"Malam itu, dunia serasa milik kita. Duduk beralaskan matras didekat tenda yang kita bangun bersama-sama dengan semua anggota. Tapi hanya empat mata yang nampak dimalam itu. Dua milikmu dan dua lagi milikku. Kehangatan api unggun ditengah dinginnya malam, menambah ketentraman lubuk hati yang paling dalam. Reina, kala itu setiap setelah aku memandang wajahmu aku langsung melihat bintang-bintang. Karena aku tau bahwa pancaran matamu itu melebihi cahaya dari beribu-ribu bintang di langit. Sayangnya, bibir ini masih saja terbungkam.Tidak ada sepatah kata yang kuungkapkan padamu reina. Karena aku tau, kau pasti tidak akan menyukai kata-kata itu".
Aku Ryo, cowok paling pendiam di kampus, tapi paling ahli dalam bermain alat music. Aku mempunyai sahabat, namanya Riko. Cowok paling kece dikampus, apalagi dia kapten basket dan sepak bola. Siapa sih cewek yang gak mau sama dia? Aku salut padanya, karena dia lebih menyibukkan diri untuk menggapai mimpinya dari pada harus mencari atau mempedulikan cewek yang itu belum jelas bakal  jadi pendamping hidupnya. Dia gak kayak aku. Aku selalu bercerita kepadanya tentang Reina, cewek berparas cantik dan pinter dikampus. Aku menyukai Reina sejak semester satu, hingga sekarang semester lima.
Pada dasarnya aku orangnya romantis, hanya saja sejak dulu aku belum pernah mengutarakan kata-kata romantis itu. Karena emang bener-bener susah yang mau melontarkan kata-kata itu dari bibirku. Setiap malam, aku selalu menatap bintang-bintang sambil menggoreskan tinta hitam pada kertas putih, yang semua itu adalah isi hatiku pada Reina. Hanya saja sejak dulu aku selalu mencintai seseorang dalam diam, sepertihalnya aku Reina saat ini.
Mencintai dalam diam bukan berarti aku tak mampu mengungkapkannya, bukan berarti aku tidak punya mental. Tapi aku hanya ingin mengungkapkan semua itu pada waktu yang tepat saja. Karena aku tau meski mencintai seseorang secara terang-terangan pun gak ada faedahnya. Karena itu hanyalah kebahagiaan yang kasat mata, dan hanya bersifat sementara.
Meski banyak orang yang bilang, Â hidup tanpa cinta itu hambar. Tapi klo difikir-fikir mencintai seseorang secara terang-terangan, terus sering bertemu, sering jalan bareng, lalu nikah. Dan yang pada akhirnya setelah menikah cinta itu rasanya hambar. Tidak ada yang istimewa.
Sudah dua semester aku tak pernah lagi bercerita kepada Riko tentang Reina. Aku sudah mulai lelah mencintai dalam diam, aku mulai melupakanmu Reina dan aku ingin membangun prinsip hidupku seperti Riko yang tak ada kata wanita dalam hidupnya sebelum ia menggapai mimpinya. Kini kita sudah semester tujuh. Sudah mendekati masa tenggang "katanya".
Tapi menurutku semua tetap saja tidak ada yang berubah. Hanya porsitugas saja yang berbeda, semakin banyak dan semakin rumit. Dan disinilah aku seperti merasakan yang namanya perang batin. Antara skripsi dan entah mengapa aku tiba-tiba teringat semuanya tentang Reina. Aku tak pernah tau bagaimana keadaannya sekarang. "Sudahlah" kataku dalam hati.
Beberapa bulan kemudian......
Hari ini adalah hari wisuda, hari yang ditunggu-tunggu oleh semua mahasiswa semester tua. Aku bergegas untuk berangkat ke tempat wisuda dengan berpakaian sangat rapi. Dan tak lupa pula baju toga warna hitam dan hijau kebanggaan kampus kami. Entah mengapa sebelum berangkat aku tiba-tiba mencari semua lembaran-lembaran yang pernah aku gores dengan tinta hitam yang penuh cinta itu. Aku berlari menuju kampus. Dan aku langsung tertuju pada Riko.
"Riko, hari ini aku ingin mengakhiri cinta dalam diamku dulu kepada Reina, nanti kamu ikut aku ya" ujarku dengan penuh gairah.
"Ee............" jawabnya dengan penuh keraguan.
Aku bingung ada apa dengannya? Ini adalah kali pertama aku melihat ada keraguan diraut wajahnya.
"Kamu kenapa? " tanyaku dengan penuh penasaran.
"Gak papa kok" jawabnya dengan wajah yang sedikit sedih.
Aku bingung, sebenarnya ada apa?seperti ada yang ditutupi olehnya dariku. "sudahlah, mungkin ini hanya firasatku saja" ujarku dalam hati. Prosesi wisuda sudah mau dimulai.Aku dan Riko sudah berpencar, karena NIM kita berjauhan. Sebentar lagi pengumuman mahasiswa terbaik. Aku bedoa dalam hati, karena sejak dulu aku selalu bilang ke Riko klo aku ingin jadi mahasiswa terbaik ketika diwisuda. Dan ternyata, namaku dipanggil. Aku kaget,aku langsung maju kedepan bersama kedua orang tuaku.
Setelah acara wisuda selesai aku langsung mencari Riko. Aku ingin menunjukkan keberhasilanku padanya, karena dia orang yang menyemangatiku disaat aku lemah. Selain itu aku juga ingin mengajaknya untuk menemui Reina. Akan tetapi semuanya hancur. Aku menemui Riko dalam keadaan ia bersama dengan Reina beserta keluarganya.
Entah mengapa, hati ini terasa teriris. Aku tak faham pada Riko. sejak kapan dia menutup-nutupinya dariku? Aku pun langsung mengalihkan pandanganku dari mereka.
Bersambung.......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H