Perkembangan zaman mulai merambah ke dunia digital dengan sangat masif ketika terjadinya pandemi pada beberapa tahun yang lalu, yakni ketika dunia sedang terpapar wabah virus Covid-19. Pandemi ini menyebabkan seluruh masyarakat dunia harus menjaga diri dari dalam rumah, serta membatasi dirinya agar sejarang mungkin keluar rumah agar tidak terpapar virus. Akibatnya, sebagian besar kehidupan manusia dialihkan dari dalam rumah. Dengan peralihan kegiatan kehidupan dari rumah inilah menyebabkan mau tidak mau masyarakat dunia menggunakan kemajuan teknologi digital dalam memenuhi kebutuhan hariannya. Seperti contoh berbagai platform pekerjaan digital mulai merajalela sejak masa ini. Hal ini juga menyasar kepada platform media massa yang semakin berpindah menuju dunia digital. Arus dunia digital yang masif ini, tentunya memiliki tantangan yang lebih berat. Terlebih lagi tak sedikit masyarakat dunia yang harus beradaptasi dengan teknologi digital ini.
Dunia media massa atau yang sering dikenal dengan istilah pers yang merambah ke platform digital nyata-nyata memiliki tantangan. Salah-satu tantangan pers yakni pemberitaan atau informasi palsu. Beberapa tahun terakhir informasi palsu ini terkenal dengan istilah bahasa Inggrisnya yakni hoax (hoaks) yang berarti tipuan, menipu, berita bohong, berita palsu atau kabar burung yang disebarkan oleh seseorang. Maraknya informasi palsu atau hoaks yang terjadi akhir-akhir ini nyatanya mampu menyebabkan berbagai masalah seperti munculnya keresahan sosial sebagai dampak psikologis yang terjadi dalam masyarakat, maraknya kasus penipuan yang disebabkan oleh penyebaran informasi yang salah dan malah dipercaya oleh masyarakat, hingga terjadinya polarisasi masyarakat yang disebabkan karena kesalahpahaman antar kelompok masyarakat akibat mengonsumsi informasi keliru.
Salah-satu faktor beredarnya informasi palsu di platform digital adalah terjadinya terjalinnya hubungan antar individu yang semakin masif tanpa diimbangi dengan pemahaman penggunaan internet yang cerdas (hyperconnection). Seharusnya dengan masifnya hubungan dan informasi antar individu dari seluruh dunia, masyarakat juga meningkatkan kemampuan literasi digital dan kemampuan kritisnya agar mampu memilah segala informasi yang diterima, sebelum menyimpannya ke dalam memori pikirannya yang kemudian menjadikannya sebagai landasan berpikirnya. Â
Peningkatan literasi media masyarakat, seperti yang telah disinggung di atas memanglah sangat penting terlebih untuk menangkal pengaruh informasi palsu yang beredar di masyarakat. Dengan adanya kemampuan literasi media dalam diri masyarakat, maka masyarakat dengan sendirinya dapat menggunakan media masa dengan bijak. Adanya strategi penelusuran informasi, penggunaan logika baik induktif maupun deduktif dalam penyerapan informasi, serta kemampuan menganalisis konten yang ditampilkan media sosial dalam halaman utamanya merupakan beberapa manfaat yang akan diperoleh ketika masyarakat sudah memiliki literasi informasi dan media yang baik, sehingga mampu untuk menangkal arus informasi palsu yang menyebar di platform digital.
Berbagai metode dan terobosan dicanangkan untuk membantu peningkatan literasi media masyarakat, salah-satunya dengan pengembangan model yang berkebhinnekaan dalam menganalisis hoaks. Dalam jurnalnya, Juliswara (2017) memaparkan langkah-langkah praktis dalam melakukan seleksi informasi yang tersebar. Selain itu, pembangunan kembali kesadaran kritis masyarakat harus terus digalakkan. Masyarakat diharapkan memiliki kecerdasan dalam memilah sumber berita yang terpercaya dan tidak mudah terpancing dengan informasi yang tidak jelas sumber serta kebenarannya, hal ini disebabkan informasi yang dituliskan merupakan hasil olahan dari pemikiran/prespektif penulis sehingga sangat memungkinkan informasi tersebut bersifat subjektif. Masyarakat dituntut aktif untuk melakukan cross-check atau peninjauan ulang pada setiap informasi baru yang bombastis yang diterima, dan tidak mudah membagikan ulang informasi yang belum terkonfirmasi kebenarannya. Masyarakat bisa mencermati link alamat situs, dan penggunaan judul (ketika judulnya provokatif maka besar kemungkinan informasi yang dituangkan adalah hoaks), melakukan cek keaslian foto yang ada dalam konten karena tak sedikit narasi yang disampaikan berbeda dengan kondisi asli foto yang ditampilkan, dan membandingkan informasi yang didapat dengan berbagai sumber informasi lainnya sehingga masyarakat memiliki keutuhan informasi.
Media informasi juga memiliki peran dalam meningkatkan literasi media masyarakat yakni dengan menghadirkan berita yang akurat kepada masyarakat. Para jurnalis yang menulis informasi atau berita memiliki tanggung jawab untuk melakukan investigasi yang cermat, memeriksa fakta, cepat dan melibatkan sumber yang dapat dipercaya. Prinsip dasar jurnalisme, seperti kejujuran dan kredibilitas, tetap berlaku dalam konteks digital. Dari sisi pemerintah sendiri, dengan mengeluarkan kebijakan atau peraturan perundang-undangan seperti UU ITE yang telah beredar, yang mengatur penyebaran informasi faktual. Bagi pelanggar yang melanggar kebijakan dengan menyebarkan informasi palsu hendaknya dilakukan pembinaan secara berjenjang. Pelaksanaan kebijakan ini juga harus jelas agar tidak ada bias dalam implementasinya.
Dengan demikian, untuk memerangi salah-satu tantangan dari media massa di era digital yaitu pemberitaan atau informasi palsu adalah dengan cara meningkatkan kualitas literasi media digital di masyarakat. Dengan adanya kualitas literasi digital masyarakat yang baik, maka dengan sendirinya masyarakat mampu mengolah berbagai informasi yang didapat dan kemudian dengan sendirinya tidak mudah termakan dengan berita hoax atau informasi palsu yang marak terjadi pada media digital.
Sumber :
Arifin, N. F., & Fuad, A. J. (2020). Dampak Post-Truth di Media Sosial. Intelektual, 10(3), 376-388.
Juliswara, V. (2017). Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 4(2), 142-164.
Purwaningtyas, F. (2018). Pola Literasi Informasi dan Media sebagai Metode Penelusuran Informasi. Jurnal Iqra', 12(2), 1-10.
Putra, E. (2024). Jurnalisme Digital dan Semangat Anti Hoax: Membentengi Dunia Informasi. Syntax Literate, 9(2), 1121-1131.
Simarmata, J., dkk. (2019). Hoaks dan Media Sosial: Saring sebelum Sharing. Jakarta: Yayasan Kita Menulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H