Mohon tunggu...
Ranah Mahasiswa
Ranah Mahasiswa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Tempat Publikasi Tulisan Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Perempuan dalam Perekonomian: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pertumbuhan Ekonomi

11 Mei 2023   18:36 Diperbarui: 11 Mei 2023   18:42 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh Agus Supriadi (2022-084) Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Malang

Pendahuluan 

Mayoritas penduduk miskin di dunia adalah kaum perempuan. Merekalah yang paling menderita kemiskinan, kekurangan gizi, dan paling sedikit menerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi, dan berbagai bentuk jasa sosial lainnya. Jika membandingkan standar hidup layak antara penduduk miskin di negara berkembang, akan terungkap bahwa yang paling menderita adalah kaum perempuan dan anak-anak. Akses kaum perempuan untuk memperoleh pendidikan, pekerjaan yang layak, berbagai tunjangan sosial dan program-program penciptaan lapangan pekerjaan yang dilancarkan oleh pemerintah sangat terbatas. Selain itu, masalah diferensiasi upah karena perbedaan gender dievaluasi sebagai salah satu yang paling penting dalam perekonomian negara dan kehidupan sosial.

Meningkatnya kesadaran akan pentingnya keterlibatan perempuan dalam dunia ekonomi serta perlunya menciptakan kesetaraan gender di dalam sektor perekonomian, karena selama bertahun-tahun perempuan telah menghadapi berbagai hambatan dan diskriminasi dalam mencapai potensi penuh mereka dalam dunia kerja. Kesenjangan gender yang masih signifikan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam usaha pertumbuhan ekonomi, namun mereka masih menghadapi tantangan dan hambatan dalam kontribusi ekonomi.

Ketidaksetaraan gender yang dialami kaum perempuan membatasi pilihan perempuan untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan menikmati pembangunan. Pada akhirnya keberhasilan pembangunan ekonomi adalah kesejahteraan bagi masyarakatnya, tidak terkecuali kaum perempuan. Era globalisai dan demokrasi saat ini terbuka lebar bagi setiap warga negara untuk memperoleh hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dalam pembangunan khususnya di sektor ekonomi. Setiap individu berhak berkontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam proses pembangunan ekonomi. United Nation Development Programme (UNDP) menyatakan dalam Human Development Report (HDR) bahwa salah satu hal penting dalam pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi yang merata antar generasi, antar etnis, antar jenis kelamin, maupun antar wilayah, dimana salah satu dimensi yang ditekankan oleh UNDP adalah kesetaraan gender.

Pembahasan 

Kesetaraan gender merupakan kesamaan kondisi baik bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.

Perbedaan gender sesungguhnya merupakan hal biasa sepanjang tidak mengakibatkan ketidakadilan gender. Akan tetapi, realitas di masyarakat menunjukkan perbedaan gender melahirkan berbagai bentuk ketimpangan atau ketidakadilan, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan. Sehingga timbul pertanyaan, mengapa ketidakadilan gender terjadi semakin luas dan menyelimuti hampir semua kelompok perempuan? Sejumlah faktor ditenggarai sebagai penyebab dan yang paling mengemuka adalah tiga faktor utama: pertama dominasi budaya patriarki. Seluruh elemen pembentuk kebudayaan kita memiliki watak yang memihak pada atau didominasi oleh kepentingan laki-laki. Kedua, interprestasi ajaran agama sangat didominasi oleh pandangan yang bias gender dan bias nilai-nilai patriarki. Ketiga, hegemoni Negara yang begitu kuat.

Pemberdayaan perempuan menekankan pada otonomi pengambilan keputusan dari perempuan sebagai kelompok masyarakat, yang berdasar pada sumber daya pribadi yang langsung melalui partisipasi, demokratis dan pembelajaran sosial. Hal ini sejalan dengan penjelasan dari McArdle, yaitu : pemberdayaan merupakan proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, ketrampilan serta usaha mereka sendiri serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka tanpa bergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal.

Secara umum kegiatan atau aktifitas ekonomi penduduk adalah bertani dan berdagang. Data kuantitatif menunjukkan bahwa dengan jumlah penduduk sebanyak 5.150 orang, maka 2.500 orang bekerja sebagai petani, atau 48,54% adalah petani, dari jumlah itu 1.232 orang (23,9%) laki-laki dan 1.268 orang (24,6%) adalah perempuan. Dengan demikian secara kuantitatif kegiatan dalam bidang pertanian lebih banyak perempuan. Data juga menunjukkan bahwa perempuan sebanyak 12 orang (100%) terlibat dalam kegiatan pengrajin industi rumah tangga dan tidak ada penduduk laki-laki yang terlibat. Demikian juga untuk pedagang keliling sebanyak 8 orang (100%) dari jumlah yang ada semua perempuan. Sedangkan untuk pengusaha kecil dan menengah data yang ada menunjukkan bahwa 36 orang laki-laki atau ( 55,4 %) dan 29 orang perempuan ( 44,6%).

Dari data yang ada juga menunjukkan bahwa terdapat pembagian pekerjaan berdasarkan gender, untuk petani, pengrajin industri rumahan, pedagang keliling mayoritas perempuan, sedangkan untuk usaha kecil dan menengah mayoritas laki-laki, demikian juga montir, jasa pengobatan alternative mayoritas laki-laki. Dengan demikian kegiatan ekonomi perempuan lebih banyak pada kegiatan informal. Menurut Michel P. Todaro, Stephen C. Smith, dalam buku Pembangunan Ekonomi, Perempuan di pedesaan kurang memiliki akses ke sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan pendapatan yang stabil dan acap terhambat oleh peraturan yang membuat mereka terpaksa melakukan kompromi terhadap potensi perolehan penghasian yang lebih layak. Peraturan perundang-undangan dan kebiasaan sosial sering kali menghambat perempuan untuk memiliki harta benda atau menandatangani kontrak keuangan tanpa disertai dengan tanda tangan suami. Dengan sedikit pengecualian, mengikuti program penciptaan lapangan kerja dan program peningkatan pendapatan pada umumnya diperuntukkan bagi laki-laki, sehingga menyebabkan semakin lebarnya kesenjangan pendapatan antara laki-laki dan perempuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun