isi hatinya. Ibu sangat merasa bersalah karena terkadang aku pun terlibat juga dalam perdebatan antara ibu dan ayah. Aku mencoba menahan untuk tidak membiarkan air dikantung mataku jatuh kembali. Aku tidak mau membuat ibu bertambah sedih ataupun lain sebagainya.

Mata ibu sudah dipenuhi air yang mungkin sebentar lagi akan pecah. Dan banar, air mata ibu pun pecah dan terus meminta maaf kepadaku karena membiarkan aku ikut tahu akan hal tersebut. Aku berpikir bahwa ku pun berhak untuk tahu akan hal itu. Karena aku merupakan kakak paling tua dan harus tahu apa yang terjadi. 

Air mataku pun pecah. Aku tidak kuat menahan melihat betapa sedihnya ibu. Ibu pun memeluk eratku dan terus meminta maaf. Hari ini adalah hari dimana derasnya air mata saling bermunculan.

~~~ 

Hari ini adalah hari Minggu. Aku tidak bersekolah, tetapi aku tidak melakukan apapun. Aku hanya diam dirumah dengan menonton TV, bermain handphone, ataupun membantu ibu membereskan pekerjaan rumah. Hari ini aku tidak ingin belajar dulu. Rasanya tidak nyaman saja jika saat libur mengerjakan. Ini adalah saat quality time untuk bersantai di rumah. Setelah beberapa hari kemarin aku lelah dalam melakukan berbagai aktivitas, baik itu senang maupun sedih.

Saat membuka aplikasi kotak merah yang ditengahnya terdapat segitiga putih di layar ponselku. Aku tertuju pada sebuah video yang menarik perhatianku. Seorang perempuan berhijab dengan wajah tersenyum cantik, yang disertai dengan latar belakang suasana kota Jerman. Suasana klasik dan bersih itu mnarik perhatianku. 

Pada bagian bawah video tersebut tertulis "Kuliah di Jerman". Kemudian aku menekan video tersebut. Pada video tersebut, berisi mengenai pengalaman youtuber tentang bagaimana kuliah di Jerman, kehidupan sosial antar mahasiswa yang memiliki beda kewarganegaraan dan masih banyak lagi. Pembawaan cerita youtuber tersebut sangat santai dan mudah dipahami. Dan pada saat itu, aku pun tertarik untuk berkuliah di Jerman. 

~~~

Semangat belajarku pun kembali. Aku akan terus belajar dengan giat agar keinginanku dapat terwujud. Kuliah di Jerman. Dan aku juga berpikir, ketika aku bersekolah di Jerman nanti, aku akan membawa ibu untuk hidup bersamaku dan jauh dari ayah. Karena aku sangar tidak ingin melihat ibu sedih ataupun yang lainnya lagi karena ayah.

Aku dapat mencerna kembali pelajaran demi pelajaran lagi dengan baik. Beberapa nilai aku pun kembali mengalami kenaikan seperti biasanya. Dan aku sedang berusaha untuk mempertahankan peringkat kelasku.

Ujian akhir semester dua pun tiba. Ujian ini akan menjadi penentu, apakah aku akan naik kelas ataupun tinggal. Dan yang paling aku harapkan adalah mendapat nilai seminimalnya yaitu stabil atau tidak memiliki turunnya satu pun angka pada rapotku. 

Pada ujian akhir semester ini tidaklah terlalu sulit. Karena banyak materi yang telah aku pahami dan aku pelajari sebelum ujian. Dan aku puas akan hal itu. Keinginanku untuk berkuliah di Jerman pun semakin tinggi. Aku sangat berharap bahwa aku dapat berkuliah di Jerman. 

Pada pembagian rapot kelas 11 semester 2 ini, aku mendapatkan mempertahankan peringkatku di kelas. Alhamdulillah. Walaupun terdapat 2 mata pelajaran yang memiliki penurunan nilai, tetapi untunglah hanya turun 1 angka. 

Sebenarnya kedua orang tuaku tidak terlalu mengharapkan aku mendapatkan juara kelas ataupun tidak. Kedua orang tuaku hanya menginginkan aku untuk rajin belajar dengan bersungguh-sungguh. Tapi entah mengapa, aku sangat berambisi untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik yang dapat aku lakukan.

~~

Sekarang, aku berada di kelas 12. Dimana saat hal yang sangat menegangkan tiba dan hal yang sangat ditunggu-tunggu selama masa SMA ini. Karena hanya dengan menghitung bulan saja, tidak akan terasa bahwa akan didapatkannya label kelulusan.

Di semester 1 kelas 12 ini tidaklah mudah untuk dilalui. Berbagai tugas dari tiap mata pelajaran pun saling berdatangan satu persatu. Dari yang paling sulit hingga mudah untuk dikerjakan. Setiap bab materi yang diberikan pada semester ini, pasti terdapat juga tugas yang diberikan pada pertemuan bab nya. Aku mencoba menikmati setiap tugas yang diberikan. Karena dengan kita belajar pun, kita sudah mendapatkan pahala untuk itu. Apalagi jika kita mengerjakan dengan ikhlas lapang dada. Insyaallah pahalanya yang kita dapatkan pun akan berlipat.

Di kelas 12 ini, aku mulai memantapkan bagaimana rencana aku kedepannya setelah lulus. Aku akan membuat beberapa rencana. Jika salah satu dari rencana tersebut gagal, maka terdapat rencana lainnya yang dapat aku lakukan.

Aku mulai membicarakan rencanaku kepada ibu. Keinginan bahwa aku ingin bersekolah di Jerman. Aku akan berkuliah di Jerman dengan mengikuti beasiswa.

"Ibu, Hanum boleh ikut beasiswa kuliah di Jerman gak?" tanyaku dengan hati-hati.

"Emang pendaftaran nya udah dibuka? Ibu sih boleh boleh aja, itu kan memang cita-cita kamu dari kelas 11."

Aku sudah menceritakan mngenai keinginanku untuk berkuliah di Jerman kepada ibu. Ibu sangat mendukung sekali keinginanku untuk berkuliah. Meski ibuku hanyalah tamatan SMA yang setelah lulus memutuskan untuk bekerja di pabrik. Ibu sangat senang apabila anak-anaknya memiliki kemauan dalam bidang pendidikan. Ibuku sangat bertekad untuk mensekolahkanku setinggi-tinggi nya, walaupun ibu tahu bahwa perekonomian keluarga tidaklah selalu berjalan dengan lancar.

"Belum sih, tapi akhir semester 1 ini bakal dibuka." jawabku.

"Ibu boleh boleh aja kamu mau kuliah dimana pun juga, baik itu dalam negri ataupun luar negri. Tapi apa gak sebaiknya kamu kuliah dulu di Indonnesia? Kamu kan belum ada pengalaman apa-apa tentang bagaimana kuliah itu, trs kamu kan belum tau banget juga bagaimana kehidupan mahasiswa di luar negri." jelasnya.

Aku pun diam dan memikirkan kata per kata apa yang ibu bicarakan. Perkataan ibu benar, aku belum tahu banyak tentang kehidupan mahasiswa di luar negri seperti apa ataupun bagaimana sistem mengajar disana. Dan sekarang, aku bingung harus bagaimana. Karena aku tidak memiliki gambaran sama sekali mengenai universitas-universtas yang berada di Indonesia. 

~~

Aku pun memutuskan untuk meneruskan kuliah S1 di Indonesia. Aku mulai menacari informasi-informasi mengenai perguruan-perguruan tinggi yang berada di daerah Bandung. Karena aku berpikir apabila aku berkuliah di Indonesia, aku akan berkuliah di Bandung. Tujuannya agar aku dapat terus berada dengan ibu dan menjaga ibu.

Pada perguruan tinggi di Bandung, aku tertarik dengan sebuah perguruan tinggi bernama "Institut Teknologi Bandung". Aku merasa menjadi sangat tertarik ketika membaca profil mengenai perguruan tinggi yang satu ini. Profil mengenai bagimana prospek kerja yang didapatkan pada setiap program studinya. Dan juga mengenai lulusan-lulusannya yang berhasil mendapatkan beasiswa ke luar negri. Hal itulah yang membuat sangat menarik perhatianku.

Setelah membaca profil daripada perguruan tinggi Bandung ini. Aku berniat untuk masuk ke program studi teknik elektro. Walaupun pesaing untuk dapat masuk program studi ini sangatlah banyak. Tetapi entah mengapa, aku menjadi sangat tertantang untuk masuk ke program studi tersebut. Aku sangat meyukai hal-hal baru dan akan menjadi sangat tertantang apabila adanya sesuatu yang sulit untuk didapatkan oleh orang lain.

Hari demi hari, keputusanku semakin mantap untuk masuk ke ITB. Tetapi, beberapa dari temanku membicarakan mengenai adanya 2 pilihan jika kita akan masuk pada sebuah perguruan tinggi. Dan aku mulai memikirkan akan memilih program studi apa untuk pilihan keduaku. Dan aku ingat bahwa aku tertarik juga pada sebuah fakultas di ITB, yaitu fakultas MIPA atau kepanjangan dari matematika dan ilmu pengetahuan alam.

Aku mulai mempersiapkan otakku untuk masuk pada perguruan tinggi tersebut. Aku berniat akan masuk melalui jalur tes atau yang sering disebut dengan SBMPTN. Aku juga merencanakan akan bagaimana nantinya aku akan bersekolah. Ketika kuliah nanti, aku akan berkuliah sambil menjalankan les bahasa untuk mempersiapkan mewujudkan keinginanku untuk bersekolah di luar negri. Dan juga aku akan mencari beasiswa dalam negri untuk mempermudah perekonomian keluargaku. Karena aku dan adik-adikku memiliki jarak umur 3 tahun 3 tahun. Jadi ketika aku lulus SMA nanti, adik-adik aku pun akan lulus dari sekolahnya.

~~

Pada akhir semester 1, diumumkan ranking paralel dari 1 angkatanku. Ranking paralel jurusan MIPA dan IPS berbeda. Terdapat ranking paralelnya masing-masing. Pada ranking paralel ini, aku masuk pada peringkat ke-9 dengan nilai rata-rata rapot setiap semesterku yaitu 86. Antara rasa puas dan tidak puas dalam diriku saling bercampur aduk. Puasnya, aku dapat masuk sepuluh besar dari jurusan angkatanku. Tidak puasnya, aku tidak mendapat juara pertama pada jurusan angkatanku. 

Guru BK di sekolahku menjelaskan mengenai perguruan tinggi. Beliau menjelaskan bahwa untuk masuk perguruan tinggi, dapat dilakukan dengan jalur tanpa tes. Jalur ini memakai nilai rapot dari semester 1-5, atau yang dapat disebut sebagai jalur SNMPTN. Beliau juga menjelaskan bahwa jalur SNMPTN ini hanya dapat diikuti oleh beberapa siswa saja. Hanya ranking 1-112 saja yang dapat mengikuti jalur tes ini. Dijelaskan juga bahwa terdapat jalur SNMPN untuk siwa yang ingin masuk ke politeknik negri. Pada jalur SNMPN ini, dibebaskan bagi setiap siswa dapat mengikuti jalur SNMPN ini, asalkan mereka yang mendaftar memiliki nilai yang cukup bagus untuk masuk melalui jalur ini

Rencanaku mulai bertambah. Aku berniat untuk mendaftar pada kedua jalur rapot itu, yaitu SNMPTN dan SNMPN. Tujuannya yaitu untuk berjaga-jaga apabila aku tidak diterima di perguruan tinggi.

~~

Di semester 2 kelas 12, aku mulai mempersiapkan segala dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk daftar melalui jalur rapot ini. Dimulai dari data rapot hingga data pribadi. 

Pada saat ini, aku semakin yakin untuk mencoba masuk ke politeknik negri. Karena dengan melihat keadaan ekonomi keluargaku dan umur ayahku yang kian lama kian menua. Aku berpikir bahwa suatu saat nanti, ayahku akan keluar dari pekerjaan nya karena usia. Oleh karena itu, aku menjadi semakin yakin untuk mencoba masuk ke politeknik negri.

Sebenarnya, aku masih memiliki rasa kesal pada ayah. Tetapi ibu sering menasihati dan mengingatkan aku untuk tidak membenci ayah. Dan juga, ibu terus menyuruhku untuk terus berkomunikasi baik dengan ayah. Mulai saat itu, aku mulai memikirkan bagaimana keadaan ayah dan mencoba memahami sikapnya.

Ketika saat pendaftaran SNMPN tiba, aku kembali dihadapkan pada kebingungan-kebigungan. Aku tidak tahu harus memilih program studi apa. Karena selama ini, aku selalu lebih condong pada pergurun tinggi tetapi tidak untuk politeknik.

Aku sering bercerita pada ibu tentang bagaimana kebingungan yang aku alami setiap harinya. Dan ibu selalu memberikan persetujuan tanpa memberikannya solusi. Sehingga itu membuat aku semakin bingung harus melangkah kemana. Dan aku berkeputusan untuk mengambil langkah keduanya.

Setiap hari aku terus menanyakan pada ibu pertanyaan yang sama. Dan jawaban ibu masih sama.

"Ibu mah gimana kamu aja. Ibu pasti setuju, selagi itu baik."

Tetapi jawaban itulah yang terus menambah kebingunganku setiap harinya. Apakah aku harus mengikuti SNMPN atau tidak. Apakah aku mencoba keduanya atau jangan. Pertanyaan demi pertanyaan terus saling bermunculan yang entah bagaimana aku harus menjawabnya. Suatu ketika, ibu berbicara padaku.

"Coba kamu ngobrol sama ayah. Mikirin adik-adik kamu aja, ibu udah pusing. Jangan semuanya harus dipikirin sama ibu. Coba kamu tanya ayah, tapi kamu tanyanya ketika ayah lagi santai ya." ucapnya pasrah dengan pertanyaanku yang setiap harinya selalu sama.

Pada akhirnya, aku pun mencoba untuk berbicara dengan ayah. 

Tok-tok.

"Masuk. Gak dikunci." ucapnya dari dalam ruangan.

"Ayah lagi ngapain? Lagi sibuk gak?" tanyaku dengan hati-hati sambil membuka pintu.

"Hanum? Masuk nak. Ada apa? Ayah lagi ngerjain beberapa kerjaan."

"Oh ayah lagi sibuk ya. Ya udah deh gak apa-apa. Tadinya Hanum mau ngobrol." ucapku sambil tersenyum.

"Sok aja mau ngobrol mah. Lagian ayah juga lagi mau istirahat dulu, cape." ucapnya sambil membereskan kertas, "ada apa nak?"

"Gini yah, jadi Hanum kan masuk ranking paralel satu angkatan. Hanum dapet peringkat ke-9. Terus Hanum bisa ikut jalur rapot untuk masuk ke universitas. Tapi selain jalur untuk masuk ke universitas, ada juga jalur untuk masuk ke politeknik negri. Terus Hanum berpikir untuk masuk ke politeknik negri itu. Kan ayah semakin lama semakin tua, pasti nanti ayah jug bakal cape dan berhenti kerja. Maka dari itu, Hanum berpikir untuk D3, biar Hanum dapet pengalaman seputar dunia kerja. Tapi Hanum masih bingung jurusan untuk progam D3. Jadi Hanum ikut atau jangan yah untuk masuk ke politeknik? Hanum bener-bener bingung. Ibu nyuruh Hanum buat ngobrol sama ayah." ucapku yang berakhir dengan sebuah seyuman.

"Emang kalo D3 itu berapa tahun?" tanyanya.

"3 tahun yah."

"Terus kalo S1 berapa tahun?" tanyanya lagi.

"4 tahun yah, tapi kalo cumlaude 3,5 tahun."

"Ya udah, kamu S1 aja. Tapi cumlaude, jadi sama aja kaya D3 kan?" ucapnya dengan yakin. "Hanum gak usah mikirin biaya, ayah pasti ada. Kamu belajar aja yang rajin, raih prestasi, banggain orang tua. Insyaallah ayah ada kalo untuk biaya. Pasti ada jalannya nak."

Aku hanya bisa diam terpaku di depan ayah. Seketika segala kebimbanganku pun runtuh. Rasa khawatir, cemas, ragu pun seketika hilang. Tetapi, walau ayah menyuruh aku untuk tetap fokus saja pada belajarku. Namun aku tidak bisa, aku tetap bertekad harus mendapatkan beasiswa untuk mempermudah perekonomian keluargaku. Dan aku pun memilih untuk S1 dan mencoba melalui jalur SNMPTN. 

Ternyata segala kebencian dan kekesalan pada seseorang, tak selamanya abadi tertanam dalam jiwa seseorang. Kita hanyalah perlu ikhlas dan mencoba. Setiap jalan pun pasti ada tujuannya. Begitupun dengan kita, setiap masalah pasti ada solusi terbaiknya. Oleh karena itu, perlulah kita saling terbuka dan saling percaya bahwa semuanya dapat diperbaiki.

~~

Hari ini adalah hari pengumuman penerimaan SNMPTN. Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Aku sangat takut dan khawatir akan hasilyang aku dapatkan. Apakah aku akan lolos pada program studi yang menjadi favorit setiap orang ataupun tidak.

Aku membuka laman resmi web LTMPT untuk mengecek penerimaan tersebut. Kemudian aku masukkan email dan passwordku, lalu mengeceknya. Ternyata, aku tidak lulus dalam penerimaan jalur rapot ini. Sebenarnya aku sudah menduga hal itu, tetapi karen aku tetap ingin mecoba. Pada akhirnya aku akan mencoba jalur tes untuk menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung.

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi pun dimulai. Aku sudah mempersiapkan segalanya. Mulai dari belajar dengan sunguh-sungguh, hingga mempersiapkan segala yang dibutuhkan untuk membuhi syarat pendaftaran. Memang tidaklahh mudah. Maka dari itu, aku mempersiapkan segalanya secara matang dan sungguh-sungguh. Dan aku memilih jurusan yang sesuai dengan keinginan dan kemampuanku.

~~

Dengan kerja kerasku mengikuti SBMPTN. Akhirnya aku pun lulus masuk Institut Teknologi Bandung fakultas MIPA dengan program studi kimia. Rasa haru, senang saling bercampur aduk. Karena hasil dari perjuanganku berbuah manis.

Kedua orang tuaku ikut senang dan sangat bersyukur. Anak pertama mereka dapat menjadi salah satu mahasiswa yang lulus ke universitas bergengsi di Indonesia. Ucap syukur mereka panjatkan tiada henti. Aku sangat senang dapat membahagiakan kedua orang tuaku.

Untuk saat ini, aku akan mencari beasiswa untuk membantu biaya kuliahku. Aku akan terus berjuang mendapatkan beasiswa, agar aku tidak terlalu memberatkan kedua orang tuaku. Aku akan berusaha dan belajar dengan sungguh-sugguh untuk mencapai segalanya.

~~

Selama label mahasiswa. Aku mendapatkan peluang pertukaran pelajar ke Jepang. Aku sangat senang mendapatkan kesempatan emas yang jarang orang dapatkan. Dan aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut.

Dan masa kuliahku yaitu 3,5 tahun. Dan aku mendapatkan gelar cumlaude pada S1ku. Aku sangat senang sekali, dapat mengabulkan keinginan ayah untuk aku dapat cumlaude. Tidak hanya aku saja yang merasakan kebahagiaan, namun seluruh keluarga aku pun merasakan bahagia yang sama. Aku bangga pada diriku sendiri, karena dapat menjadi contoh yang baik bagi kedua adikku.

~~

Selama beberapa bulan, aku berfikir untuk mewujudkan keinginanku. Aku sedang berusaha mendapatkan beasiswa ke luar negri. Aku sedang melalui tahap penerimaan beasiswa S2 di Jepang. Meski keinginanku untuk berkuliah di Jerman tidak dapat terwujud, tetapi setidaknya aku dapat mendapatkan beasiswa ke luar negri. Sehingga aku dapat membawa keluargaku pergi keluar negri dan menjauhi lingkungan yang selalu membuat ibuku tidak nyaman.

Setelah melalui berbagai tahap penerimaan. Akhirnya aku pun diterima di salah satu universitas bergengsi di negara Jepang. Rasa haru, bangga, dan tidak percaya saling bercampur. Dan aku pun dapat mewujudkan mimpiku dan membahagiakan kedua orang tuaku. Dengan hadirnya rasa ikhlas, percaya, dan terus berusaha. Tidak akan ada yang mustahil terjadi. Karena segalanya bergantung pada takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

TAMAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun